sergap.id, MBAY – Dugaan korupsi kembali terjadi di Kabupaten Nagekeo. Kali ini di Desa Kotadirumali, Kecamatan Keo Tengah pada proyek pembangunan saluran Nuamuri – Maudhelo senilai Rp 160.109.400.
Kuat dugaan proyek tersebut dikerjakan asal jadi atau tidak sesuai dengan spesifikasi berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ada.
Tampak kualitas fisik sangat buruk. Terlihat retak pada tembok dan lantai saluran. Padahal baru selesai dikerjakan.
Warga menduga ini akibat campuran material yang tidak sesuai spek.
“Itu bapak lihat saja sendiri. Proyek apaan begini? Masa kita tusuk pakai jari saja temboknya langsung rusak. Ini campuran tidak mahal. Material batu yang digunakan harus batu besar berukuran 15/20, bukan batu kecil begini,” ungkap RR, warga Kotadirumali kepada SERGAP, Kamis (3/10/19).
Di beberapa titik lantai saluran tampak para pekerja menggunakan batang pisang sebagai dasar timbunan lantai saluran.
Selain itu, proyek yang seharusnya dikerjakan secara swakelola melibatkan masyarakat, justru tampak hanya dikerjakan oleh beberapa orang saja.
Warga lainnya berinisial PT mengatakan, selama ini Pemerintah Desa (Pemdes) tidak transparan dalam mengelola Dana Desa. Akibatnya partisipasi masyarakat sangat lemah. Beberapa pekerjaan terdahulu pun tidak dipasangi papan informasi. Padahal ini sangat penting agar masyarakat bisa mengetahuinya.
PT juga menyinggung soal penunjukan suplayer yang dilakukan oleh Pemdes.
“Sesuai aturan, namanya pemberdayaan suplayer harus dari masyarakat desa setempat, tapi ini malah dapatnya orang luar, padahal masyarakat kami sini banyak yang bisa jadi suplayer. Itu yang suplayernya orang Boawae, masih keluarga dengan Kepala Desa, mungkin supaya gampang kong kali kong,” bebernya.
Selain lemahnya pengawasan yang berimbas pada buruknya kualitas pekerjaan, beberapa pekerja yang berhasil ditemui SERGAP mengakui jika pekerjaan mereka sejak awal tidak dibekali RAB sebagai panduan.
“Kami ini kerja buta saja, tidak tau ukuran material seperti apa, semen berapa pasir berapa, kami minta RAB, tapi TPK (Tim Pengelolah Kegiatan) bilang belum fotocopy. Yang mau kerja tinggal kami ini, masyarakat yang lain tidak mau, soalnya HOKnya kecil,” papar salah seorang pekerja.
Keluhan soal kecilnya upah pekerja juga disampaikan Willem, Kepala Tukang pada proyek saluran Dajawawo-Watunggegha dengan volume 200M dan pagu Rp 93.073.900.
“Kemarin TPK bilang HOK dari pagu Rp 14 juta belum potong pajak lagi, setahu saya HOK itu tidak ada pajak. Kalau potong pajak, kami mau dapat berapa,” ucapnya.
“Selama kami kerja tidak pernah ada yang datang ngawas, RAB juga tidak dikasi, kami mau tanya ke siapa? Pendamping desa saja tidak pernah datang, ya terpaksa kerja saja begini,” tambahnya.
Kepala Desa Kotadirumali, Materinus Mau ketika ditemui SERGAP di ruang kerjanya pada Kamis (03/10/19) mengakui kalau pengawasan terhadap pekerjaan proyek dana desa sangat lemah, termasuk terhadap pekerjaan saluran.
“Saya sudah percayakan semua ke TPK untuk mengawasi semua item pekerjaan, tapi malah ini ada yang kerjanya tidak sesuai RAB, nanti kita akan turun cek kalau memang tidak pas nanti saya bongkar saja. Untuk RAB itu saya sudah bilang ke TPK supaya segera dibagikan ke setiap kepala tukang tapi malah sampai hari ini belum jelas,” paparnya.
Terkait keluhan mengenai biaya Harian Orang Kerja (HOK), dirinya mengaku sudah sesuai RAB.
“Itu semua sudah sesuai RAB, tidak kurang tidak lebih,” tegasnya.
Materinus mengaku, kedepan, ia akan lebih intens melakukan pengawasan terhadap proyek di desanya.
Kata dia, Tahun Anggaran (TA) 2019 Desa Kotadirumali mendapat alokasi dana desa sebesar Rp 1,2 miliar dan Rp 775.597.000 dialokasikan untuk pekerjaan fisik. (sev/sev)