Home Daerah Nagekeo Pater Kamilus Bantah Demo FRB Ditunggangi Kontraktor, Logo: Kenapa Disegel?

Pater Kamilus Bantah Demo FRB Ditunggangi Kontraktor, Logo: Kenapa Disegel?

Gua Maria Aemau

sergap.id, MBAY – Pastor Paroki Kristur Raja Jawakisa, RP Kamilus Ndona Sopi CP, membantah demo Forum Rendu Bersatu (FRB) di Kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Nagekeo pada Kamis (14/11/19) lalu, ditunggangi kontraktor.

“Kami tidak ditunggangi siapa pun. Kami punya harkat dan martabat,” ujar Kamilus dengan nada tinggi saat menghubungi SERGAP via handphone pada Minggu (17/11/19) pagi.

Dia menyebut, demo yang dilakukan FRB memiliki kolerasi dengan kehadiran AMP PT SAK. Sebab demo tersebut dipicu oleh kasus tenggelamnya dua anak di area AMP PT SAK dan kematian sepasang suami istri akibat terlindas truk yang memuat material dari AMP PT SAK.

“Material itu di bawa dari luar oleh PT SAK, oleh kendaraan yang bersangkutan, apakah itu bukan ada korelasi,” tohoknya.

Menurut dia, lahan-lahan di wilayah Rendu, termasuk lahan AMP PT SAK, merupakan tanah adat yang tidak diperjualbelikan atau disewa pakai oleh siapa pun.

“Ini tanah ulayat, warisan leluhur. Pesan leluhur Rendu, tidak boleh perjualbelikan atau disewa pakai oleh siapa pun. (Apalagi) disana ada Gua Bunda Maria tempat ziarah kami.  Sekarang umat tidak bisa pakai lagi Gua Maria itu. Karena polusi udara, ributnya mesin-mesin (AMP) itu,” kata Kamilus.

“Tahun lalu, 2 umat saya, kakak beradik (mati) tenggelam disitu (area AMP PT SAK). Karena sungai dikeruk tiap hari oleh PT SAK.  Sungai menjadi dalam. Tidak ada lagi batu pasir disitu. Kerusakan ekologi sangat parah di sepanjang sungai itu. Sudah berkilo meter mereka keruk batu pasir, baik yang dipinggir sungai, maupun di dalam sungai,” beber Kamilus.

“Maaf tadi saya tersulut emosi. Saya nada tinggi, karena saya kaget (baca berita: Demonstrasi Diduga Ditunggangi Kontraktor). Mohon dimaklumi. Karena situasi batin kami sangat tertekan,” tambahnya.

Pastor yang akrab disapa Pater Kamilus itu kembali menjelaskan bahwa lahan AMP PT SAK merupakan bagian dari tanah milik bersama masyarakat Rendu.

“Karena itu tanah rampasan perang dulu. Bukan tanah milik pribadi. Gejolak ini sudah lama sejak adanya AMP PT SAK. Hanya kami berusaha membendung. Tapi karena kemarin ada peristiwa kematian itu, maka tidak bisa sabar lagi masyarakat disini,” ucap Kamilus.

Kamilus mengatakan, ada dua alasan demo FRB menolak AMP PT SAK.

Pertama, adanya kerusakan ekologi hingga mengakibatkan dua anak kakak beradik meninggal dunia akibat tenggelam di sungai yang dalam karena dikeruk oleh PT SAK.

Kedua, umat tidak bisa lagi menggunakan Gua Maria untuh berziarah atau merayakan Misa Ekaristi akibat polusi debu dan ribut mesin yang ditimbulkan oleh peralatan AMP PT SAK.

“Itu yang kami rasakan selama ini,” katanya.

Kamilus mengaku, kehadiran truk dengan kapasitas muatan melebihi daya tampung badan jalan, telah membuat pengendara mobil atau sepeda motor sangat terganggu saat melewati jalan yang setiap hari dilalui truk milik PT SAK atau truk yang bolak balik membeli material dari AMP PT SAK.

“Bupati, para pejabat, dan de pe er juga merasakan itu. Mereka menyampaikan keluhan yang sama dengan kami,” timpalnya.

Apalagi, lanjut Kamilus, sikap para sopir truk selalu tidak peduli dengan kendaraan kecil. Mereka tidak pernah minggir kalau berpapasan dengan kendaraan lain.

Kami selalu mengalah. Kami terpaksa minggir.  Sementara bahu jalan sudah pada rusak dan terjal akibat terkuras banjir.

Peristiwa kematian suami istri itu bukan karena jalan sempit. Kejadian itu terjadi di jalan rata yang luas. Mengapa sopir truk itu tidak mengalah? Coba dia ke kiri atau berhenti dan biarkan kendaraan kecil lewat, maka kasus (laka lantas) itu tidak terjadi.

Yang terjadi justru, (saat suami istri itu ingin mendahului truk), truk juga ikut laju (tancap gas). Suami istri itu gugup lalu jatuh (ke dalam kolong truk).

