
sergap.id, LAENMANEN – Dugaan korupsi kembali terjadi di Kabupaten Malaka. Kali ini dana desa Tahun Anggaran (TA) 2017 dan 2018 di Desa Nauke Kusa, Kecamatan Laenmanen.
Warga menduga, sebagian dana desa TA 2017 dan 2018 dipakai oleh Kepala Desa (Kades) Nauke Kusa, Anselmus Dully untuk membangun rumah pribadinya, beli 1 mobil pick up dan sebuah angkot, serta membiayai Nelsyana Maria Asa, M.Md Kep, istrinya, saat menjadi Caleg Nomor Urut 5 dari Partai Golkar, Dapil 3, Malaka pada Pemilu April 2019 lalu.
Anselmus sendiri baru menjabat sebagai Kades pada tahun 2016 dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Itu sebabnya, proyek pembangunan di Nauke Kusa yang menggunakan dana desa tidak berjalan sesuai harapan warga, termasuk pembangunan 20 unit rumah layak huni tahun 2017 dan 20 unit tahun 2018.
Sesuai data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Tahun 2017 dan 2018, setiap desa di Malaka menerima alokasi dana desa sebesar hampir Rp 1 miliar.
Namun progres rumah layak huni di desa itu terbengkelai. Misalnya bantuan rumah layak huni kepada salah seorang warga Dusun C, Desa Nauke Kusa, Blandina Bubu (56).
Kini Blandina terpaksa tinggal di rumah darurat yang terbuat dari seng bekas, karena rumah lamanya telah dibongkar, dan persis di samping bekas rumahnya telah dibangun rumah layak huni menggunakan dana desa.
Sayangnya, sejak Pilpres dan Pileg 2019, pembangunan rumahnya terhenti tanpa alasan yang jelas.
Padahal, kata Blandina, walau gagal terpilih sebagai DPRD Malaka, namun dirinya telah memilih istri sang kades saat Pileg kemarin.
“Istrinya kades Caleg itu, kita dukung, tapi tidak tahu lanjutannya bagimana (lolos atau tidak sebagai Anggota DPRD Malaka, Blandina tidak tahu),” ucap Blandina kepada SERGAP, Selasa (28/5/19).

Blandina menjelaskan, tanggal 19 September 2018, dirinya menerima bantuan rumah berupa 50 lembar seng (per lembar Rp 50 ribu), 20 sak semen (per sak Rp 47 ribu), 3 kg paku seng, 3 kg paku kayu, 2 ret pasir (Rp 250 ribu per ret) dan 2 ret batu (Rp 250 per ret).
Jika bahan bangunan itu dirupiahkan sesuai harga lokal, maka bantuan yang diterima Blandina baru sebesar Rp 5 juta dari total biaya per rumah bantuan layak huni sebesar Rp 17 juta lebih.
Kini rumahnya telah setengah jadi. Namun kayu yang dipakai untuk membangun rumahnya adalah kayu bekas dari rumah lamanya yang harga kayu itu tidak diganti oleh Kades Anselmus.
“Saya bingung kenapa proyek ini tidak dilanjutkan. Sementara seluruh material sudah habis terpakai. Biaya sewa untuk pekerja juga sudah disepakati,” bebernya.
Menurut Blandina, dirinya tidak tahu berapa besar biaya yang ditetapkan Kemenkeu untuk sebuah rumah bantuan layak huni.
“Tetapi setiap barang yang saya terima, selalu saya catat,” ucap Blandina dengan wajah murung.
Sementara itu, Markus Vikun (67), warga Dusun A, Desa Nauke Kusa, mengaku, dirinya tidak pernah diperlihatkan gambar rumah dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) per rumah layak huni.
Itu sebabnya, kini dirinya terpaksa memakai dana sendiri untuk menyelesaikan rumah bantuan yang ia terima.
“Kita cetak batako sendiri untuk bereskan rumah ini,” katanya.
Frans M, warga Desa Nauke Kusa lainnya, menduga, sebagian dana desa TA 2017 dan 2018 ‘dimakan’ oleh Kades Anselmus untuk kepentingan pribadi, termasuk membiayai istrinya saat caleg.
“Istrinya calon depeer. Dia (Anselmus) baru saja menjadi Kades, tapi sudah bikin rumah mewah, dan beli mobil angkutan dan pik up. Dugaan kuat, semuanya hasil dari dana desa, sebab sebelumnya, kades hanya sopir angkot dan istrinya hanya bekerja sebagai tenaga kontrak daerah,” ujarnya.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Nauke Kusa, Moses Tae, mengaku, kini hubungan komunikasi antara dirinya dengan Kades Anselmus sedang tidak harmonis.
Itu gara-gara mangkraknya pembangunan 20 unit rumah layak huni TA 2018, serta rumah kades dijadikan Kantor BUMDES.
“Soal perdebatan dengan kepala desa itu benar, akan tetapi itu hal wajar dalam menjalankan tugas. Ketika Kades salah dalam mengambil kebijakan, maka sebagai BPD harus mempertanyakan, sehingga memang benar warganya mengatakan Kades dan BPD berkelahi, akan tetapi itu hanya berdebatan dalam forum soal kebijakan,” jelasnya.
Menurut Moses, pembangunan rumah layak huni TA 2018 semuanya belum tuntas. Prosentasenya baru pencapai 50 persen. Begitu juga proyek bantuan rumah TA 2017.
“Anggaran pembangunan rumah layak huni tahun 2018 itu sekitar Rp 350 juta lebih. Sejauh ini kami mendapatkan banyak keluhan dari warga. Proyek 2017 juga belum tuntas. Ada dua unit rumah milik janda yang sampai sekarang belum ada fisik pembangunannya. Milik warga lainnya pun belum 100 persen rampung,” paparnya.

Sementara itu, Kades Anselmus yang dihubungi SERGAP via handphone, Selasa (28/5/19), mengaku, proyek tersebut akan dilanjutkan dalam waktu dekat.
“Beberapa warga merubah ukuran rumah, sehingga pembangunannya belum tuntas. Dalam waktu dekat kita akan bersama masyarakat gotong royong, sebab anggaran pembangunan sudah habis dibelanja dan dibagikan kepada masyarakat,” ujarnya.
Anselmus membantah dugaan masyarakat bahwa sebagian dana desa ia gunakan untuk keperluan pribadinya, termasuk membiayai istrinya saat menjadi Caleg.
“Semua material sudah dibagikan dengan nilai sesuai anggaranya sebanyak Rp 17 juta per satu unit rumah bantuan. Tidak benar jika dibilang dana desa digunakan untuk istri calon depeer,” tegasnya, singkat. (sel/sel)