sergap.id, DANGA – Ratusan mantan Tenaga Harian Lepas (THL) di Lingkup Pemkab Nagekeo, Jumat (15/2/19) pagi, sekitar pukul 10:00 Wita mendatangi Kantor DPRD Nagekeo. Mereka meminta DPRD perjuangkan nasib mereka.
Pasalnya, sejak tanggal 31 Desember 2018 lalu, kontrak mereka tidak diperpanjang lagi oleh Bupati Nagekeo, Yohanes Don Bosco Do.
Saat menuju Kantor DPRD, para mantan THL yang tergabung dalam Forum Pemuda Peduli Nagekeo (FPPN) itu di kawal oleh polisi dari Polsek Aesesa.
Mereka diterima oleh Wakil Ketua DPRD Nagekeo, Kristianus Du’a, S.Fil di dampingi sejumlah Anggota DPRD.
Saat dialog di ruang sidang DPRD, juru bicara FPPN, Gusty Bebi, mengatakan, perekrutan THL yang baru terkesan tidak transparan dan syarat muatan politik.
“THL yang baru diangkat itu adalah orang dekatnya Bupati dan Wakil Bupati. Kami telah di zolimi oleh Bupati dan Wakil bupati. Kami adalah THL yang dianak tirikan. Perlakuan seperti inikah yang di buat Pemda kepada kami yang sudah banyak memberikan kontribusi bagi Nagekeo? Kami adalah putra asli Nagekeo. Saya orang Ndora yang mana orang tua kami telah menyerahkan tanah secara cuma-cuma kepada pemerintah untuk kepentingan umum. Apa itu belum cukup,” kata Gusty.
Menurut dia, seharusnya Pemkab Nagekeo memberikan pengumuman secara terbuka dan transparan sebelum penerimaan THL baru.
“Perekrutan ulang THL tahun 2019 ini sangat syarat dengan Nepotisme,” tegasnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Ketua FPPN, Abdul Rejab Saleh.
“Kami adalah mantan-mantan THL, kami kebingungan karena di rumahkan oleh Pemda Nagekeo. Kepada siapa kami harus mengadu? Kami minta melalui lembaga Dewan menyampaikan aspirasi kami kepada Pemda Nagekeo. Kami butuh transparansi (proses perekrutan THL baru),” ucapnya.
Ida Manetima, salah seorang mantan THL di Dinas Dukcapil Nagekeo, mengaku kecewa dengan keputusan yang dilakukan Bupati dan Wakil Bupati.
“Kami bukan sampah yang dengan seenaknya di buang begitu saja. Perlu di ingat, kami di rekrut melalui sebuah mekanisme. Apa yang kami buat untuk Nagekeo sudah cukup banyak. Kontribusi kami sebagai THL untuk Nagekeo hanya di pandang sebelah mata? Kami kecewa,” katanya.
Pernyataan Ida di amini Efran, mantan THL pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nagekeo.
“Saya minta prosedur rekrutmen harus transparan dan akuntabel. Jangan hanya menang di slogan “Perubahan”. Sebuah perubahan itu harus jujur dan transparan. Kebijakan yang di buat Bupati dan Wakil Bupati saat ini sangat tidak transparan,” ucapnya.
Yohanes Tae Roja, salah satu mantan THL pada Dinas PUPR Nagekeo bahkan menuding Bupati Nagekeo tidak waras dalam perekrutan THL baru.
“Ini bupati sudah gila. Rekrutmen THL tahun ini sangat syarat dengan KKN. Saya akan bongkar semua kebobrokan yang ada di dalam tubuh Pemda Nagekeo,” ujarnya, mengancam.
Setelah mendengar keluhan dan umpatan para THL kepada Bupati dan Wakil Bupati, para Anggota DPRD pun menanggapinya dengan serius.
Anggota DPRD Nagekeo asal PAN, Sambu Aurelius, mengaku, pihaknya sudah dua kali mengadakan rapat kerja bersama Pemkab Nagekeo terkait masalah THL.
“Tetapi belum ada jawaban. Kami sangat menyayangkan kebijakan Bupati dan Wakil Bupati yang telah mengambil sebuah keputusan tanpa ada solusi,” ucapnya.
Karena itu, Sambu mendesak Bupati Nagekeo untuk mempekerjakan kembali 1046 orang THL yang telah dirumahkan itu.
“Harus di panggil semua untuk kembali bekerja. Karena uang sudah di alokasikan untuk THL. Kita mendukung perubahan untuk hal yang positif, tapi kalau yang negatif untuk apa kita dukung?,” ucapnya, sinis.
Hal senada disampaikan Anton Moti, Ketua Fraksi Golkar DPRD Nagekeo.
“DPRD harus memberikan rekomendasi kepada Bupati dan Wakil Bupati untuk taat Perda yang sudah di tetapkan. Kebijakan tidak boleh tabrak regulasi. Perubahan bukan berarti harus memberhentikan THL? Ini bukan urus arisan atau memento mori? Saya tegaskan tolak saja kebijakan bupati yang memberhentikan THL,” katanya.
“Omong perubahan tapi pengangguran makin banyak. Untuk itu, saya minta melalui pimpinan DPRD dalam waktu 3×24 jam, kita minta bupati dan wakil bupati datang ke DPRD untuk mempertanggung jawabkan ini semua. Kalau bupati hebat, kenapa ada sebagian THL yang di terima secara siluman?,” ucap Moti.
Anggota DPRD Nagekeo, Frans Ave ikut mempertanyakan apa alasan semua THL diberhentikan.
“Kita harus panggil Bupati dan Wakil Bupati untuk mempertanggungjawabkan masalah THL yang di rumahkan ini. Banyak ASN suruh THL kerja, sedangkan mereka (ASN) berleha-leha. Ini rasa keadilan di seret-seret. Hampir di setiap desa banyak masyarakat yang bertanya soal pemberhentian THL secara sepihak ini,” katanya.
Anggota DPRD Nagekeo, Rispan Jogo, juga mempertanyakan alasan Bupati merumahkan semua THL.
“Beberapa kali saya ikut pelantikan kepala desa yang dilakukan oleh Bupati dan Wakil Bupati. Dalam sambutannya, Bupati mengatakan, THL di berhentikan sudah menjadi sebuah keputusannya.
“Untuk itu kita harus tanya kepada pemerintah bagaimana mekanisme penerimaan THL,” sergahnya.
Wens Ladiligo, Anggota DPRD dari Partai Demokrat, mengatakan, keputusan yang diambil oleh Bupati saat ini sangat tidak populer.
“Ini bupati lucu, bikin bodoh saja DPR. Memang DPR ini bawahan bupati? Pemberhentian ini jangan sampai menimbulkan dampak sosial. Saya minta kita di DPRD harus gunakan hak interpelasi,” katanya.
Menurut dia, biaya untuk gaji THL telah dibahas dan ditetapkan di APBD 2019.
“Kenapa harus di anulir lagi? Mau dianulir memangnya ini uang pribadi bupati? Kita harus lawan kebijakan bupati yang tidak berpihak pada hajat hidup orang banyak. Pengangkatan 4 THL yang baru itu karena ada kepentingan politik, selain itu mereka itu adalah tim suksesnya saat suksesi,” beber Wens.
Anggota DPRD Nagekeo, Arnol Ju Wea, ikut mengkritisi pernyataan bupati yang mengatakan bahwa ada penghematan sekitar Rp 2 miliar dari pemberhentian THL.
“Ini sangat aneh dan harus di lawan. Ini kebijakan yang arogan dan berdasarkan selera pribadi bupati dan wakil bupati. Kalau cara seperti ini, ini adalah awal kehancuran Nagekeo. Saya minta 1046 THL itu harus di akomodir kembali,” tegasnya.
Anggota DPRD Nagekeo, Benyamin Bongo, mengatakan, kebijakan Bupati merumahkan semua THL telah meresahkan hampir seantero Nagekeo.
“Uang sudah dianggarkan dan ditetapkan untuk THL. Tapi kalau seperti ini, sama dengan Bupati dan Wakil Bupati mengkangkangi Perda (tentang APBD),” katanya.
Anggota DPRD Nagekeo asal PDIP, Kanis Mite, meminta Bupati dan Wakil Bupati tidak seenak perut membuat kebijakan.
“Bupati jangan seenak perutlah. Memangnya yang bikin Kabupaten Nagekeo ini, Bupati dan Wakil Bupati sendiri?,” sergahnya.
Hal yang sama disampaikan Safar, Anggota DPRD Nagekeo besutan PKB.
“Saya harus berpihak pada orang kecil, siapapun pemimpinnya. Terkait masalah THL, ketika kita tanya, jawaban mereka (pemerintah) semua tidak jelas. Saling lempar tanggung jawab. Dasar apa kasi berhenti THL ini? Ini namanya kebijakan yang ngawur,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja, yang ditemui SERGAP pada Jumat (15/2/19) siang, mengatakan, para THL bukan diberhentikan oleh Bupati, tetapi berhenti dengan sendirinya karena masa kontrak mereka telah berakhir pada 31 Desember 2018 lalu.
“Apakah karena (gaji THL) sudah di tetapkan (di APBD), maka uang tersebut harus di eksekusi? Kalau tidak di eksekusi sanksinya apa? Contoh (target) PAD di tetapkan 30 Miliar, ketika tidak mencapai target, sangsinya apa? Apakah itu melanggar undang-undang?,” kata Marianus.
“Selain itu saya kasih contoh pembukaan jalan, dalam perjalanan mereka (kontraktor) buat rabat beton, apakah ini di benarkan oleh undang-undang? Bisa saja ada perubahan, itu karena pertimbangan teknis,” katanya.
“Legalitas THL dipekerjakan itu berdasarkan SK Bupati. Masa kontraknya satu tahun. Itu artinya berhenti dengan sendirinya, bukan PHK. Sekali lagi saya tegaskan bukan PHK. PHK terkecuali ketika THL belum selesai masa kontraknya langsung di berhentikan. Kebijakan bupati dan wakil bupati itu tidak menabrak regulasi. Kuota CPNS (tahun 2018) menjadi berkurang karena jumlah THL yang banyak,” tutup Marianus. (sg/sg)