SEJAK seribu tahun yang lalu, masyarakat Desa Lamalera, Kabupaten Lembata, memiliki dradisi berburu ikan paus. Biasanya, jenis paus yang ditangkap adalah paus sperma atau dikenal dengan koteklema.
Selain koteklema, para nelayan juga berburu ikan lumba-lumba spinner, lumba-lumba hidung botol, paus pembunuh, dan beberapa spesies blackfish seperti paus pilot sirip pendek.
Pemerintah Indonesia telah memasukkan sebagian besar spesies buruan masyarakat Lamalera sebagai satwa yang dilindungi dan dilarang untuk diburu atau dibunuh. Namun larangan itu tidak efektif, karena perburuan ikan paus sudah menjadi budaya masyarakat Lamalera turun temurun. Bahkan tradisi berburu paus telah menjadi salah satu atraksi favorit wisatawan yang ke Lembata.
Sejumlah LSM yang bergerak di bidang pelestarian alam, seperti World Wide Fund for Nature atau WWF, dan Greenpeace yang pada mulanya menentang perburuan ikan paus di lembata, akhirnya diam, setelah menyaksikannya sendiri bagaimana cara perburuan ikan paus di Lamalera. Ternyata perburuan ikan paus tidak dilakukan secara serampangan dan bukan untuk tujuan komersil. Ya… perburuan disana dilakukan hanya untuk konsumsi saja.
Komisi Perburuan Paus Internasional atau International Whaling Comission telah mengkategorisasikan perburuan paus di Lamalera sebagai perburuan tradisional yang masih diperbolehkan. Bahkan perburuan tradisional harus dilestarikan dengan melihat aspek sains hingga sosial budaya yang memastikan bahwa kegiatan perburuan ini adalah kearifan lokal.
Perburuan lestari dilakukan dengan jumlah dibawah potensi penghapusan biologis atau Potential Biological Removal, yaitu angka ambang batas jumlah hewan yang boleh ditangkap agar tidak merusak keseimbangan populasi hewan yang diburu.
Saat ini Indonesia belum memiliki perhitungan potensi Potential Biological Removal atau PBR. Dan, untuk mengetahui nilai PBR harus melalui survei jumlah populasi paus atau lumba-luma yang berada di jalur migrasi Lamalera. Bahkan Tidak hanya itu, monitoring rutin juga diperlukan setiap tahunnya, baik untuk mengetahui jumlah populasi di lautan maupun jumlah yang ditangkap agar memastikan data selalu akurat dan terpercaya.
Nah, perburuan ikan paus di Lamalera ini hanya mengandalkan peralatan tradisional seperti Peledang atau perahu kayu tanpa mesin, dan Tempuling atau tombak yang ujungnya berkait yang terbuat dari baja yang digunakan untuk menikam ikan Paus.
Tradisi penangkapan ikan Paus atau Leva Nuang ini biasanya berlangsung pada awal Mei hingga Oktober setiap tahun. Persiapan ritual dimulai pada 29 April dengan dilaksanakannya Tobu Neme Vate atau ritus antara nelayan dan tuan tanah di Batu Paus.
Pada 1 Mei dilangsungkan misa Pembukaan Leva atau melaut, kemudian 2 Mei sampai dengan bulan Oktober merupakan musim perburuan Paus atau Leva Nuang.
Nah tahun kemarin, banyak nelayan yang berhasil menangkap buruannya. Namun tidak sedikit juga yang pulang tangan kosong. Seperti yang dialami kelompok nelayan yang saya temui. Tapi, walau buruan utama mereka tidak didapat, mereka masih berhasil membawa pulang daging seekor penyu untuk keluarga mereka yang setia menanti mereka di rumah.
Hmmmm tak apalah om, yang penting bisa atasi masalah perut. Kita boleh berusaha, tapi rejeki sudah diatur Yang Maha Kuasa.
Salam satu semangat buat orang Lamalera, lestarikan perburuan ikan paus, lestarikan juga pupulasinya. Agar anak cucu dikemudian hari bisa menikmati tradisi ini juga. (Cici Parera)