Traktor di Kantor Kecamatan Bajawa
Tiga unit Traktor yang diparkir di Kantor Kecamatan Bajawa. Foto diambil Selasa (11/4/23) sore.

sergap.id, BAJAWA –   Ketua Fraksi PAN DPRD Kabupaten Ngada, Yohanes Donbosko Ponong, mengatakan, pihaknya menduga ada yang tidak beres dalam proyek pengadaan 50 unit traktor senilai Rp 16 miliar yang bersumber dari Dana Pinjaman Daerah.

“Kami patut menduga terdapat penggelembungan harga (mark-up) dalam proses pengadaan traktor ini. Kami tidak ingin rakyat hanya diatasnamakan untuk kepentingan dan keuntungan orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu”, ujar Ponong kepada SERFGAP di Bajawa, Ngada, Selasa (11/4/23).

Karena itu, lanjut Ponong, pihaknya telah mengajukan surat usulan kepada pimpinan DPRD untuk segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna mengusut pemanfaatan dana pinjaman tersebut.

Rp 16 miliar itu merupakan bagian dari Rp 85,5 miliar yang dipinjam oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngada dari Bank NTT pada tahun 2022 dalam formulasi Pinjaman Daerah.

“Dalam pembahasan bersama DPRD, DPRD hanya menyetujui pembelian 10 unit traktor, tapi pelaksanaannya pemerintah membeli 50 traktor. Akibatnya mubazir. Sekarang diparkirkan di kantor camat di seluruh kecamatan di Ngada”, bebernya.

Menurut Ponong, traktor yang dibeli Pemkab Ngada itu cocok untuk pembuatan taman saja, bukan untuk lahan pertanian milik masyarakat. Karena spesifikasi traktor tidak sesuai dengan topografi Ngada.

“Dari hasil investigasi kami ditemukan ada traktor yang belum dipakai, tapi sudah rusak. Sejauh ini temuan kami ada 14 traktor yang sudah rusak”, ungkapnya.

Ponong menjelaskan, kesepakatan DPRD dan Pemkab Ngada membeli traktor adalah untuk meningkatkan PAD. Ternyata dalam realisasinya tidak mencapai target.

“Sejak November 2022 sampai Maret 2023, pendapatan (dari Traktor) paling besar hanya di Kecamatan Riung Barat, yakni Rp 4.050.000. Ini menjadi lucu jika Pemerintah mengklaim bahwa per tahun traktor-traktor ini bisa mendatangkan PAD 2 sampai 3 miliar. Dari mana PAD itu, kalau pendapatan per kecamatan seperti itu. Hemat saya, pengadaan traktor ini hanya untuk memenuhi syahwat satu dua orang di pemerintahan”, tegasnya.

Kata Ponong, pengadaan traktor di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ngada itu tanpa dasar perencanaan yang akurat dan komprehensif terkait potensi lahan masyarakat dan analisis kebutuhan petani di Ngada.

Terbukti saat ini banyak traktor tidak dimanfaatkan oleh para petani, tapi diparkir begitu saja di kantor-kantor camat dan di rumah-rumah warga.

“Ada pemandangan yang tidak enak saat ini kantor-kantor camat telah berubah wajah dari tempat pelayanan publik menjadi bengkel traktor. Lagian spesifikasi traktor tidak sesuai dengan lahan masyarakat. Baru digunakan beberapa bulan sudah terdapat beberapa unit traktor yang rusak”, papar Ponong.

“Traktor-traktor ini juga tidak memberikan kontribusi bagi peningkatan PAD. Kami mendapatkan bukti di beberapa kecamatan bahwa ada BUMDESMA yang tidak mau menandatangani surat Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang pengelolaan traktor-traktor dimaksud, terutama terkait kontribusi PAD”.

Selain menyoroti soal Traktor, Ponong juga mengkritisi soal dana pinjaman daerah yang dipakai untuk membangun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bajawa di Late, Desa Turekisa, Kecamatan Golewa Barat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 24 miliar menggunakan pola penganggaran tahun tunggal (single year) tahun anggaran 2022.

“Tapi dalam pelaksanaannya pembangunan RSUD dimaksud hingga akhir tahun anggaran 2022 per desember baru mencapai 37 persen. Ini hasil pantauan kami di lapangan. Dengan kondisi ini, kami berkeyakinan pembangunan RSUD dimaksud bisa terancam gagal dan tidak memberikan manfaat bagi rakyat Ngada”, pungkasnya.

Terpisah, kepada SERGAP, Bupati Ngada, Andreas Paru, menepis pernyataan Ponong.

“Markup bagaimana? Kan itu kita pakai E-katalog, dan pemanfaatannya sudah berjalan”, tegasnya, singkat. (cis/cis)