
sergap.id, KISAH – Minggu (12/2/23) pagi, jam 10.15 saya mengikuti perayaan ekaristi di gereja paroki Wallbach. Paroki Wallbach yang terletak di tepi selatan sungai Rhein ini juga merupakan salah satu dari keenam paroki pelayanan saya. Pelindung gereja paroki ini adalah Sankt Sebastian. Sankt Sebastian juga merupakan salah satu pelindung Schweizergarde atau pasukan Swiss pengawal Paus di Vatikan.
Perayaan ekaristi hari ini sangat spesial. P. Thomas Widmer, mantan pendamping rohani Schweizergarde di Vatikan tahun 2015-2021 memimpin perayaan ekaristi. Perayaan ini dipersembahkan khusus untuk para Ex-Schweizergarde dari kanton Basel dan sekitarnya.
Selama perayaan ekaristi saya memperhatikan mereka. Mereka tetap berdiri tegak dan gagah perkasa. Saat konsekrasio mereka melambaikan bendera membuat penghormatan. Mereka berpenampilan dengan gaya masa pencerahan 1687-1789. Ya, masa yang ditandai kehadiran kapitalisme, sekularisme serta kemajuan ilmu pengatahuan dan tehnologi.
Mereka mengenakan seragam resmi berwarna biru, merah, oranye dan kuning. Mereka memakai sepatu bot, sarung tangan putih, kerah putih berkerut-kerut membalut leher. Mereka mengenakan morion atau baret hitam. Morion adalah helm tentara khas abad ke 16/17.
Tangan mereka memegang tombak Halberd. Tombak Halberd adalah senjata perang yang paling ditakuti masa lalu. Pakaian, penampilan, dan senjata mereka nampak sederhana dan unik. Tapi para mantan pengawal Paus itu jangan dipandang enteng. Mereka mahir dalam urusan bela diri tangan kosong, pandai menggunakan tombak, pedang, dan tentu saja menggunakan senjata api moderen.
Ya, mereka mengawal pembangun jembatan. Jembatan yang dimaksudkan tentu bukan jembatan kayu, beton atau besi. Mereka mengawal Paus, PONTIFEX MAXIMUS atau pembangun jembatan yang agung. Paus adalah orang pilihan Tuhan. Sebagai pemimpin Gereja Katolik sejagat, Paus adalah jembatan yang menghubungkan benua, bangsa, agama, suku dan ras. Dialah jembatan iman, harapan, kasih, keadilan, perdamaian dan persaudaraan universal.
Perayaan ekaristi tadi dihadiri banyak umat dan berlangsung sangat hikmat. Kehikmatan dan kemeriahan ini berkat dukungan koor gabungan Wallbach, Schupfart, Obermumpf pimpinan Tatjana Lindner yang diiringi orgel dan biola.
Saat kembali ke pastoran saya sempat membatin dan coba menimba pesan sederhana dari perayaan ekaristi dan perjumpaan dengan para mantan pengawal Paus itu.
Bagi saya, panggilan dan pilihan untuk menjadi pasukan pengawal Paus adalah sebuah gambaran tentang tanggung jawab besar untuk menjaga gereja dalam diri Paus. Mereka rela mempersembahkan diri untuk pimpinan tertinggi Gereja Katolik sedunia.
Mereka ikhlas memberi diri sebagai alat dan sarana untuk membantu karya gereja. Mereka memberikan teladan bagi umat katolik tentang panggilan dan tanggungjawab untuk mempersembahkan diri bagi karya gereja. Semua umat katolik dengan cara yang khas dan unik juga dipanggil untuk menjaga dan mengawal gereja katolik.
Gereja adalah milik kita dan gereja adalah kita sendiri. Kita perlu menjaga gereja dengan segala kualitas dan keunikannya. Gereja yang berkualitas mampu membaharui dunia. Gereja yang bermutu mampu menjadi jembatan bagi banyak orang dalam perjumpaannya dengan Sang Illahi. (Stefanus Wolo Itu)






























