
sergap.id, CRIME – Pengamat politik dan militer, Selamat Ginting, menilai, sanksi PTDH yang diberikan kepada Komandan Batalyon A Resimen 4 Pasukan Pelopor Korps Brimob Polri, Kompol Cosmas Kaju Gae sangat berlebihan. Mestinya dua komandan di atasnya juga diperiksa.
Menurut dia, kemarahan masyarakat NTT bahwa Kompol Cosmas diperlakukan tidak adil, sangat beralasan.
“Kan di dalam sidangnya (Cosmas) mengatakan bahwa dia menjalankan perintah pimpinan. Siapa pimpinannya? Komandan Batalyaon diatasnya adalah komandan Resimen. Di atas Komandan Resmian siapa? Berarti Komandan Brimob yang lain juga harus diperiksa. Harus ada dua step diatasnya yang diperiksa. Harus ada yang bertanggungjawab”, ujar Ginting seperti dikutip SERGAP dari chanel Forum Keadilan TV, Sabtu (13/9/25).
Dia menegaskan, dalam kasus Kompol Cosmas harus ada pimpinan Polri yang bertanggungjawab.
“Bukan hanya Kompol Cosmas. Ini otomatis menunjukan bahwa para perwira tinggi (Polri) aman, sementara level komandan batalyaon ke bawah siap-siap menanggung resiko. Ini kan gak bagus! Menurut saya ada kerapuhan di kepolisian”, ucapnya.
Ginting menjelaskan, kematian Affan Kurniawan menunjukan polisi tidak professional. Karena itu, Kapolda Metro Jaya, Kepala Badan Pemelihara Keamanan (kabaharkam), serta Kepala Badan Intelejen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri juga harus diperiksa.
“Karena mereka gagal mendeteksi demo (tanggal) 25 akan pecah di (tanggal) 28, 29, 30. Harusnyakan diantisipasi. Gimana cara kerjanya. Kapolda juga harus diperiksa. Siapa atasan kapolda, siapa atasan Kabaharkam, siapa atasan kabaintelkam, ya Kapolri”, ungkapnya.
Salah satu tuntutan publik pasca demo yang menewaskan Affan Kurniawan, kata Ginting, adalah Kapolri Listyo Sigit Prabowo harus dicopot. Sebab dia harus bertanggungjawab terhadap demo yang berujung kerusahan itu.
Karena itu Presiden Prabowo tidak boleh diam. Harus segera dibentuk tim pencari fakta (dari) gabungan independen untuk mengungkap kasus tersebut.
Ginting menduga terjadinya demo itu akibat ada konflik di tubuh polri.
“Mengapa dari 38 provinsi tidak semua pecah (ada demo). Apakah yang tidak pecah ini, mereka (polisi) berhasil mengendalikan? Tidak ada relasi kuat dengan pusat? Mengapa hanya di titik-titik tertentu? Kan harus juga di antisipasi. Harus ada yang bertanggungjawab”, tegasnya.
Ginting mencontokan tanggungjawab para jenderal dalam peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) yang terjadi pada tanggal 15–16 Januari 1974 di Jakarta.
“Beberapa jenderal diberhentikan oleh Presiden Soeharto. Bahkan ada yang mengundurkan diri sebelum diberhentikan. Nah ini kan gak terjadi (dalam kasus demo yang menewaskan Affan Kurniawan). Masih merasa dia pegang kendali. Anggota DPR juga sama. Salah ucap segala macam, masih merasa bisa (pegang kendali). Ini karena tidak ada sanksi di parlemen maupun di eksekutif. Sanksi untuk dicopot”, katanya.
“Kalau di jepang, sudah bunuh diri. Harakiri dan Harakanan. Kira-kira begitu. Malu. Kan tidak (di Indonesia). Sejak awal, kalau Listyo tidak mundur, ya dicopot. Ini momentum bagi presiden Prabowo yang diminta oleh publik. Presiden harus bisa mengendalikan ini”, ujarnya.
Ginting mengatakan, Listyo Sigit Prabowo sudah terlalu lama menjadi Kapolri sejak 27 Januari 2021 hingga hari ini Sabtu 13 September 2025.
“Kapolri paling lama sejak reformasi. Harus dievaluasi. (Apalagi) kasus tergilasnya Affan itu membuat tiga benua bergolak. Masyarakat Asia, Afrika, dan Amerika menuntut. Ini memberatkan Prabowo. Ya, dari pada diambil alih oleh internasional, lebih baik bentuk tim pencari fakta independent. Hukum harus ada bukti”, tutupnya. (pe/pe)




























