sergap.id, ATAMBUA – Ada yang menarik dalam debat pertama Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belu pada Sabtu (19/10/24) sore. Ternyata Bupati Belu Agus Taolin tidak melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2021 tentang percepatan pembangunan ekonomi di Motaain sebagai kawasan perbatasan Negara Indonesia dengan Timor Leste.
Hal ini terungkap saat sesi Tanya Jawab antara pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Wily Lay dan Vicente Hornay dengan pasangan Agus Taolin dan Anus Koi pada Sabtu (19/10/24) sore.
“Alasan mendasar apa hingga Inpres tersebut tidak dilaksanakan?”, Tanya Wily Lay.
Pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh Agus Taolin, Ya “Ada beberapa program strategis yang diturunkan lewat Inpres tahun 2021 di Belu. (Tapi) Hampir seluruhnya dijalankan. Termasuk pabrik pakan ternak. Ada beberapa yang tidak dijalankan atas alasannya dari Pusat. (Seperti) Refocusing dan beberapa kendala teknis lainnya. Ini domainnya Bappenas dan kementrian, apakah melanjutkan atau tidak. Kita sudah berkonsultasi dan berkoordinasi. Kalau dari sisi (kewajiban) kabupaten, kita (sudah) mempersiapkan segala sesuatu. Bahkan kita telah menyampaikan progres untuk itu”.
Namun menurut Wily Lay, penjelasan Bupati Agus itu tidak menjawab pertanyaannya. Apalagi semangat Inpres Nomor 1 selaras dengan salah satu program Bupati Agus, yakni program mengembalikan kejayaan sapi Timor.
Pada Inpres Nomor1 tersebut Bupati atau Kepala Daerah diperintahkan untuk mengembangkan Sapi Bali.
“Karena di Timor tidak ada sapi Timor, yang ada adalah sapi bali”, tegas Wily.
Yang kedua, lanjut Wily, Inpres Nomor 1 juga telah menyiapkan dana untuk pembangunan Embung di Lamaknen.
“Dan ini dibiarkan (tidak dijalankan). Membiarkan orang Lamaknen sengsara. (Padahal) di Lamaknen (sangat) butuh air. Di Inpres nomor 1 itu ada uangnya, tapi tidak dipakai”, tutup Wily.
Inpres Nomor 1 Tahun 2021 adalah peraturan yang mengatur tentang percepatan pembangunan ekonomi di kawasan perbatasan negara di Aruk, Motaain, dan Skouw. Inpres ini menginstruksikan kepada kepala daerah untuk menyelesaikan program kegiatan tersebut paling lambat dua tahun.
Biaya yang timbul untuk melaksanakan Inpres ini dibebankan pada APBN, APBD, dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (car/ref)