sergap.id, LEWOLEBA – Kasi Pidum Kejari Lembata, Ismu Armanda, mengatakan, Lembata adalah daerah merah kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

Setiap tahun ada puluhan kasus yang diproses hukum. Dari angka itu, yang paling dominan adalah kasus yang menimpa anak di bawah umur. Faktor inilah yang mendorong kejaksaan mendatangi sekolah-sekolah untuk memberikan pemahaman hukum kepada anak sekolah.

”Dalam tiga bulan terakhir ini, sudah empat kali jaksa berkunjung ke sekolah-sekolah. Kami ikut apel bersama, lalu melakukan sosialitas tentang hukum. Kami mengingatkan anak-anak agar menjauhi tindakan yang merusak masa depan,’’ ujar Ismu seperti dilansir Pos Kupang, Rabu (12/4/17).

Ismu menjelaskan, pada tahun 2016 lalu, sebanyak 58 kasus disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Lembata. Dari total kasus itu, 30 persen diantaranya menimpa anak di bawah umur. Sedangkan tahun 2017  ini, periode Januari – Maret, sudah 8 kasus yang disidangkan di PN Lembata. Dari 8 kasus itu, hanya satu perkara pencurian. Sedangkan 7 lainya adalah kasus pencabulan, pemerkosaan dan persetubuhan anak dibawah umur.

Para pelaku tindak asusila itu umumnya  orang dewasa. Ada yang berusia 39 tahun dan ada juga kakek-kakek berusia 72 tahun. Si kakek ini menghamili cucunya sendiri. Selain itu, ada juga kasus orang tua menghamili anak kandungnya, dan masih banyak lagi. Umumnya pelaku adalah orang terdekat korban atau orang yang sehari-hari bersama korban atau berada di sekitar korban.

’’Lembata ini masuk daerah merah penanganan kasus terhadap anak di bawah umur. Ini yang mendorong kejaksaan untuk melakukan penerangan hukum di sekolah-sekolah,’’ tegas Ismu.

Ia juga memberikan apresiasi terhadap kerja keras penyidik unit PPA (perlindungan perempuan dan anak) Polres Lembata, maupun penyidik di polsek-polsek yang demikian serius menangani perkara pidana, termasuk pidana yang menimpa anak di bawah umur.

Ismu menyebutkan, saat ini penyidik PPA Polres Lembata sedang menangani kasus persetubuhan anak di bawah umur. Dalam kasus tersebut, pelakunya adalah oknum  pensiunan guru yang masih diminta untuk mengajar di salah satu sekolah di Lembata.

Oknum guru itu berinisial AY, tinggal di Waikomo. AY juga aktif dalam urusan gereja dan menjadi penasihat bagi pasangan suami-istri. Saat ini berkas perkaranya sedang dilengkapi penyidik PPA. ‘’Berkas kasus itu sudah P-19. Kalau semua petunjuk sudah dipenuhi berarti tidak lama lagi berkas perkaranya P-21,’’ ucap Ismu.

Dalam menyusun rencana tuntutan (rentut) terhadap kasus kekerasan seks terhadap anak, Kejari Lembata selalu berkonsutalsi ke Kejati NTT. Sanksi hukum yang termuat dalam rentut itu disesuaikan dengan amanat undang undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.

“Sekarang ini hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap anak di bawah umur sangat berat. Minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun,’ papar Ismu, mengingatkan.

Ketua PN Lembata, Ary Wahyu Irwana sangat kaget ketika menemukan banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak di Lembata. Kekagetan Ary ini disampaikan oleh Wakil Ketua PN Lembata, Yogo Dulhadi saat ditemui Pos Kupang, Kamis (6/4/17) lalu.

Dia menuturkan, dalam triwulan pertama tahun 2017, telah disidangkan 7 kasus pidana percabulan, pemerkosaan dan persetubuhan, dan korbanya adalah anak di bawah umur.  Modus pelaku bermacam-macam. Ada yang melakukan bujuk rayu, ada yang mengiming-imingi uang dengan besaran bervariasi, ada pula yang menjanjikan akan menikah.

Berdasarkan fakta itu, majelis hakim PN Lembata, tak sungkan-sungkan menjatukan hukuman berat kepada pelaku. “Kalau kasusnya sebanyak ini, biasanya terjadi di kota-kota besar. Tapi di Lembata justru sebaliknya. Daerah kecil, penduduknya tak terlalu banyak, tapi kasus (kekerasan seks) terhadap anak di bawa umur malah tinggi. Faktor itulah yang mendorong Hakim untuk turun ke lapangan melakukan penyadaran hukum,” katanya. (Adela)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini