
INDONESIA adalah Negara Demokrasi, yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan kata lain, negara yang berpahamkan demokrasi, kedaulatan tertingginya adalah rakyat.
Rakyat berkedudukan tinggi dalam roda pemerintahan. Maka setiap kebijakan yang ditempuh otomatis demi kesejahteraan rakyat.
Secara ekonomis, nama baik rakyat ditinjau dari sejauh mana rakyat sejahtera dalam bidang pangan, sandang, papan, dan finansial.
Apa yang terjadi di Kabupaten Malaka saat ini, pasca ditetapkannya sejumlah tersangka karena diduga melakukan tindakan korupsi dalam proyek pengadaan bibit bawang merah, salah satu program unggulan Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH, mencerminkan bahwa nama baik masyarakat Malaka sedang tercoreng.
Bagaimana tidak? Malaka yang tatkala perlu penataan dan pemberdayaan yang intesif, baik secara ekonomis, geografis, demografis, maupun sosio-kultural, malah public dihebohkan dengan sejumlah kasus pelanggaraan penggunaan uang rakyat.
Sebagai tokoh Agama, saya mengapresiasi Bupati Malaka atas Program unggulannya yakni Revolusi Pertanian Malaka (RPM), yang salah satunya adalah pengadaan bibit bawang merah brebes, karena sesuai dengan tuntutan kondisi wilayah Malaka sebagai daerah pertanian dan peternakan.
Pada titik ini, saya sependapat dengan Mgr. Dr. Dominikus Saku, Pr, Uskup Keuskupan Atambua bahwa Program RPM Bupati Malaka, didukung, tanpa tolerir terhadap pihak yang melanggar hukum dalam ekesekusi program unggulan tersebut.
Atas pelanggaran yang terjadi dalam pengadaan bibit bawang merah, saya juga mengapresiasi Polda NTT, yang telah bekerja keras, menetapkan sejumlah tersangka dalam dugaan kasus korupsi pengadaan bibit bawang merah tahun anggaran 2018 di Malaka.
Terkait dengan proses tersangka dalam kasus di atas, timbul pro dan kontra yang berujung pada aksi saling lapor ke pihak kepolisian.
Bupati Malaka sebagai sosok perintis Program Unggulan RPM turut heboh dituding oleh Alfred Baun, SH, Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) NTT dan Meridian Dado, SH, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melalui media online sepangindonesia.com, pelopor9.com, sergap.id. Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH diduga turut menenerima fee dalam proyek pengadaan bibit bawang merah.
Atas dugaan terhadap Bupati Malaka, Stefanus Matutina, SH dan Frans Tulung, SH “yang menyebut diri” sebagai Kuasa Hukum Pemda Malaka, melayangkan laporan resmi melalui surat ke Polres Malaka, karena menurut mereka, apa yang dituding oleh Alfred Baun, SH, tergolong dalam kasus pencemaran nama baik Bupati Malaka.
Lantas sebagai orang yang pernah belajar ilmu filsafat, saya bertanya: antara nama baik Bupati Malaka dan nama baik Masrayakat Malaka, manakah yang lebih urgen untuk digugat?
Menurut hemat saya, nama baik Masyarakat Malaka saat ini tercoreng keras karena aksi sejumlah sosok yang diduga melakukan tindakan korupsi. Maka sebagai upaya untuk mempertahankan yang baik, yang salah atau yang melanggar harus diproses seturut hukum yang berlaku.
Di sini, upaya untuk mengungkap yang salah, merupakan wujud mempertahankan kebaikan. Karena itu, semua pihak perlu mengambil andil untuk mengungkap siapa di balik permainan yang menelan milayaran biaya ini.
Terkait dengan tudingan terhadap Bupati Malaka, menurut hemat saya, itu merupakan hal yang lumrah. Mengapa? Karena tudingan itu melekat erat dengan tanggung jawabnya sebagai Kepala Daerah dalam mengeksekusi, mengontrol dan mengevaluasi program unggulannya tersebut. Apa yang ditudingkan oleh Alfred Baun, SH seharusnya dijadikan sebagai catatan berharga untuk Bupati Malaka, guna mengevaluasi manejemen leadershipnya.
Secara pribadi saya menilai bahwa laporan Stefanus Matutina dan Frans Tulung ke Polres Malaka terkait dengan kasus pencemaran nama baik Bupati Malaka, unsur kemendesakkannya tidak lebih tingggi daripada proses pengungkapan pelaku dalam dugaan kasus korupsi bawang merah.
Upaya menegakkan hukum demi nama baik Masyarakat Malaka, maksimum bonumnya lebih tinggi daripada menggubris nama baik Bupati Malaka. Toh, dinobatkan sebagai Bupati justru karena dipilih oleh Masyarakat. Maka saya meminta pihak kepolisian untuk benar-benar selektif dalam menangani laporan kedua sosok “yang menamakan diri” kuasa hukum Pemda Malaka itu.
Selain itu, seturut hukum yang berlaku, yang semestinya berhak untuk menggugat tudingan Alfred Baun, SH adalah Bupati Malaka sebagai sosok yang dituding, itupun kalau Bupati Malaka menilai bahwa dirinya dirugikan dengan tudingan itu.
Kalaupun ada pihak lain yang dikuasakan oleh Bupati Malaka untuk menggugat tudingan Alfred Baun, SH, maka mereka mesti menunjukkan surat kuasa, yang pertama sebagai Kuasa Hukum Pemda Malaka, dan yang kedua, sebagai pihak yang dikuasakan untuk menggugat.
Tetapi kalau tidak ada legal standing sebagai kuasa Hukum Pemda Malaka, maka sebetulnya kedua sosok “yang menamakan diri” Kuasa Hukum Pemda Malaka, sama sekali tidak ada andil untuk menggugat, kecuali sebagai kuasa hukum pribadi.
- Penulis: Rm. Yudel Neno, Pr/Pastor Pembantu Paroki Santa Maria Fatima Betun, Malaka.