
sergap.id, KALABAHI – SAS (35), calon Pendeta yang bertugas di Kabupaten Alor ditangkap polisi karena dilaporkan telah memperkosa dan mencabuli 14 korban anak SMP dan SMA.
Kini pelaku telah ditahan di Mapolres Alor sejak Senin 5 September 2022 pukul 21.00 WITA.
Dikutip dari Kompas.Com, SAS adalah warga asal Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang,.
Awalnya ada enam korban yang dicabuli dan diperkosa oleh SAS yang semuanya masih duduk di bangku SMP dan SMA di Alor. Namun dari penyelidikan polisi, ada 14 korban dan 10 di antaranya masih anak-anak. Sementara empat korban lainnya berusia 19 tahun.
Kasus tersebut terungkap setelah dilaporkan AML (47) orangtua korban yang tercatat sebagai warga Desa Waisika, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor.
Laporan dilakukan di Polres Alor pada 1 September 2022. Usai menerima laporan, SAS pun ditangkap di Kota Kupang.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy, mengatakan, pencabulan dan pemerkosaan dilakukan SAS di beberapa lokasi. Antara lain di rumah para korban, di ruangan konsistori atau ruangan persiapan ibadah dan di kamar tidur SAS di Pastori (rumah pendeta).
Perbuatan cabul juga dilakukan di dalam WC jemaaat gereja dan di pos pelayanan terpadu (Posyandu) setempat.
Modus pelaku adalah mengajak korban yang masih duduk di bangku SMP dan SMA untuk datang ke kompleks gereja. Setelah itu para korban dipaksa berhubungan badan secara bergantian.
Ariasandy menjelaskan, SAS melakukan pencabulan secara berulang kali.
“Para pelaku dicabuli lebih dari sekali dan yang paling banyak sampai enam kali dan berkelanjutan di beberapa tempat,” ungkapnya.
Pencabulan dilakukan pada akhir Mei 2022 hingga Maret 2022 saat pelaku bertugas di salah satu gereja. Pelaku mengabadikan pencabulan yang ia lakukan dalam bentuk video dan foto melalui telepon selulernya.
Ketika ingin mengulangi lagi perbuatannya, pelaku selalu mengancam para korban akan menyebarkan foto dan video jika tak menuruti keinginannya.
Kuasa hukum SAS, Amos Aleksander Lafu, mengaku, dalam pemeriksaan polisi, kliennya mengakui semua perbuatannya. SAS bahkan mengaku, punya trauma masa lalu yakni menjadi korban kekerasan seksual. Hal ini akhirnya membentuk karakter SAS saat beranjak dewasa.
Sementara itu, Ketua Majelis Sinode GMIT Pendeta Mery LY Kolimon menegaskan pihaknya telah memutuskan untuk menangguhkan penahbisan SAS sebagai pendeta.
“Ada dua lagi korban yang melapor ke Polres Alor,” ujar Kapolres Alor, AKBP Ari Satmoko, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (17/9/2022).
SAS diduga telah melakukan perbuatan asusila terhadap korban yang sebagian besar anak di bawah umur sejak Mei 2021 hingga Maret 2022. Selain sebagai korban kekerasan seksual, belasan anak itu juga diketahui sebagai korban pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sejumlah saksi sudah diperiksa penyidik Polres Alor, termasuk para korban dan orang tuanya. Para korban yang diperiksa adalah saksi bagi korban yang lain.
Pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat 5 Jo Pasal 76 huruf d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Tersangka SAS juga dikenakan pasal pemberatan karena korbannya lebih dari satu orang.
Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Selain itu, SAS juga terancam dijerat dengan pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksi bejatnya tersebut.
-
Rekam Aksi Pemerkosaan
Untuk mencegah para korbannya melapor, SAS memvideokan dan memotret para korbannya sebagai barang bukti sekaligus menjadi bahan pegangannya untuk mengancam para korban jika melapor akan disebar video dan foto-nya.
Kapolda NTT Irjen Pol Setyo Budiyanto berharap agar dengan berbagai barang bukti yang ada seharusnya sanksi yang diterima oleh tersangka SAS maksimal.
“Seharusnya bisa maksimal dengan barang bukti dan gelar perkara kasus itu,” ujar dia.
Bupati Alor Amon Djobo berharap kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta tidak dikaitkan dengan Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Sebab, perbuatan SAS murni perbuatan pribadi. (kcm/ant)