sergap.Id, KUPANG – Minggu (11/3/18) jam 02.15 siang, NTT kembali dikirimi kado duka dari Negeri Jiran, Malaysia, berupa 2 peti jenasah.
Satu jenasah perempuan bernama Milka Boimau asal Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, dan satu jasad laki-laki bernama Mateus Seman asal Kampung Mbeling, Desa Gunung Liwut, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur.
Waktu kedatangan dua jenasah via Bandara El Tari Kupang itu hampir bersamaan dengan pesawat yang berbeda. Jenasah Milka Boimau dijemput oleh keluarganya, sedangkan jenasah Mateus Seman tidak dijemput oleh seorang pun.
Sebelum diberangkatkan ke Amarasi, jenasah Milka Boimau terlebih dahulu didoakan oleh keluarga yang dipimpin oleh Ketua Badan Pembantu Pelayanan Advokasi Hukum dan Perdamaian Sinode GMIT, Pendeta Emmy Sahertian.
Sementara jenasah almarhum Mateus Seman didoakan oleh Sr. Laurent, PI yang dihadirkan oleh para aktivis anti trafficking saat menjemput kedua jenasah.
Data kematian Mateus Seman yang ditulis oleh Konsulat RI Tawau, Malaysia, menyebutkan, Mateus Seman meninggal karena Coronary Artery Thrombosis. Pria berusia 43 tahun ini meninggal pada tanggal 5 Maret 2018 di Brought In Dead To Hospital Lahad Datu Sabah.
Saul Boimau, saudara kandung almarhumah Milka Boimau kepada SERGAP mengatakan, pihaknya tidak tahu sejak kapan Milka berangkat kerja ke Malaysia. Berita kematian Milka justru didapat dari BP3TKI Kupang setelah mendapat informasi dari perusahaan tempat Milka bekerja.
Kata Saul, semua data diri Milka dipalsukan. Itu artinya Milka dikirim ke Malaysia secara ilegal oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang mengirimnya.
“Kami asal dari Desa Nunbes, sedangkan dalam data Milka, dia berasal dari Desa Oasena, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang. Dalam data kematian, umurnya 38 tahun. Padahal saya sendiri sudah berusia 78 tahun. Itu berarti dia (Milka) sudah berusia lebih dari 60 tahun,” papar Saul.
Menurut Saul, Milka adalah anak ke 6 dari 7 bersaudara. Almarhum sendiri tidak menikah, tetapi memiliki satu anak perempuan, sekarang berusia 36 tahun, namanya Glorya Boimau.
“Kami tidak tahu berangkatnya kapan dan siapa yang urus dia jalan. Kami akan proses hukum supaya perekrutnya ditangkap,” tegas Saul sambil berlinangan air mata.
Informasi yang disampaikan salah satu staf BP3TKI Kupang kepada SERGAP, menyebutkan, Milka Boimau meninggal di Penang, Malaysia pada tanggal 7 Maret 2018. Informasi kematiannya baru diketahui KJRI Penang pada tanggal 8 Maret 2018.
Pihak KJRI kemudian memanggil majikan Milka atas nama Khoor Choon Huat yang beralamat di Nomor 2 Lorong Cegar 12, Taman Cegar, 14100 Simpang Ampat, Pulau Pinang, Malaysia untuk dimintai keterangan soal penyebab kematian Milka.
Milka disebut meninggal karena sesak napas. Namun saat keluarga membuka peti jenasah pada Minggu (11/3/18) sore, keluarga mendapati tubuh Milka mulai dari leher hingga perut penuh dengan bekas jahitan. Seketikan menjadi heboh hingga ke media sosial facebook.
Kepala BP3TKI Kupang, Tato Tirang, melalui Kepala Seksi Perlindungan dan Penempatan BP3TKI Kupang, Timoteus Kopong, menjelaskan, soal jahitan tersebut erat kaitannya dengan aturan di Malaysia.
“Tanpa persetujuan dari keluarga pun tetap diotopsi. Jadi kita tidak bisa intervensi. Itu diotopsi oleh polisi. Karena Undang-Undang Malaysia begitu. Semua yang meninggal harus diotopsi. Orang meninggal di sana semua ditangani polisi. Kan bapak sudah terima banyak kasus kematian dari Malaysia. Pasti ada post mortemnya. Itu SOP Malaysia. Mohon dijelaskan pak, mereka kan berada di negara lain. Harus tunduk kepada aturan negara setempat, berbeda dengan di Indonesia. Ini pesan WA dari KJRI Penang Pak,” papar Kopong kepada SERGAP via WhatsApp, Minggu (11/3/18) malam.
Walau begitu, Ketua Badan Pembantu Pelayanan Advokasi Hukum dan Perdamaian Sinode GMIT, Pdt Emmy Sahertian mengatakan, pihaknya akan mendorong keluarga untuk dilakukan otopsi ulang.
“Kami dari Sinode GMIT siap mendampingi. Sebab ini ada yang aneh dari jenasah almarhum Milka Boimau,” tegas Pdt Emmy.
Data BP3TKI Kupang menyebutkan, sejak Januari hingga Maret 2018, sudah 15 Jenasah TKI asal NTT yang dikirim pulang dari Malaysia. Jumlah ini belum termasuk korban meninggal di Malaysia yang tidak bisa dipulangkan dan akhirnya dikubur di Malaysia. (fwl/fwl)