sergap.id, MBAY- Puluhan massa yang mengaku berasal dari Kecamatan Aesesa Selatan dan tergabung dalam Forum Rendu Bersatu (FRB), Kamis (14/11/19) siang, melakuan demonstrasi ke Kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Nagekeo.
Mereka menuntut Bupati dan DPRD menutup Asphalt Mixing Plant (AMP) atau peralatan untuk memproduksi material campuran aspal dan agregat batu milik Perseroan Terbatas (PT) Surya Agung Kencana (SAK) yang terletak di Aemau, Kampung Bo’a Jeru, Desa Langedhawe, Kecamatan Aesesa Selatan, Nagekeo.
Apa pasal? Demontrasi ini dipicu oleh kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan Damianus Doze (52) dan Paulina Rikes (50), suami istri asal Kampung Jawa Kisa, Desa Tengatiba, Kecamatan Aesesa Selatan, di Jalan Raya Trans Danga – Aemali.
Keduanya tewas dengan kondisi kepala pecah setelah sepeda motor yang dikendarai korban jatuh ke dalam kolong mobil Mitsubhisi Fuso 220 PS bernomor polisi EB 8524 AM bermuatan material yang dikendarai Petrus Gabhe (57) pada Kamis (7/11/19) pagi.
Setelah kecelakaan, beredar kabar bahwa mobil yang melindas suami istri itu adalah milik PT SAK.
Namun ternyata mobil itu merupakan milik Didi Mawardji yang beralamat di jalan Kelimutu, Kelurahan Kelimutu, Kecamatan Ende Tengah, Kabupaten Ende.
Mobil tersebut diketahui sedang melayani pengerjaan proyek jalan di Fataleke, Kecamatan Nangaroro, Nagekeo, yang disewa oleh Rian Andika atau Kuasa Direktur PT Nusa Jaya Abadi (NIA) yang menangani proyek itu.
Sejumlah netizen berpendapat, demo yang terjadi hari ini di Kantor Bupati dan Kantor DPRD itu tidak ada kolerasi antara kasus kecelakaan dengan keberadaan AMP. Apalagi sampai demo ke Kantor Bupati dan DPRD.
Disaat yang sama berhembus kabar bahwa aksi demo yang dipimpin oleh Valensianus Tiba dan Donatus Djogo itu diduga ditunggangi oleh kontraktor yang tidak suka kepada PT SAK.
Momentum kecelakaan pasangan suami istri itu dipakai oleh si kontraktor untuk merongrong keberadaan PT SAK di Nagekeo.
Alasannya? Sejak Nagekeo dipimpin oleh Bupati Yohanes Don Bosco Do dan Wakil Bupati Marianus Waja, si kontraktor itu tak pernah mendapat jatah proyek pekerjaan jalan yang bersumber dari APBD II Nagekeo. Itu karena kualitas pekerjaannya buruk dan sering bermasalah dengan hukum.
Padahal sebelumnya atau saat Nagekeo dipimpin oleh Elias Djo dan Paulinus Yohannes Nuwa Veto, hampir semua proyek jalan di Nagekeo dikuasai oleh si kontraktor itu.
Walau begitu, demontrasi dalam pengawalan aparat Polsek Aesesa yang dipimpin oleh Kapolsek Urban Aesesa, AKP. Ahmad tersebut berjalan tertib dan aman.
Dalam orasinya, Ketua FRB, Donatus Djogo, mengatakan, jalur Aemali- Danga merupakan jalan propinsi yang kelas 3 C. Kelas jalan ini hanya bisa digunakan oleh kendaraan kecil dan menengah dengan muatan volume terbatas.
“Itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 pasal 19 ayat 2 huruf C yang memerangkan bahwa kendaraan dengan bobot dan muatan sumbu terberat di atas 8000 kg dengan lebar melebihi 2,1 meter, tinggi 3,5 meter dan panjang melebihi 9 meter dilarang melintasi jalur jalan kelas 3 C,” katanya.
Namun, lanjut Donatus realitanya, jalan ini masih dilintasi oleh kendaraan besar berkapasitas over tonase.
Akibatnya badan jalan cepat rusak, terhambatnya lalu lintas bagi kendaraan kecil dan menengah, serta sering terjadi kecelakaan lalu lintas, seperti yang dialami pasangan suami istri itu.
Menurut Donatus, keberadaan AMP PT SAK menjadi salah satu dampak yang merugikan banyak orang, yakni:
- Daerah Aliran Sungai/ Ekologi di seputaran lokasi Aemau mengalami kerusakan.
- Terjadinya polusi udara di sekitar lokasi akibat aktifitas PT SAK.