Saya sangat sesalkan.  (Karena kejadian itu) bukan di tempat sempit atau tikungan. Kalau di tempat sempit atau tikungan, kita bisa maklumi, karena tidak bisa lewat. Tapi ini di jalan yang sangat luas. Hanya saja sopir itu tidak mau keluar dari badan jalan. Akibatnya (suami istri itu) terlindas (ban truk).

Material yang bertebaran di sepanjang jalan akibat tumpah dari bak truk juga membuat banyak pengendara sepeda motor sering kali mengalami kecelakaan. Mereka jatuh karena tergelincir material yang berceceran di aspal (badan jalan).

Bukan hanya orang Rendu saja. Orang-orang dari luar juga pernah jatuh disitu.

Material di lokasi AMP PT SAK sekarang ini sudah tidak ada, sudah kosong. Tidak ada batu lagi. Tidak ada pasir lagi. Yang ada tinggal cadangan tanah murni yang sudah dikeruk.

Sekarang ini mereka (PT SAK) ambil material dari kali Aesesa, di wilayah Tale dan Pua Sabi. Material itu dibawa ke Aemau (AMP PT SAK). Material itu dimuat pakai kendaraan yang sama. Lalu dari AMP mereka muat kerikil jadi ke lokasi proyek. Kami lihat langsung mereka bolak balik seperti itu.

Kamilus mengaku, Gua Maria yang berada di dekat AMP PT SAK dibangun lebih dahulu dari AMP PT SAK. Namun pengakuannnya dibantah oleh pemilik tanah AMP PT SAK, Ferdinandus Logo (41 Tahun).

“Di lokasi dekat AMP itu memang ada Gua Maria, tetapi Gua itu di bangun kemudian. Gua itu di bangun atas permintaan Pastor Paroki Stela Maris Danga, Romo Paskalis Nong Baba, Pr. Saat itu Romo minta tanah di bapak saya, sedangkan materialnya ditanggung oleh PT SAK,” tegas Logo saat ditemui SERGAP, Senin (18/11/19).

Ferdinandus Logo

Logo juga membantah pernyataan Kamilus bahwa lahan AMP tersebut merupakan bagian dari tanah ulayat milik masyarakat Rendu.

“Tanah ini milik pribadi bapak saya. Bagian Utara berbatasan dengan Pusu Manu, Selatan dengan Rata Beje , Timur dengan Sungai Aemau, dan Barat dengan Kali Mati (Lowo),” tegasnya.

Kata Logo, lahan AMP itu dikontrak oleh PT SAK selama 10 tahun sejak 2010 dan akan berakhir 2020.

Perjanjian sewa pakai tersebut ditandatangani oleh Dominikus Dapa dan disaksikan oleh kedua adiknya, yakni Lukas Wa’o dan Fransiskus Dero.

“Saat penandatanganan kontrak tidak ada satu orang pun yang komplain. Tapi menjelang akhir kontrak, tiba-tiba ada orang yang mengklaim sebagai pemilik. Aneh…,” ucap Logo, sinis.

Menurut Logo, usai FRB demo di Kantor Bupati dan Kantor DPRD Nagekeo, ada oknum tidak bertanggungjawab yang menyegel pintu masuk AMP PT SAK.

“Saya minta tidak terjadi lagi penyegelan. Kalau terjadi lagi, saya akan lapor polisi. Saya dan keluarga besar kecewa dengan disegelnya pintu masuk menuju AMP ini. Saya tidak sedang membela PT SAK, tetapi kejadian (meninggalnya suami istri) di tempat lain, kenapa tempat lain yang disegel? Tanah yang dikontrak PT SAK ini milik pribadi bapak saya,” tegasnya.

Philipus Seda

Keterangan Logo soal Gua Maria dibangun setelah AMP PT SAK beroperasi diakui juga oleh Pilipus Seda (65).

“Saya yang menjadi kepala tukang saat pembangunan Gua Maria itu. Sebelum dikerjakan, dilakukan dulu seremoni adat yang dipimpin oleh bapak Dominikus Dapa,” ucapnya.

Seda juga membantah peryataan Kamilus yang mengatakan bahwa umatnya tidak bisa berziarah ke Gua Maria karena terganggu dengan keberadaan AMP PT SAK.

“Kami tidak merasa ada pencemaran. Kami tetap doa seperti biasa di gua itu,” kata Seda.

Mantan Pastor Paroki Stela Maris Danga, Romo Paskalis Nong Baba, Pr, ketika ditemui SERGAP di Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo, pada Senin (18/11/19), menegaskan, gua tersebut dibangun saat dirinya masih menjabat sebagai Pastor Paroki Danga.

Romo Paskalis Nong Baba

“Lokasi untuk pembangunan gua itu saya minta di Bapak Dominikus Dapa dan keluarga besarnya. Mereka dengan suka rela memberikan tanah itu untuk pembangunan Gua Maria. Gua itu diresmikan pada tanggal 22 Oktober 2006, dan pada tanggal 31 Oktober 2006 umat dari Paroki Stela Maris Danga melakukan ziarah perdana,” ujar Romo Paskalis. (cis/sg)

Tidak Ada Komentar

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version