sergap.id, KUPANG – Ternyata DPD I Partai Golkar NTT punya alasan sendiri kenapa di Pilgub 2024 ini tidak membuka pendaftaran bagi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
Alasan pertama adalah Golkar mengutamakan kader Golkar yang telah berkeringat dan berdarah-darah membesarkan Partai Golkar di NTT. Kader dimaksud adalah Ketua DPD I Golkar NTT Emanuel Melkiades Laka Lena alias Melki Laka Lena.
“Walau di (DPRD) Provinsi (perolehan kursi) kita kurang satu, tapi Pak Melki Laka Lena sukses mengantar 3 kursi ke (DPR) pusat”, ujar Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPD I Golkar NTT, Frans Sarong, kepada SERGAP, Rabu (15/5/24).
Menurut mantan wartawan Kompas ini, di Partai Golkar tidak ada keharusan untuk mendaftar sebagai Calon Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota. Juga tidak ada larangan untuk tidak mendaftar.
“Tetapi jika ada anak kandung (kader partai) maju, kenapa kita (harus) buka pendaftaran untuk orang lain. Itu kan sama dengan membohongi orang. Kan kita sudah punya jagoan, lalu kenapa kita buka kesempatan untuk orang lain? Mending kita tunjukan keterbukaan bahwa Golkar tidak buka pendaftaran karena Golkar punya kader utama, yakni dia yang sudah sangat berkeringat, bahkan berdarah-darah urus partai hingga partai ini punya basis kuat di NTT”, ungkapnya.
Alasan kedua Partai Golkar tidak buka pendaftaran adalah sejak dua tahun lalu melalui forum Rapat Kerja Daerah (Rakerda), DPD II Partai Golkar se NTT telah memberikan satu aspirasi, yakni mendukung Melki Laka Lena sebagai Calon Gubernur tunggal.
“Nah kalau ini berubah lagi, maka (perubahan) ini harus melalui forum (Rakerda) yang sama juga. Karena Rakerda hanya memutuskan satu nama, yakni Melki Laka Lena. Ini aspirasi dari bawah (DPD II)”, tegasnya.
Apalagi, lanjut Frans, untuk memenangkan Pilgub NTT 2024, Melki Laka Lena telah mendapat Surat Perintah (Sprin) khusus dari Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Dan, bukan hanya di provinsi, di beberapa DPD II juga tidak membuka pendaftaran bagi calon bupati atau Walikota, seperti di Kota Kupang (Golkar mengutamakan Jonas Salen sebagai Calon Walikota), Kabupaten Kupang (Jery Manafe), Kabupaten Timor Tengah Selatan (Epi Tahun), Kabupaten Ngada (Andreas Paru), Kabupaten Ende (Lory Gadi Djou), dan Sabu Raijua (Simon Dira Tome)
Penjelasan Frans tersebut menanggapi pernyataan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar yang juga Bakal Calon Wakil Gubernur NTT Sebastian Salang yang menuding Melki Laka Lena telah membuat keputusan tidak biasa di Partai Golkar, yakni tidak membuka pendaftaran bagi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
“Kalau tiba-tiba muncul penyataan (Sebastian Salang) seperti ini, ya ini hanya karena keterbatasan akses informasi di dalam (Partai Golkar)”, ucap Frans.
BACA JUGA: Golkar Tutup Pintu
Frans juga menanggapi klaim Sebastian Salang yang ngaku memiliki peluang sama dengan Melki Laka Lena untuk menggunakan Partai Golkar sebagai kendaraan politik menuju arena Pilgub NTT.
“Ya itu Asusmsi dia. Tapi yang pasti kita punya kader utama menjadi calon (Gubernur) tunggal”, tutup Frans.
Terpisah, Pengamat Politik asal Undana Kupang Yohanes Jimmy Nami, menilai, sikap Partai Golkar yang tidak membuka pendaftaran bagi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT merupakan sikap politik yang mesti ditiru oleh partai politik lain.
“Karena DPD I Golkar NTT sejauh yang saya lihat cukup percaya diri dengan postur politik Melki Laka Lena. Sehingga tidak buka pendaftaran yang kemudian mendekrasikan dan mengusulkan Melki Laka Lena sebagai calon tunggal. Kalau kita komparasi dengan partai –partai lain, bisa saja partai lain menggunakan mekanisme yang sama. Tapi mencermati dinamika yang ada, bisa saja postur politik yang ada dianggap tidak cukup kuat untuk dijual. Sehingga partai-partai lain tetap membuka pendaftaran dan menerima input publik, baik sebagai partai pengusung maupun partai pendukung”, jelasnya..
Menurut Jimmy, sikap Partai Golkar yang tidak buka pendaftaran merupakan bagian dari keyakinan Golkar untuk mengusung kadernya sendiri.
“Jadi ini bukan soal wajar atau tidak wajar. Kalau bicara soal fungsi partai politik sebagai sarana kaderisasi sirkulasi elit, maka partai harus bisa menghadirkan kadernya sendiri, dan harus percaya diri dengan kader yang dihasilkan berdasarkan fungsi ideologis yang ada di partai itu sendiri. Kalau hari ini DPD I Golkar NTT mempraktekan itu, berarti ada satu tren yang baik di dalam tubuh Golkar yang berani mencalonkan kadernya sendiri dan yakin mampu menang dalam kontestasi”, terangnya.
Jimmy berharap semua partai politik bisa bersikap seperti Partai Golkar NTT.
“Jadi,,, dapur organisasi, dapur ideologis itu berjalan. Sehingga kita tidak perlu lagi mengkartelkan diri dengan membuka pendaftaran dan lain-lain. Publik itu proses selama partai itu ada. Tidak perlu harus menunggu Pilkada untuk gopo-gapa memilih siapa untuk didorong atau membuka pendaftaran untuk didorong menjadi calon kepala daerah. Itu sebenarnya harus bisa disiapkan jauh-jauh hari”.
“Jadi… apa yang di lakukan Golkar NTT itu, saya termasuk orang yang mendukung, karena (sikap Golkar itu merupakan) bagian dari penguatan partai politik bahwa partai politik percaya diri dengan sistem pengkaderannya, dan percaya diri juga bahwa ideologi partai hanya bisa dijalankan oleh orang yang dikaderkan oleh partai itu sendiri. Sehingga dia (Partai Politik) bisa memastikan platform partai bisa berjalan maksimal oleh kadernya sendiri yang memang sudah menjalankan proses (pengkaderan) yang begitu lama di partai politik. Mudah-mudahan partai lain bisa mengikuti tren ini. Dan, Golkar hari ini sudah menjadi role model (panutan) bagi aktivitas politik yang lebih modern kedepan”, pungkasnya. (re.re)