sergap.id, BETUN – Perayaan hari lahir Pancasila, Sabtu, 1 Juni 2019, di Kabupaten Malaka diwarnai aksi demo para mahasiswa yang tergabung dalam forum Gerakan Peduli Rakyat (Gempar).
Aksi yang didukung GMNI Belu/DPK Malaka, Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA) Malaka, dan Persatuan Mahasiswa Malaka (PERMALA) ini berlangsung di Betun, ibukota Malaka, dan dikawal ketat oleh Kapolsek Malaka Tengah bersama anggotanya.
Dalam aksinya, selain membawa bendera organisasinya, para demonstran juga membentang spanduk bertuliskan “Malaka Darurat Demokrasi”.
Ketua DPC Pospera Malaka, Paskalis Wandelinus Nahak dalam orasinya, mengatakatan, kebijakan-kebijakan Pemda Malaka, hanya mementingkan kepentingan elit, dan kepentingan mereka yang kaya.
“Sedangkan masyarakat selalu ditindas, dikriminalisasi, ratusan mayarakat mengeluh, menangis menanyakan bagaimana keadilan terjadi?,” ucapnya.
Paskalis menjelaskan, sudah hampir dua tahun sejak meninggalnya Wakil Bupati Malaka, Bupati Malaka hanya seorang diri menjalankan roda pererintahan.
“Akibatnya, Bupati membuat kebijakan-kebijakan atas kemauan kepentingan kelompoknya, kroninya, dan keluarganya,” kata Paskalis.
Menurut dia, Malaka sebagai kabupaten baru sangat membutuhkan kebijakan yang transparan sesuai aturan yang berlaku, sehingga Malaka bebas dari indikasi korupsi.
“Faktanya, sejak meninggalnya Wakil Bupati Malaka, hampir semua Kepala Dinas diperiksa penyidik Tipikor Polres Belu dan Tipikor Polda NTT akibat salah mengunakan kebijakan dan jabatan. Bahkan hampir semua desa di Malaka terindindikasi korupsi akibat mengikuti kebijakan kelompok golongan orang kaya baru di Malaka,” beber Paskali.
Ketua DPC GMNI BELU/DPK Malaka, Hendrianus A. Modok, dalam orasinya mempertanyakan kekosongan jabatan Wakil Bupati Malaka.
“Rakyat butuh wakil Bupati, walau Bupati bersama elit politik di Malaka tidak butuh Wakil Bupati,” tegasnya.
Menurut Hendrikus, kurang transparannya Bupati Malaka dalam mengambil kebijkan, membuat Malaka kini dalam keadaan darurat demokrasi.
“Semua kebijakan diatur sesuai keinginan, kepentingan bendera berwarna kuning, warna merah, warna biru, serta warna lainya. Dimana partai pengusung? Dimana dewan perwakilan rakyat? Masyarakat menngeluh, menangis, dana bos triwulan 3 dan 4 tahun 2018 tidak dicairkan, gaji sertifikasi guru dicairkan hanya untuk kepentingan kelompok, sedangkan kelompok kalah dalam Pilkada lalu diintimidasi, dibiarkan menderita, hingga meminta maaf atau bersujud kepada elit politik barulah dicairkan, bagimana demokrasi ini, bagimana keadilan?,” paparnya.
Di ujung aksi, orator GEMPAR menyampaikan pernyataan sikap mereka, yakni:
Pertama, meminta semua masyarakat mendesak dan mendukung penuh Kejari Belu dan Polres Belu, mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana desa dan dana APBD Kabupaten Malaka.
Kedua, medesak Inspektorat Malaka mengaudit pengelolaan dana desa dan memberikan laporan secara transparan kepada masyarakat. Sebab pengelolaan dana desa banyak terindikasi kosupsi.
Ketiga, mendesak kepala dinas PKPO Kabupaten Malaka, segera mencairkan dana bos tingkat SD dan SMP tahun 2018 triwulan 3 dan 4 yang belum dicairkan.
Keempat, mendesak Dinas PKPO Malaka segera membayar tunjangan sertifikasi guru yang belum dibayar sejak tahun 2014 hingga tahun 2019. (sel/sel)