Ruas Jalan Waijarang – Balauring

sergap.id, BOUR – Akhir-akhir ini banyak ditemui terjadinya kerusakan dini yang mengarah pada kegagalan konstruksi proyek jalan, baik jalan nasional, jalan provinsi maupun jalan kabupaten/kota.

Hal ini terindikasi dengan banyaknya kerusakan jalan yang baru selesai dikerjakan atau masih dalam masa pemeliharaan (guaranty period), maupun setelah pekerjaan diserahterimakan.

Banyak alasan pelaksana maupun pengelola proyek mengenai penyebab kerusakan jalan yang didasarkan pada penglihatan semata, diantaranya karena pengaruh air atau beban kendaraan yang melebihi ketahanan badan jalan.

Padahal alasan ini adalah kiat menghindar dari tanggung jawab karena tidak didukung dengan data teknis yang akurat.

Fakta menunjukkan, kerusakan jalan lebih disebabkan oleh faktor pekerjaan yang kurang tepat dalam mengimplementasikan mutu sesuai standar perkerasan jalan nasional (SPJN).

Beban kendaraan dan genangan air sesungguhnya hanya faktor eksternal yang mempercepat kerusakan dini. Sebab, penyebab utamanya adalah faktor internal, yakni pekerjaan jalan yang tidak sesuai SPJN.

Selain beberapa ruas jalan di Pulau Flores dan Timor, pekerjaan jalan yang diduga tidak sesuai SPJN juga terlihat pada proyek Preservasi Jalan Waijarang – Balauring di Kabupaten Lembata senilai Rp23.230.518.000 yang dikerjakan PT Trans Lembata sesuai Nomor Kontrak: HK.02.03.Bp/PJN4-PPK4.6/110, tanggal 30 April 2019.

Tampak urugan biasa pada proyek yang bersumber dari APBN Murni 2019 itu hanya menggunakan tanah plastisitas atau tanah cadas merah yang bila terkena air akan mudah mencair.

Sementara urugan pilihannya hanya mengandung sedikit tanah berpasir (sandy clay) atau padas yang diisyaratkan dengan ketebalan yang sangat tipis atau jauh dari SPJN.

Kondisi ini berpotensi membuat badan jalan cepat rusak. Apalagi di musim hujan. Sebab urugan biasa dan pilihan yang ada akan bergerak fleksibel tergantung pada berat ringannya kendaraan yang lewat.

Padahal sesuai SPJN, lapisan ini sangat berperan penting untuk menahan timbunan agregat perkerasan jalan dan lapisan hotmix.

Sayangnya ketika dihubungi tadi, Jumat (9/8/19), baik Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 4.6 maupun kontraktor pelaksana jalan Waijarang – Balauring tidak menerima panggilan telepon. Walau pun dihubungi berulang kali.

Ruas Jalan Waijarang – Balauring, Kabupaten Lembata.

Sementara itu, masyarakat di sepanjang jalan Waijarang – Balauring mengeluh soal debu yang berterbangan ketika jalan yang sedang dikerjakan dan diawasi oleh PT Planosip Nusantara Engineering tersebut dilewati kendaraan atau tertipu angin kencang.

Tampak rumah penduduk di kiri kanan jalan dipenuhi debu. Ironisnya tidak ada perhatian dari pelaksanak proyek maupun pengelola proyek.

“Setiap hari kami begini sudah ama (pak). Makan debu terus,” ujar Oscar (27), warga Bean yang berpapasan dengan SERGAP di simpang Balauring – Lewoeleng, Kabupaten Lembata.

Ruas Jalan Waijarang – Balauring, Kabupaten Lembata.

Hal yang sama dikeluhkan oleh Ina Making, wanita paruh baya yang berpapasan dengan SERGAP di depan Kantor Desa Lerahinga, Kecamatan Lebatukan, Lembata.

“Mo begena le ama (mau bagaimana lagi pak), kami orang kecil ni hanya bisa pasrah. Kasi debu kami hirup, kasi janji kami makan. Biar saja nanti Tuhan yang balas,” ucapnya, singkat. (pc/pc)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini