KITA hidup di era digital. Hampir semua hal kini bisa dilakukan online dari belanja, belajar, bahkan bekerja. Dunia terus berubah, dan pendidikan harus ikut bergerak. Kalau tidak, siswa Indonesia bisa tertinggal. