sergap.id, BAJAWA – 50 unit traktor merk RAKINDO yang dibeli oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngada melalui E-Kalatog pada tahun 2022 terancam mubazir. Pasalnya, saat ini sebagian traktor sudah dalam kondisi rusak, dan sebagiannya lagi belum bisa digunakan lantaran Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) di 11 Kecamatan menolak untuk menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemkab Ngada.
Saat ini sebagian besar traktor diparkir di Kantor Camat di 12 Kecamatan di Ngada, sedangkan beberapanya lagi dalam kondisi rusak dan diparkir rumah warga, serta satu unit dalam kondisi rusak yang dibiarkan di pinggir jalan di area perumahan Kejaksaan Negeri Bajawa.
Beberapa Anggota BUMDesma yang ditemui SERGAP, mengaku, kualitas traktor sangat buruk dan tidak cocok untuk dipakai di lahan basah, apalagi lahan kering di Ngada.
“Karena kita baru pakai bajak 10 are saja, salib kruis langsung patah. Padahal area yang kita bajak ini tanak kosong. Karena rumputnya sudah kita bersihkan terlebih dahulu”, ujar salah satu Anggota BUMDesma Kecamatan Wolomeze yang meminta namanya tidak dipublikasi pada Kamis (13/4/23) pagi.
Hal yang sama disampaikan Anggota BUMDesma Kecamatan Golewa.
“Kita punya disini lebih buruk lagi. Pisau bajaknya pecah”, ucapnya.
BACA JUGA: Dugaan Markup 50 Traktor
Terpisah, Anggota BUMDesma Kecamatan Bajawa Utara, mengaku, beberapa mur baut traktor terlepas saat traktor baru akan tes operasi di lahan warga.
“Sekarang rusak. Kami tidak mau pakai ini traktor. Kualitasnya jelek. Mau mubazir ya persetan”, tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ngada, Bernard FD Burah, mengatakan, pengadaan 50 traktor itu untuk memenuhi kebutuhan petani dengan luas lahan basah yang ada di seluruh Ngada sebesar 7.306 hektar, dan lahan kering 162.092 hektar.
“Memang sebelumnya ada pengadaan 15 unit traktor. Tapi di tahun 2022 lalu kita hanya mampu mengolah lahan sebanyak 1300 hektar lebih. Nah kita tambah lagi 50 unit, maka sekarang ini menjadi 65 unit”, ujarnya.
Bernard mengakui jika saat ini sebagian traktor telah rusak.
“Dari 65 traktor ini memang ada yang sudah tidak bisa dipakai lagi, karena sudah tua, dan suku cadangnya sulit didapat. Dan, dari 50 traktor ini memang betul ada yang rusak juga. Tapi tim teknis dari perusahaan sudah datang periksa. Mereka keliling ke semua kecamatan. Ada yang swit staternya terganggu, ada yang rantai rotarynya rusak, dan lain-lain. Tapi mereka siap ganti”, ucapnya.
Ditanya soal penolakan 11 BUMDesma, Bernard, menjelaskan, pengadaan traktor ini awalnya dengan konsep dibagikan ke masyarakat. Namun setelah diteliti, ternyata konsep tersebut berbenturan dengan aturan. Karena pembelian traktor ini tidak termasuk dalam item belanja barang untuk dibagikan ke masyarakat.
“Ini belanja modal. Kalau belanja modal, maka tidak boleh diserahkan dan menjadi milik masyarakat. Maka pilihan kita adalah melakukan kerjasama dengan BUMDesma, karena BUMDesma berbadan hukum”, paparnya.
“Kalau soal penolakan, ya bisa saja terjadi karena sosialisasi yang belum maksimal. Secara teknis memang kita punya kelemahan. Ya kurang sosialisasi, kurang memberi pemahaman kepada masyarakat”.
Bernard juga mengakui jika pembelian traktor tersebut tidak melalui kajian dan perencanaan yang matang.
