sergap.id, WEEKURA – Markus Tanggu merupakan pria kelahiran Desa Weekura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Kini ia bekerja sebagai pengajar pada sebuah sekolah menengah di SBD.
Pada 31 Desember 2018 lalu, saat merayakan hari kelahiran, kematian dan kebangkitannya di Weelonda, Desa Watu Kawula, Kecamatan Kotya Tambolaka, SBD, Markus menceritakan kisah kematiannya.
Menurut Markus, kematiannya bermula ketika ia sedang nyetir bus bermuatan full pada tanggal 31 September 2005.
“Saat bawa oto (nyetir mobil), firasat saya tidak nyaman. Saya kemudian pinggirkan bus. Saat sudah parkir, tiba-tiba saya jatuh pingsan. Saat itu, siapa yang antar saya ke rumah sakit, sampai detik ini saya tidak tahu,” paparnya.
Saat berada di rumah sakit Karitas SBD, kata Markus, dirinya tak pernah dijenguk oleh keluarga. Itu karena sebelum ia masuk rumah sakit, ia sudah tidak dianggap sebagai keluarga oleh keluarganya. Entah apa alasannya, Markus tak mengurai.
Namun setelah terbaring selama sebulan di rumah sakit, pada tanggal 31 Desember 2005, Markus dinyatakan meninggal dunia. Ia kemudian disemayamkan di ruang jenasah dan 3 hari kemudian prosesi penguburan dilakukan.
“Saat pintu kubur setengahnya jatuh (ditutup tanah), Pastor dengar suara saya minta tolong 3 kali. Makanya dia panggil keluarga satu per satu, tapi tidak ada keluarga yang datang. Tapi (bersyukur) ada lima orang luar yang ada disitu, mereka ambil resiko keluarkan peti saya dari kubur. Setelah mereka bongkar, kuku-kuku saya sudah busuk,” beber Markus sambil menunjuk bagian dagunya yang juga membusuk.
Usai dikeluarkan dari kubur, lanjut Markus, dirinya di bawa ke Katedral. Disana ia di doakan secara khusus dalam keadaan telanjang bulat. Setelah itu ia dimasukan ke ruang bawah tanah selama 40 hari, 40 malam, tanpa makan minum.
“Disitu saya diuji, kalau memang saya mampu, maka saya dinyatakan hidup. Kalau tidak, berarti saya mati,” katanya.
Mujizatnya, pada hari ke 40, ketika pintu ruang bawah tanah dibuka, Markus merasa seolah baru bangun tidur. “Tidak ada rasa apa-apa,” tegasnya.
Setelah itu Pastor membawanya ke gereja dan memandikannya dengan air berkat yang terdapat pada kumbang besar.
“Setelah itu Pastor kasi pakai saya pakaian putih-putih. Lalu saya dikasi makan minum. Saya hanya makan separuh. Badan saya terasa ringan sekali, seperti sedang terbang,” akunya.
Tiga jam kemudian, Markus kembali di bawa ke kamar mayat, tempat ia pertama kali disemayamkan setelah dinyatakan meninggal. Disitu ia disirami air berkat dan diberi nama baru dengan nama Aris.
“7 hari kemudian saya dibawa ke keluarga, tapi keluarga kembali mengusir saya. Setelah itu saya jalan tanpa arah. Tapi saat itu ada bapak tua satu memanggil dan yang menampung saya. Sebulan kemudian saya dipanggil mengabdi di rumah sakit Karitas untuk balas budi,” katanya.
Usai mengabdi di Rumah Sakit Karitas, Markus dipercaya menjadi sopir mobil Dinas Kesehatan SBD.
“Disitu saya bekerja selama 8 bulan. Bahkan saya sudah berstatus sebagai pegawai kontrak. Tapi bathin saya tidak puas. Saya kemudian berhenti dan membuka jahitan di pasar selama satu tahun. Berhenti dari situ, saya anyam gedek, pintal tali, dan anyam tikar untuk dijual. Tapi saya tidak betah kerja begitu. Saya kemudian bawa mobil kembali. Karena tidak puas juga, saya akhirnya kerja kebun kacang tanah. Saya panen 100 karung lebih. Awalnya saya rencana beli mobil, tapi tetangga menyarankan jangan karena saya belum punya istri. Saya akhirnya putuskan untuk kuliah”.
“Saya ditanya di tempat tinggal saya, alasan apa sampai kau putuskan untuk kuliah? Saya jelaskan begini, tubuh saya sudah jadi debu, saya tinggal arwah. Saya dianggap sampah oleh keluarga. Saya sudah dibuang. Saya harus kejar saya punya masa depan, supaya saya jadi orang baik. Supaya saya tidak dinyatakan sebagai orang terlantar (atau) orang kesasar. Ternyata tujuan saya sukses”.
Setelah kuliah, Markus mulai menjalani operasi mengeluarkan cairan formalin yang masih bersarang di dalam tubuhnya. Operasi dilakukan setiap tahun sebanyak 8 kali.
“Saat saya dinyatakan meninggal, tubuhnya saya dimasukin formalin. Dulu teknologi tidak secanggih sekarang. Mereka suntik-suntik saja,” ujar Markus sambil menunjuk bekas jarum suntik di permukaan perutnya.
Saat operasi kelima, kata Markus, dirinya sempat putus asa dan nekad bunuh diri dengan cara minum obat rumput (Rundup) satu botol. Tapi anehnya, Markus tak merasakan sakit sama sekali.
Justru, “Paginya malah saya rasa segar,” ucapnya.
Tiga bulan kemudian Markus kembali minum racun tikus sebanyak 10 bungkus yang dicampur dengan moke (miras lokal) satu botol. “Tapi bangun tidur, saya segar lagi,” katanya.
Markus juga menceritakan petualangan arwahnya ketika ia sedang dinyatakan meninggal.
“Saat meninggal, saya rasa betul sebelum saya tutup mata, ada rombongan berkeledai menjemput saya. Di depan ada Santo Petrus. Saya dimuat di atas keledai. Sampai di depan gang kecil saya ditinggal sendiri. Dari situ saya berjalan sendiri menyusuri gang. Sepanjang jalan, di sebelah kiri terasa panas. Sedangkan di sebelah kanan kelihatan orang tertawa, cerita, seperti di situ serba ada”.
“Setelah sampai di pintu terakhir, tangan saya dipegang oleh sesorang masuk ke dalam. Setelah di dalam seperti di gapura atau di pos Satpam, saya di suruh duduk di sebelah kiri. Disitu nama saya diperiksa, tapi nama saya tidak ada. Setelah nama saya tidak ada, maka ada seseorang disitu mengatakan, namamu belum ada sini. Jadwalmu belum. Bangkaimu saya tahan, tapi arwahmu kembali dulu. Pergilah dan bantulah, menolonglah dan turut merasakan. Saya bilang iya. Setelah itu saya diantar pulang pakai keledai. Saya rasakan betul saat saya dikembalikan. Saya rasa saya hanya diangkat dan disimpan begitu saja”.
Menurut Markus, yang dijumpainya selama di alam baka hanyalah orang-orang yang dikenalnya baik semasa hidup di dunia. (Artikel ini disarikan oleh Chris Parera dari video youtube berjudul Orang Mati Yang Bangkit dari Sumba dan dipublikasikan oleh Jermy Kewuan pada tanggal 2 Januari 2019)