Ratusan pesepeda dari 30 negara bakal ikut ambil bagian dalam Tour de Flores (TdF) Juli 2017. Mereka datang untuk berburu hadiah Rp1 miliar yang disiapkan oleh penyelenggara dari Jakarta.
Fokus peserta adalah hadiah. Namun Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT tak mau tinggal diam. TdF dimanfaatkan sebagai ajang promosi pariwisata yang ada di Lembata dan Flores. Dana APBD pun dipakai untuk sukseskan TdF.
Berapa jumlah APBD I yang dipakai? Rp2,5 miliar! Namun Sampai hari ini pemerintah menutup informasi untuk publik. Itu karena terjadi pro kontra soal keterlibatan pemerintah dalam urusan TdF.
Gubernur NTT bahkan meminta para Bupati di Flores dan Lembata untuk kucurkan dana APBD II guna dapat memfasilitasi dan menjamu para peserta. Tidak kurang-kurang, masing-masing kabupaten diminta berpartisipasi Rp100 juta.
Sementara masyarakat di dua pulau itu masih banyak hidup dalam kebingungan. Bingung karena sampai hari ini mereka masih miskin. Miskin karena tidak tersentuh program pemerintah. Itu karena pemerintah bingung mengurai kebijakan, utamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya, atau masyarakat.
Pastinya, dalam gawe TdF, masyarakat hanya bisa duduk diam topang dagu, menonton atraksi yang sama sekali jauh dari butuh.
Namun masyarakat tetap dijadikan alasan kenapa TdF harus dibackup oleh pemerintah. Alasannya agar pariwisata Flores – Lembata dikenal dunia dan wisatawan mengalir deras ke Flores – Lembata. Dengan begitu, miskinnya masyarakat akan berubah jadi sejahtera dan mandiri.
Tapi pemerintah lupa bahwa yang diburu peserta TdF adalah hadiah. Bukan pariwisata! Apalagi warga Flores – Lembata belum disiapkan secara baik sebagai masyarakat pariwisata.
Potensi wisata memang aduhai di dua wilayah itu. Tapi sampai hari ini pemerintah tidak mengurusnya dengan baik. Lihat saja pantai dan kehidupan masyarakatnya di sana. Banyak dari mereka yang masih menggunakan pantai sebagai kamar WC umum.
Dimana pemerintah? Kotor, menjadi pemandangan abadi hampir di semua pantai di Lembata dan Flores.
Karena itu, saya sarankan, persiapkan tempat wisata dan masyarakatnya secara baik, maka percayalah, wisatawan akan datang dengan sendirinya.
Bahkan kampanye atau promosi akan dilakukan oleh masyarakat lokal secara gratis. Karena sekarang ini dunia telah memasuki era digital dan era internet. (Hery, Treveler asal Ende)