- Terjadinya peristiwa tenggelamnya 2 anak kakak beradik dari kampung Degho pada 2 tahun silam, akibat pengerukan sehingga daerah aliran sungai menjadi dalam.
- Gua Maria yang lebih dahulu dibangun tidak dapat dimanfaatkan lagi oleh umat.
- Banyak material yang berceceran sepanjang jalan sehingga mengganggu lalu lintas kendaraan kecil dan menengah, bahkan kerap terjadi kecelakaan.
- Lokasi yang sering di gunakan oleh masyarakat untuk kegiatan ritual adat (Tau Nuwa) terhambat.
Sehubungan dengan persoalan-persoalan mendesak yang telah diuraikan di atas, maka FRB menuntut Pemda, DPRD dan Aparat Penegak Hukum untuk:
- Segera menghentikan kendaraan over tonase yang melintasi jalur Aemali – Danga.
- Segera melakukan peningkatan ruas jalan Aemali- Danga.
- Segera melakukan proses hukum seadil- adilnya kepada sopir truck.
- Segera memberikan bantuan sosial kepada anak-anak dari orang tua korban kecelakaan khususnya biaya pendidikan dan kesehatan sehingga masa depan mereka tidak terabaikan.
- Segera menghentikan aktifitas PT SAK di Aemau.
- Pemda Nagekeo segera menindaklanjuti tuntutan kami.
- DPRD Nagekeo segera menyalurkan aspirasi kami ini, dan ditindaklanjuti secara serius oleh pihak-pihak yang berwenang.
- Jika pemerintah dan DPRD serta aparat penegak hukum tidak segera menanggapi, maka bisa saja terjadi konflik sosial.
- Kami mohon kepada pemerintah, DPRD dan Aparat penegak hukum di kabupaten Nagekeo untuk memberikan tanggapan dan komitmen atas tuntutan ini.
Sementara Bupati Nagekeo yang diwakili Sekda Lukas Mere kepada masa pendemo, mengatakan, tuntutan serta pernyataan sikap FRB akan ditindaklanjuti.
“Dalam waktu dekat kami akan lakukan rapat koordinasi dengan dinas dan instansi terkait untuk mejawab tuntutan bapak-bapak,” ujar Mere.
Usai mendengar penjelasan Sekda, pendemo menuju kantor DPRD. Mereka diterima oleh Ketua, Wakil Ketua dan anggota DPRD.
Dalam dialog yang berlangsung di ruang sidang paripurna, Ketua DPRD Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu, menjelaskan, keberadaan AMP PT SAK telah melalui pengkajian dan memiliki ijin.
“Tidak mungkin membangun AMP tidak ada ijinan resmi. Hal ini kami belum bisa menjawabnya sekarang. Kami harus koordinasi dengan dinas atau instansi terkait. Sementara tuntutan untuk peningkatan jalan, saya selaku Ketua DPRD pastikan bahwa pada saat pembahasan anggaran nanti kita akan alokasikan dana untuk pelebaran jalan Aemali-Danga,” tegasnya.
Setelah berdialog dengan DPRD, massa pun menuju Polsek Aesesa. Disana mereka membaca tuntutan yang sama.
Kepada massa, AKP Ahmad meluruskan informasi sesat yang telah meluas di masyarakat.
“Tidak benar kalau terjadi konspirasi antara saya dengan PT SAK terkait tewasnya suami istri itu. Tulisan di salah satu media online (tidak terdaftar di Dewan Pers) bahwa saya ada konspirasi, maka saat ini juga, saya minta kalau ada fakta dan data yang valid, saya siap bertanggung jawab,” tegasnya.
“Perlu bapak ibu ketahui, setelah kejadian, saya dan anggota saya langung ke TKP. Mayat kedua korban kecelakaan itu saya dan anggota saya yang antar sampai ke rumah duka. Ini saya lalukan karena rasa kemanusiaan. Ini saya luruskan biar tidak terjadi lagi polemik di masyarakat. Saya selaku Kapolsek di tuduh yang bukan-bukan. Kasusnya sudah saya limpahkan ke Polres, silahkan bapak mereka cek langsung. Sekali saya tegaskan, tidak ada konspirasi dalam kasus ini”, ucap Ahmad.
Direktur PT SAK, Gabriel Toda yang dihubungi SERGAP via phone Kamis (14/11/19) sore, menjelaskan, kecelakaan yang menyebakan tewasnya suami istri itu, bukan dilindas oleh kendaraan milik PT SAK.
“Kendaraan itu datang untuk membeli material di AMP PT SAK,” kata Toda. (sg/sg)