sergap. Id, KUPANG – Festival makan jagung Bose, daging Se’i, dan sambal Lu’at (BSL) yang digelar Pemkot Kupang pada Sabtu (21/4/18) pagi di Jalan El Tari, Kota Kupang, memecahkan rekor dunia.
Rekor tersebut disematkan oleh Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID).
Menurut Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore (JRK), pemberian rekor ini merupakan hadiah terindah bagi Kota Kupang yang akan berulang tahun ke 22 pada tanggal 25 April 2018 mendatang.
Festival yang dilangsungkan di area Car Free Day dan diikuti oleh 18.650 peserta itu dibuka oleh JRK dan dihadiri oleh Wakil Wali Kota Kupang Hermanus Man, Sekda Kota Kupang Bernadus Benu, Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno, Ketua LEPRID Paulus Pangka, dan sejumlah pejabat lingkup Pemkot Kupang dan Forkopimda NTT.
JRK dalam sambutannya, mengucapkan terimakasih kepada masyarakat Kota Kupang yang telah berpartisipasi dalam Festival BSL.
Ia menegaskan bahwa tujuan festival pertama di Kota Kupang ini adalah untuk memperkenalkan kembali kuliner lokal yang akhir-akhir ini mulai dilupakan oleh masyakat.
“Ini baru pertama kali dibuat di Kota Kupang. Ini juga ide dari Bapak Wakil Wali Kota Kupang Herman Man dan Ibu Nuri yang adalah pimpinan pada salah satu Dinas di Kota Kupang. Masyarakat yang datang begitu banyak untuk merasakan Bose, Se’i dan sambal Lu’at. Saya berharap Bose, Se’i dan Lu’at akan menjadi ikon kuliner Kota Kupang. Ini akan kita jadikan sebagai tradisi baru,” papar JRK.
Dia menegaskan, biaya festival BSL tidak menggunakan dana APBD Kota Kupang.
“Ini tidak satu rupiah pun yang dikeluarkan dari APBD. Ini murni kreatifitas masyarakat. Ini hasil dari para pejuang (pedagang) kuliner. Terima kasih,” ujar JRK yang langsung disambut tepuk sorak ribuan masyarakat yang hadir
Kata JRK, dalam festival BSL, pihaknya sangat memperhatikan aspek kesehatan dan kebersihan makanan. “Kita angkat hal-hal yang baik yang ada di kota ini,” tegasnya.
Usai JRK memberi sambutkan, Ketua LEPRID, Paulus Pangka langsung menyerahkan piagam dan sertifikat rekor festival BSL kepada JRK.
“Ini prestasi baru yang membanggakan kita semua, dan semoga dengan ini mengangkat pangan lokal agar semakin dikenal,” imbuh Paulus.
Festival BSL yang dilaksanakan sejak pukul 06.00 hingga 10.00 Wita tersebut ditonton oleh lebih dari 50 ribu masyarakat Kota Kupang.
Sejumlah warga berharap festival ini dapat dilakukan rutin setiap tahun jelang HUT Kota Kupang.
“Ini luar biasa. Ini bentuk promosi wisata model baru. Ini cara baru menarik wisatawan untuk datang dan menikmati kuliner NTT,” ungkap Eche, gadis manis yang kini masih kuliah di salah satu Perguruan Tinggi di Kota Kupang.
Kepala Sekolah SMPK St Yoseph Kupang, Amanche Ninu, Pr, mengaku, festival ini merupakan kegiatan positif. Selain mempromosikan potensi wisata, juga sebagai ajang mempertemukan masyarakat yang belakangan mulai menjauh dari rasa sosial.
“Perjumpaan masyarakat lintas suku, agama, lintas karya, para pejabat, masayarakat biasa, anak-anak, dan lainnya adalah bentuk interaksi. Memang isi kegiatan itu penting, tetapi saat orang jalan-jalan dan saling jumpa lalu senyum, itu adalah ekspresi spontan yang membahagiakan, dan nilai kemanusiaan sangat luar biasa. Saya secara pribadi mengapresiasi kegiatan yang dibuat oleh Pemkot ini sebagai hal yang baik karena mengangkat budaya lokal. Saran saya, ke depan tidak saja kuliner, tetapi juga budaya-budaya lokal bisa diangkat supaya tidak punah atau hilang,” ucap Amance.
Menariknya, festival ini juga diramaikan oleh gadis-gadis dan ibu-ibu asal Bima, Provinsi NTB. Dengan ramah, mereka menawarkan kupon makan kepada masyarakat yang bersedia menjadi peserta festival BSL.
Ketua Kerukunan Bima Dompu di Kota Kupang, Aladin, S. Ag, MH, mengatakan, keikutsertaan mereka adalah bentuk partisipasi terhadap pembangunan Kota Kupang.
“Kami sudah lama menetap di Kota Kupang. Kami senang pemerintah mau memperkenalkan makanan lokal. Kami berharap, ke depan dapat memberdayakan ekonomi masyarakat bawah dan menengah. Ini merupakan peluang menciptakan lapangan kerja baru,” kata Aladin. (fwl/fwl)