
sergap.id, KUPANG – Tahun 2018, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT bakal mengalokasikan dana Rp5,2 miliar untuk sukseskan pelaksanaan Tour de Flores (TdF) 2018.
Inilah kesepakatan yang dibuat dalam rapat bersama antara Pemprov NTT yang diwakili oleh Dinas Pariwisata Provinsi NTT dengan chairman dan panitia TdF di Hotel Borobudur Jakarta belum lama ini.
Demikian informasi yang dihimpun SERGAP.ID pada Jumat (8/9/17). Lalu apa tanggapan Bupati Kabupaten Ngada yang juga bakal calon Gubernur NTT 2018 – 2023 Marianus Sae?
Ketika melakukan roadshow ke redaksi Victory News di Kupang pada Senin (11/9/17) pagi, Marianus dicerca kru Victory News dengan pertanyaan kenapa menolak TdF 2016, 2017 dan 2018? Berikut jawabannya:
Kegiatan TdF ini bagus untuk promosi pariwisata kita. Tapi waktunya bukan sekarang. Apalagi kaitan dengan penyertaan dana APBD Ngada untuk TdF, saya tidak mau. Karena apa? Karena dana yang diberikan setiap kabupaten untuk TdF itu rata-rata Rp1 miliar. Dana itu diberikan secara gelondongan ke panitia TdF.
Nah bagaimana dengan pertanggungjawabannya? Sementara sistem pengelolaan keuangan di pemerintahan adalah tepat perencanaan, tepat belanja dan tepat laporannya (pertanggungjawabannya).
Saya mau alokasikan dana untuk TdF, tapi dengan syarat harus ada persetujuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena saya takut, jangan sampai setelah saya beri dana (untuk TdF), belakangan justru menjadi temuan BPK dan menjadi persoalan hukum.
Yang kedua adalah bagaimana memberdayakan anak-anak kita dalam kegiatan TdF. Sementara marshal TdF saja, itu semuanya didatangkan dari luar, dari Banyuwangi misalnya. Padahal untuk tugas itu, kita punya anak-anak yang bisa diberdayakan. Lalu koneksitas dengan partisipasi APBD kita itu untung buat kita apa? Tidak ada kan? Itu yang bikin saya tidak mau TdF.
Yang ketiga adalah TdF itu bertujuan untuk mempromosikan pariwisata kita. Promosi? Sekarang ini kita mau buat promosi? Memalukan. Ini sama dengan kita menelanjangi diri kita. Kenapa? Promosi pariwisata kita untuk apa kalau jalan menuju destinasi wisata kita saja masih sangat buruk. Untuk sampai ke sana saja, kita punya pinggang patah-patah karena jalan rusak. Yang ada malah ketika orang (wisatawan) ke sana (ke daerah tujuan wisata), karena capek, dia justru bersumpah, tobat… tobat…! Saya tidak akan mau datang lagi ke sini. Karena untuk sampe ke tempat pariwisata kita sangat melelahkan.
Apalagi ketika sampai di tempat tujuan wisata, di sana kondisinya kotor penuh sampah, anjing kencing berak disitu. Situasinya jauh dari bersih. Ini tambah membuat kita malu. Karena kondisi tempat wisata kita, ya begitu keadaannya. Nah kalau begini, promosi untuk apa? Itu sama dengan kita mau tunjukan kita punya kekurangan dan keburukan.
Seharusnya, yang harus kita lakukan sekarang adalah kita bangun aksesbilitas yang baik menuju destinasi wisata. Kita bersihkan. Kita rapikan dia. Kita buat fasilitas yang bagus. Kalau semua itu sudah siap, baru kita buat promosi. Pariwisata pasti hidup. Wisatawan pasti berdatangan.
Karena itu saya selalu ibaratkan pariwisata NTT ini ibarat gadis cantik yang belum pernah mandi dan susah ditemui. Kita mau lihat kecantikannya, tapi akses jalan buruk. Sudah capek, kita ketemu lagi cantik tapi tidak mandi. Wanginya bau busuk. Siapa yang mau begini?
Karena itu, saya mau bilang, kita stop promosi. Mari kita bangun dulu akses jalan yang baik, rapikan daerah wisata kita, buat fasilitas yang baik. Sehingga orang tertarik untuk datang lagi berulang-ulang ke NTT. (Cis)