sergap.id, LEWOLEBA – Pelaksanaan festival Sare Dame – Taan To’u telah selesai digelar pada 7 Pebruari hingga 7 Maret 2022 lalu. Namun kembali ‘diributkan’ sekelompok orang saat gawe Pilkada 2024 lantaran mantan Bupati penggagas festival Sare Dame kembali maju sebagai Calon Bupati Lembata 2024-2029, yakni Dr. Thomas Ola, SE.M.Si.
Menanggapi itu, RD. Yansen Raring PR, membuat sebuah sketsa diskursus tentang Filosofi “Sare Dame – Taan To’u” (edukasi dan konsentisasi menuju Emas Lembata 2049).
-
Filosofi dan Paham Dasar
- Kearifan leluhur dengan formula(si) nan luhur: “sare dame – taan tou”;
- Nilai yang tak lekang pun tak ubah oleh masa;
- Terberi di kedalaman jiwa setiap “atadiken”;
- Diajar dan diabdi semua institusi (3 tungku;)
- Dambaan insani dan generasi;
- Modus vivendi (cara hidup) dan modus operandi (cara bertindak).
-
Realitas Kekinian
- Rekam jejak yang terbawa dalam riasan sejarah Lembata dari masa ke masa;
- Geopolitik dunia yang rawan konflik;
- Komunitas Warga, Badan Publik dan Pasar yang penuh intrik, faksi dan konflik kepentingan;
- Pendekatan “win-lose” yang diwarnai DFK (disinformasi, fitnah, kebencian).
-
Harapan Sepanjang Waktu
- Damai dalam hati setiap orang
- Kesatuan hati semua komponen bangsa dan kelompok/komunitas.
- Suasana yang meliputi setiap derap dan apapun ikhtiar.
- Berbanding lurus, searus-senapas dengan kemajuan (haram berbanding terbalik).
Menurut Romo Yansen, dialektika “SARE DAME – TAAN TO’U merupakan kondisi KEKINIAN dan HARAPAN. Bagaimana menghadirkan aura dan aroma “SARE DAME – TAAN TO’U”?:
Pertama, Perlu, mutlak dan mutlak perlu untuk membangun kesadaran kolektif semakin banyak komponen, oleh semakin banyak pihak, melalui variasi metode/media dalam kerangka EMA (edukasi, motivasi, animasi).
Kedua, output yang kiranya realistis dan serentak imperatif adalah semakin banyak pribadi memiliki “integritas” (keterpaduan) antara kata dengan sikap/tindakan, keselarasan nilai (value) dengan kebajikan (virtue).
Ketiga, keterpaduan dan keselaran itu terorkestrasi dalam program dan rencana aksi/anggaran yang menjelma dalam realitas domestik dan ranah publik, lalu menyusup ke relung sanubari.
-
Kontekstualisasi “Sare Dame-Taan To’u” Dalam Kontestasi Politik
Pemilu Pemicu: Selalu saja ada perpecahan dan keterbelahan, Simpang-siur dan malang-melintang DFK (disinformasi, fitnah dan kebencian), SARE DAME – TAAN TO’U: seakan jadi agenda setiap pasca hajatan politik, dan Sebuah kondisi kontra-produktif untuk keadaban.
Pemilu Damai: Politik selalu untuk bonum publicum , tetapi pintu masuknya adalah konflik kepentingan dengan pendekatan menang-kalah (win-lose). SARE DAME – TAAN TO’U seakan agenda ekstra pasca Pemilu, padahal ia – SARE DAME dan TAAN TO’U adalah “conditio sine qua non” pada kapan saja (anytime) dan dimana saja (anywhere)
Modus Vivendi et Operandi: SARE DAME itu cara hidup (modus vivendi). TAAN TO’U adalah cara bersikap dan bertindak (modus operandi). Perlu flashaback untuk mengais dan menemukan pijakan-pijakan penting (milestones) dan menjadi sekaligus nilai dan kebajikan untuk memeta arah (road map).
-
DISAIN STRATEGIS
Input: (1) Filosofi dan paham dasar kearifan “sare dame – taan to’u”: terberi, anugerah: basis spiritual, modus vivendi/modus operandi. (2) Sejarah: asal muasal, tumbuh-kembang mencapai otonomi. (3) Usia PERAK OTONOMI: seperti apa dirimu oh Lembata. (4) Cita-cita dan harapan ke depan (via calon pemimpin): kabupaten pencinta damai dan berkesatuan hati.
Proses: (1) Meramu “sare dame-taan to’u” sebagai basis spiritual dan membuat jurnal “milestones”/pijakan penting sebagai referensi internalisasi dan konsentisasi kisah sejarah Lembata ke dalam relung konstituen melalui Jurkam. (2) Mewaspadai tendensi DFK (disinformasi, fitnah dan kebencian) sebagai ekspresi integritas pribadi. (3) Roadmap dan mainstreaming Lembata ke depan (EMAS 2049).
Output: (1) Perbedaan sikap dan pilihan politik tidak jadi alasan mengabaikan apalagi merusak basis spiritual: “sare dame – taan tou”. (2) Rancangan dan tawaran program yang unggul dengan dukungan sumber daya termasuk anggaran yang memadai sekalipun, tanpa basis spiritual akan hanya menghasilkan kemajuan fisik-material tanpa “roh”. (3) Kontestasi PEMILU setiap kali ikut “menciptakan” pemimpin dan kaderisasi generasi pemimpin yang memiliki “integritas” tinggi dan komitmen kuat.
Manfaat: (1) Selalu dan selamanya ada “kebersamaan yang kolaboratif” semua komponen Lembata untuk mengambil dan menjadi bagian dalam derap dan dinamika pembangunan. (2) “SARE DAME – TAAN TO’U” menjadi sekaligus cara hidup (modus vivendi) dan cara bertindak (modus operandi) yang ber-“cita rasa lokal” – Lembata. (3) Terjalin kesatuan hati dengan kinerja tinggi semua pihak dalam membangun Lembata dengan KIBLAT EMAS, 2049 (akan jadi seperti apa LEMBATA kala itu?)
Dampak, Empat Pilar Kebangsaan menemukan jelmaan nyata konteks Lembata:
- Ada basis filosofis dengan spiritualitas kas Lembata,
- Kepatuhan tinggi pada regulasi dengan membiasakan yang standar bukan menstandarkan yang biasa,
- Komitmen pada “sare dame – taan tou” adalah harga mati; dan
- Lembata jadi “miniatur kebhinekaan” dengan “cita rasa” lokal. Satu Indonesia: AKU LEMBATA (terintegrasi – berintegritas). (ryr)