sergap. Id, KUPANG – Ade Badhe, perempuan berusia 25 tahun asal Dusun Serowulu, RT 006 RW 00, Desa Detubinga, Kecamatan Tanawawo, Kabupaten Sikka meningal dunia di Perak, Malaysia.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) beragama Katoilik ini diketahui meninggal pada 1 Mei 2018 pukul 21.20 waktu setempat, akibat dipagut ular berbisa di belakang rumahnya.
Jenasahnya telah dipulangkan dengan pesawat Garuda Airlines (GA) dengan nomor penerbangan GA 817 pada Selasa 8 Mei 2018 dari Kuala Lumpur menuju Jakarta dan Rabu 9 Mei 2018 dengan GA 438 dari Jakarta ke Kupang.
Sementara ini, jenasah almarhumah masih disemayamkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof W.Z Yohanes Kupang dan pada Jumat 11 Mei 2018 nanti baru akan diterbangkan ke Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, selanjutnya menuju Desa Detubinga.
Dalam dokumen kematian yang diterbitkan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur bernomor 0398/SK-JNH/05/2018, almarhumah diketahui tidak memiliki pekerjaan, dan berstatus sebagai TKI ilegal di Malaysia.
Atas permintaan Ignasius Ino, sepupu almarhumah yang berada di Malaysia, jenasah Ade akhirnya bisa dipulangkan ke kampung halamannya.
Kepada SERGAP, Agustius Sola, salah satu keluarga almarhumah di Kupang, mengaku, pihaknya baru mendapat kabar kematian Ade pada hari Jumat tanggal 4 Mei 2018.
Kabarnya, setelah makan, almarhumah keluar ke belakang rumah dan di situ ia dipagut ular. Dia lantas dilarikan ke rumah sakit oleh saudara seasal yang tinggal di dekat rumahnya. Kasus kematiannya pun langsung dilaporkan ke polisi setempat.
Karena dianggap mati tidak wajar (Unascertained Death Consistent With Natural Death), akhirnya pihak berwenang setempat melakukan otopsi jasad almarhumah di Rumah Sakit Perak.
“Ini kami dengar dari Kedubes. Tapi karena di Malaysia ada pemilihan Perdana Menteri, maka urusan (pemulangan jenasah) agak tersendat,” papar Sola.
Sola menyayangkan kepergian Ade ke Malaysia tanpa dilengkapi dokumen resmi sebagai TKI.
“Sudah begini kita mau bagaimana? Dia sudah berkeluarga dan anaknya sekarang tinggal di kampung. Dia dan suaminya sudah sekitar 4 tahun tinggal di Malaysia. Awalnya proses pemulangan jenasah kami tidak tahu caranya. Ternyata dibantu Kedubes dan BP3TKI. Oleh karena itu saya berterimakasih untuk pihak-pihak yang telah menolong kami memulangkan jenasah anggota keluarga kami ini,” ujar Sola dengan mata berkaca-kaca.
Sejauh ini atau sejak Januari hingga Mei 2018, sudah 31 jenasah TKI ilegal dan legal asal NTT, termasuk 1 orang bayi yang meninggal di Malaysia
“Saya sangat prihatin dengan para pekerja migran asal NTT ini. Kenapa? Karena mereka pulang ke NTT selalu dalam keadaan bawa penyakit atau dipulangkan dalam peti mati. Kalau pulang ke NTT dalam keadaan hidup berarti tidak sehat karena ada saja penyakit yang diderita, baik itu gangguan fisik maupun psikis,” ucap Diakon Adnan Berkanis anggota JRUK Kupang yang ikut menjemput jenasah Ade di Bandara El Tari Kupang, Rabu (9/5/18).
“Karena itu, kita perlu mengutuk sikap para perekrut dari perusahaan (PJTKI) yang hanya mengejar keuntungan tanpa memantau lebih jauh apakah yang direkrut itu hidup sejahtera atau tidak,” tegas Berkanis.
Ia juga mengajak kaum muda dan semua koalisi anti perdagangan orang, agar mau bekerja sama membangun paradigma baru kepada masyarakat bahwa iming-iming tentang uang banyak di luar negeri adalah tidak benar.
“Karena banyak yang pulang dengan dompet kosong. Alangkah lebih baik mengolah lahan yang ada di kampung karena bisa menghasilkan banyak uang, daripada harus bekerja di luar negeri dan pulang bawa penyakit atau peti mati. Ini bukan berarti kita melarang yang mau bermigrasi. Jika mau migrasi pun bermigrasilah secara benar agar tidak ada yang diuntungkan dan tidak ada yang dikorbankan,” imbuh Diakon asal Keuskupan Agung Kupang ini.
Selain Diakon Berkanis, sejumlah tokoh anti pergadangan manusia di Kupang juga ikut menjemput jenasah Ade di Bandara El Tari, diantaranya Pendeta Emy Sahertian asal Sinode GMIT, Pendeta Ina Djara asal GMIT, Toesny Netta asal JRUK, Suster Pauline Artha Purba asal JPIC PI, sejumlah simpatisan Koalisi Peduli Buruh Migran dan Perantau Asal NTT, serta sekelompok Mahasiswa asal Sikka di Kupang (Sa’ate). (fwl/fwl)