“Karena dalam perencanaan pengadaan traktor ini tidak dilengkapi dengan perbengkelan. Kita sudah usulkan ke Pak Bupati untuk pengadaan bengkel, dan Pak Bupati setuju. Kita harapkan sebelum masa garansi 1 tahun ini berakhir, bengkel sudah ada. Kita harapkan (sumber dananya) dari APBD kita”, katanya.
“Begitu juga soal operator (traktor). Kebanyakan yang direkrut adalah sopir mobil. Kan beda urus mobil dengan traktor. Kita sudah minta ke kementerian untuk tenaga teknis. Karena kita di dinas kesulitan”.
Ditanya soal ada atau tidak biaya operasional untuk memantau dan mengawasi traktor-traktor di setiap kecamatan, Bernard mengaku, tidak ada.
“Walau tidak ada biaya operasional, tapi Ini bagian dari pengabdian kami. Ya sebagai orang teknis, ini tanggungjawab kami. Yang bisa kita kerjakan ya kita kerjakan”.
Bernard menjelaskan, dalam PKS disebutkan pembagian hasil traktor adalah 70 persen untuk BUMDesma, dan 30 persen untuk Pendapatan Asli Daerah, dengan target per tahun Rp 30 juta per unit X 50 unit traktor = Rp 1,5 miliar.
“Sejauh ini baru 1 kecamatan yang sudah menandatangani PKS, yakni Kecamatan Aimere. Yang lain belum. Kita akan diskusi lagi dengan BUMDesma, berapa (pembagian hasil) yang mereka mau”.
-
Sindir
Bernard juga menyindir komentar Anggota DPRD Ngada, Yohanes Donbosko Ponong, yang mengatakan bahwa pengadaan traktor yang disetujui DPRD hanya 10 unit, tapi yang dibeli Pemkab Ngada sebanyak 50 unit.
“Masuk akal tidak? yang bahas anggaran mereka, yang bahas jumlah unit mereka. Jelas-jelas dalam RKA 2021 kita itu 50 unit. Ini kan komentar yang berupaya membentuk opini bahwa pemerintah itu buruk. Itu yang kita kecewa. Itu yang saya bilang kadang mulut lebih bagus dari otak”, sindirnya.
Sementara itu Ponong menegaskan bahwa pembelian 50 unit traktor itu tidak pernah di bahas di Banggar DPRD.
“Karena saat itu Bupati tinggalkan sidang Banggar, dan 50 unit ini tidak pernah bahas di banggar. Yang kita setuju (dalam sidang komisi) itu hanya 10 unit. Ternyata yang mereka beli 50, ya mubazir lah”, tegasnya.
-
Dugaan Korupsi
Menurut Bernard, harga traktor tersebut adalah Rp 290 juta per unit dan ditambah dengan ongkos kirim menjadi Rp 300 juta lebih. Traktor tersebut dibeli dari perusahaan yang berlokasi di Tangerang, Banten
“Di DPA kita Rp 430 juta per unit. Total anggarannya Rp 21 miliar lebih. Tapi di proses pelelangan di ULP (Unit Layanan Pengadaan) hanya Rp 16.725.0000.000”, bebernya.
Namun nilai pembelian tersebut dianggap oleh sejumlah Anggota DPRD Ngada terlalu fantastis.
“Kami menduga ada mark up harga”, ujar Ponong.
Informasi yang diperoleh SERGAP dari berbagai sumber menyebutkan, harga traktor produksi dalam negeri dengan kualitas yang sama, bahkan di atas merk RAKINDO tidak mencapai Rp 290 juta. Misalnya merk Matador dan Horja hanya dibandrol dengan harga Rp 123 juta.
“RAKINDO itu buat Cina, cuma dirakit di Indonesia. Namanya Rakitan Indonesia maka disingkat menjadi RAKINDO”, ujar salah satu calon tenaga teknis dan pengemudi traktor RAKINDO di Bajawa, ibu kota Kabupten Ngada, Rabu (12/4/23). (cs/cs)