
DI tengah sorotan tajam terhadap mutu pendidikan nasional, laporan PISA 2022 kembali mengingatkan kita akan pekerjaan rumah besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Data yang menunjukkan rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia menjadi cermin bahwa ada sesuatu yang perlu dibenahi secara mendasar bukan hanya dari aspek pembelajaran, tetapi juga sistem evaluasinya.
Selama ini, evaluasi pembelajaran cenderung bersifat administratif dan tidak sepenuhnya menggambarkan kemampuan nalar dan proses berpikir siswa. Apakah evaluasi yang kita gunakan sudah mencerminkan perkembangan belajar secara utuh, adil, dan objektif? Dalam konteks ini, Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir sebagai jawaban sekaligus solusi untuk menjawab tantangan tersebut.
-
TKA sebagai Instrumen Evaluasi yang Lebih Objektif dan Berkeadilan
Tes Kemampuan Akademik (TKA) bukanlah sekadar ujian akademik yang menilai kemampuan kognitif siswa. Lebih dari itu, TKA merupakan wujud nyata dari pergeseran paradigma dalam evaluasi pembelajaran, dari yang sebelumnya menitikberatkan pada hafalan dan jawaban tunggal menuju pendekatan berbasis logika, penalaran, dan pemecahan masalah.
Pendekatan ini sangat sejalan dengan semangat Merdeka Belajar, di mana evaluasi terpisah dari pembelajaran, melainkan menjadi elemen penting yang mendukung pertumbuhan siswa. Dengan kata lain, TKA tidak bertujuan untuk menghakimi siswa, melainkan untuk membantu semua pihak yang berk epentingan seperti guru, sekolah, hingga pemerintah daerah memahami capaian dan kebutuhan belajar peserta didik secara lebih akurat.
Pelaksanaan TKA ini berlandaskan pada Permendikbudristek No. 17 Tahun 2021 tentang Asesmen Nasional. Dalam peraturan tersebut ditegaskan pentingnya sistem evaluasi yang menyeluruh, adaptif, dan berkeadilan. Salah satu permasalahan mendasar dalam dunia pendidikan kita adalah tidak adanya standar penilaian akademik individual yang berlaku nasional. Perbandingan capaian antarsiswa selama ini terlalu bergantung pada nilai rapor sekolah, yang sangat bervariasi dan tidak jarang menimbulkan ketimpangan serta ketidakadilan, terutama dalam proses seleksi ke jenjang berikutnya.
TKA memberikan solusi dengan menghadirkan sistem penilaian yang terstandar nasional, sehingga dapat digunakan untuk membandingkan kemampuan akademik siswa secara lebih adil untuk menghindari ketimpangan berdasarkan wilayah atau institusi pendidikan. TKA membuka peluang bagi setiap siswa untuk diukur berdasarkan kompetensinya secara setara, tidak peduli dari mana ia berasal.
-
Kolaborasi Lintas Sektor sebagai Kunci Implementasi TKA
Namun, keberhasilan TKA tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah pusat. Justru keberhasilan utamanya sangat ditentukan oleh kolaborasi lintas sektor, khususnya pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, masyarakat, dan dunia industri.
Pemerintah pusat memang menyediakan perangkat, pedoman, dan kebijakan implementasi TKA. Namun pelaksanaan di lapangan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Ini mencakup kesiapan infrastruktur, pelatihan guru, serta dukungan teknologi yang diperlukan.
Dari sudut pandang sosiologis, TKA juga berfungsi sebagai alat advokasi publik. Ketika hasil TKA menunjukkan bahwa satu wilayah memiliki skor yang jauh tertinggal dibandingkan daerah lain, data ini bisa digunakan oleh pemerintah daerah sebagai dasar intervensi yang tepat. Misalnya dengan menambah tenaga pendidik, memperbaiki sarana-prasarana, atau menyelenggarakan program pelatihan guru yang lebih intensif.
-
Program Strategis yang Mendukung TKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak membiarkan TKA berjalan sendirian. Berbagai program strategis telah disiapkan untuk mendukung keberhasilan TKA secara berkelanjutan.
Pertama, Rapor Pendidikan Nasional disiapkan untuk menjadi pusat data yang mengintegrasikan hasil evaluasi seperti Asesmen Nasional (AN) dan TKA, serta menjadi alat bantu pengambilan keputusan berbasis bukti.
Kedua, Program Sekolah Penggerak menjadi pionir dalam penerapan kurikulum dan asesmen berbasis kompetensi dan nalar. Sekolah-sekolah ini diharapkan menjadi model implementasi TKA secara ideal dan menyeluruh.
Ketiga, Platform Merdeka Mengajar (PMM) hadir untuk mendukung guru melalui pelatihan, materi pembelajaran, serta asesmen diagnostik yang terintegrasi dengan pendekatan TKA.
Keempat, program digital seperti Hasil Terbaik Cepat (HTC) memungkinkan pelaksanaan TKA dalam skala besar secara efisien dan cepat, sehingga hasil evaluasi dapat langsung dianalisis untuk pengambilan keputusan.
Dengan kebijakan yang saling terintegrasi ini, TKA tidak hanya menjadi alat ukur, tetapi juga motor penggerak reformasi pendidikan berbasis data.
-
Menata Ulang Masa Depan Evaluasi Pendidikan
TKA bukan sekadar instrumen teknis. Ia adalah simbol perubahan dalam cara kita memaknai proses evaluasi di dunia pendidikan. Transformasi sistem penilaian ini harus dijalankan secara bertahap, partisipatif, dan berkelanjutan. Semua pihak harus memahami bahwa evaluasi bukanlah ujian akhir yang menekan siswa, tetapi jendela untuk melihat potensi, mengevaluasi tantangan, dan merancang solusi.
Indonesia membutuhkan sistem pendidikan yang tidak hanya unggul dalam kompetensi akademik, tetapi juga dalam nilai-nilai keadilan, etika, dan pengembangan diri. Melalui TKA, jalan menuju ke sana telah terbuka. Kini, tugas kita bersama adalah menjaga agar jalan itu tetap terbuka lebar, dan dilalui dengan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak untuk menyukseskan tujuan pendidikan di Indonesia. (Penulis: Septian Chaerunnisa Pangestu / Mahasiswa UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto)