OEMATALILO merupakan kampung kecil yang hanya dihuni 10 Kepala Keluarga (KK). Kampung ini berada di Desa Serubeba, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Sampai saat ini listrik belum masuk ke kampung saya karena berbagai alasan dari pihak Desa,” beber Ferdy Serah, warga Oematalilo, kepada SERGAP, Selasa (26/5/20).
Ayah dari pria yang kini berusia 34 tahun itu memiliki talenta luar biasa. Itu sebabnya, ayahnya bisa bekerja sebagai petani, sebagai nelayan, dan penyadap lontar yang dalam bahasa lokal disebut iris tuak.
“Cita-cita saya adalah menikah muda seperti Bapak saya. Tidak ada cita-cita lain yang diharapkan. Karena saya sadar bahwa kemampuan keuangan orang tua saya terbatas, walaupun saya adalah salah satu murid pintar di kelas. Tapi saat itu saya tidak punya tujuan hidup. Intinya saya pernah mengalami masa-masa yang sangat sulit,” bebernya.
Ferdy mengaku, ia hampir putus sekolah saat duduk kelas 4 SD, karena ia sempat berpikir untuk apa sekolah? Apalagi harus jalan kaki sepanjang 2 kilo meter untuk sampai ke sekolahnya.
“Kalau musim hujan harus lewati banjir di sungai. Karena belum ada jembatan seperti sekarang. Selain itu juga lewati lumpur sedalam lutut orang dewasa. Saat SMP pun tetap jalan kaki sekitar 4 kilo meter dan melewati tantangan yang sama jika musim hujan. Begitupun saat SMA di Baa, jalan kaki sekitar 3 kilo meter,” paparnya.
Namun tantangan tersebut membuat Ferdy mengerti arti hidup dan makin menghargai hidup.
“Saya mulai menghargai hidup saat mulai memasuki bangku SMA. Saya merasakan bahwa Tuhan begitu luar biasa dalam hidup. Saya mulai bekerja untuk membiayai sekolah saya sendiri. Saya lakukan apa saja yang bisa saya kerjakan selama pekerjaan itu halal. Saya mulai berbalik kepada Tuhan dan selalu bersyukur dalam hidup. Saya lebih fokus belajar tentang akuntansi dan bahasa Inggris saat di bangku kelas 3 SMA. Selain itu saya aktif sebagai pemain musik di gereja-gereja dan KKR,” katanya.
Ferdy pun sempat berniat menjadi seorang Pendeta, bahkan sempat dipanggil untuk sekolah Pendeta. Namun akhirnya ia memilih bidang akuntansi.
“Waktu itu saya berpikir bahwa mungkin Tuhan memanggil saya untuk menjadi seorang Pendeta. Saya dapat tawaran beasiswa di STT Sati Malang, tapi saya tidak merespon. Bahkan setelah lulus SMA saya masih dikirimi formulir untuk tawaran yang sama, tapi saya lebih memilih untuk berdoa dulu, tanya orang tua, dan pemimpin Rohani saya. Manusia boleh berencana tapi Tuhan yang menentukan. Akhirnya saya memilih untuk bekerja dan membantu beberapa komunitas sosial di Kupang hingga saya mengerti bahwa kemampuan saya adalah dalam bidang legal dan akuntansi,” ucapnya.
Saya membangun hubungan baik dengan orang-orang yang saya kenal, lanjut Ferdy, saya juga jaga kepercayaan yang mereka berikan. Akhirnya di awal Tahun 2010, saya dipanggil ke Bali untuk menjadi Manajer Keuangan di salah satu perusahaan Modal asing yang bergerak di Industri Kapal Yacht.
Saya juga pernah bekerja di Sekolah International selama tiga tahun sebagai Akuntan. Selain itu saya pergunakan waktu luang untuk bekerja sampingan, bekerja di restoran, sebagai konsultan pajak, dan bekerja sebagai tukang bersih halte Bis Sarbagita di Kuta.
Bagi saya bekerja bukan hanya soal seragam dan jabatan, tapi bekerja adalah prinsip dan tanggung jawab diri dan moral. Seratus ribu akan terasa satu milyar bila kamu menghasilkan dari keringatmu sendiri.
Spesialisasi dalam kebijakan legalisasi bisnis, pajak, akuntansi, dan kepatuhan; saya direkomendasikan oleh teman ke sebuah perusahaan asing yang mempunyai visi dan misi yang sama yaitu Business as Mission (Bisnis sebagai Misi).
Sudah empat tahun saya bekerja sebagai Manajer Operasional, dipercayakan untuk mengontrol seluruh operasional, klien, keuangan dan semua proyek di Indonesia.
Saya peduli dengan pekerjaan dan orang-orang yang bekerja dengan saya. Beberapa klien saya saat ini adalah orang-orang yang pernah saya bantu dan juga memberikan feedback yang baik tentang pekerjaan saya.
Dari semua pengalaman dan feedback yang baik ini, saya pergunakan untuk mendirikan bsinis sendiri. Hingga saat ini ada empat perusahaan di Bali yang saya dirikan dengan dua mitra orang asing yang masih muda juga, masing-masing perusahaan bergerak dalam bidang Konsultasi Bisnis & Investasi, Penyelenggara Acara Musik & Retreat, fashion & Jewelry dan juga Perusahaan Design & Kontruksi. Selain itu saya juga punya beberapa usaha kecil di Kupang dan Rote.
“Kesuksesan bersumber dari perbuatan. Orang yang sukses terus melakukan usaha. Orang sukses bahkan membuat kesalahan, namun mereka tidak berhenti usaha,” kata Ferdy mengutip kata bijak Cobrad Hilton.
Di akhir kata, Ferdy memberi petuah, muliakanlah Tuhan dengan pekerjaanmu, jangan berputus asa atau menyerah jika saat ini pekerjaanmu lebih besar dari pendapatanmu, tetap berusaha dan bekerja keras sehingga suatu saat pendapatanmu melebihi pekerjaanmu! Berikan bagiannya Tuhan, nikmati bersama keluargamu dan bersyukurlah!
“Bisnis, rumah, tanah, mobil, jaminan hari tua, jaminan kesehatan dan aset-aset yang lain, semua itu saya capai dengan berdoa dan bekerja keras, dan pastinya butuh proses. Terima kasih juga untuk istri yang selalu setia menemani, menjadi penolong dan pendoa bagi saya,” ucapnya.
Ferdy adalah cerita sukses anak kampung yang awalnya tidak punya harapan hidup, tetapi diberkati dan diangkat oleh Tuhan menjadi orang yang sukses. Kisahnya patut dijadikan teladan untuk meraih sukses. Good Job! (adv/red)
Luar biasa Pak Ferdi.
Tuhan menyertai dan memberkati. Amin