sergap.id, KUPANG – Usaha kecil yang dibina International Fund For Agricultural Development (IFAD) atau Lembaga Keuangan Internasional untuk pertanian milik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bekerja sama dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan, serta Pemerintah Kota Kupang kini mulai mengalami kebangkrutan.
Misalnya yang dialami oleh kelompok usaha steak ikan, abon ikan dan nugget ikan yang terletak di Rt032 yang dipimpin ibu Thobias Nenu, dan di Rt 024 Rw09 Kelurahan Lasiana, Kota Kupang yang dipimpin oleh ibu Wati Ibrahim.
Kelompok ini nyaris bubar lantaran ibu-ibu kelompok lebih memilih melakukan pekerjaan lain ketimbang menjalankan usaha yang telah mereka bangun bersama IFAD.
Bahkan rumah pengolahan ikan lebih sering ditutup dan digunakan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab untuk tidur-tiduran.
Padahal kelompok ini dibentuk untuk masyarakat tidak mampu yang berada di pesisir pantai, agar dapat mengolah hasil tangkapan nelayan Lasiana – Manikin, lalu dikemas dan dijual dengan nilai ekonomis tinggi.
Kelompok ini hanya aktif saat petugas IFAD masih berada di Kupang dan masa kontraknya masih berjalan. Tapi setelah masa kontrak selesai, kelompok ini pasif dan produksi yang dilakukan hanya 1 atau 2 kali dalam satu bulan, bahkan kadang tidak sama sekali.
Lurah Lasiana, Yesriel Henukh, SH, yang ditemui SERGAP.ID di kantornya, menjelaskan bahwa pihaknya selaku Komite Pemberdayaan terus berupaya mencari solusi untuk kelompk tersebut.
Masalah yang ditemukan adalah hasil produksi ikan kelompok binaan itu tidak memenuhi kuota permintaan konsumen, tidak laku di pasar, mengalami kekurangan modal usaha, dan para pengusaha besar yang bergerak di bidang kuliner membeli hasil produk olahan ibu-ibu dengan cara bon atau pembayaran dilakukan setelah barang laku terjual.
Henukh juga menjelaskan kalau kelurahan selalu membantu hingga kelompok tersebut sudah memiliki koperasi.
Ketika ditanya tentang rumah produksi yang selalu ditutup dan anggota kelompok tidak lagi aktif bekerja, Henukh mengaku, hal itu terjadi lantaran kelompok tidak mau berusaha lagi, serta anggota kelompok lebih memilih pekerjaan lain.
“Padahal usaha ini dapat menghasilkan uang yang banyak lohhh.” Katanya sambil mengajak SERGAP.ID mendatangi lokasi binaan.
Wati Ibrahim yang didatangi SERGAP.ID di rumahnya, mengaku, anggota kelompoknya sudah banyak yang berhenti, dan hasil produksi mereka kurang laku terjual.
“Dulu ada turis dari Jerman yang coba makan, karena rasanya enak, maka dia bawa banyak sekali”, ujar Wati diamini suaminya.
Di hadapan Lurah Lasiana, Wati meminta pemerintah untuk membantu promosi dengan mendirikan kedai jajanan khas Lasiana. “Karena selama ini kami hanya titip (barang dagangan) di kios-kios saja,” katanya.
Kata Wati, kendala lain yang dihadapi kelompoknya adalah mahalnya harga ikan. “Mereka itu tahu kami ini memproduksi hasil olahan ikan, makanya mereka jual dengan harga tinggi,” ucapnya.
Wati mengatakan ia sudah melaporkan masalah mereka ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kupang lewat kelurahan, tetapi belum ditanggapi hingga sekarang.
Kepala Dinas (Kadis) Kelautan dan Perikanan Kota Kupang, Orson G. Nawa, SH, yang ditemui SERGAP.ID di ruang kerjanya, Jumat (27/10/17), membantah pernyataan Wati.
Nawa mengaku pihaknya telah maksimal membantu kelompok binaan IFAD. “Kami tidak bisa mengintervensi hasil produk mereka sebab itu karya privasi mereka. Jual beli itu adalah kesepakatan mereka dengan pihak lain, kalau usaha macet jangan salahkan kami dong,” tegas Nawa.
Nawa meminta masyarakat yang telah direkrut dan dibina IFAD agar bertangung jawab, walau tidak ada sanksi, karena dana yang diberikan bersifat bantuan.
“Kami terus meningkatkan pemberdayaan dan sumber daya kepada masyarakat untuk memperkuat ekonomi. Kalau dikatakan kami cuek, itu keliru,” ucap Nawa. (fwl/fwl)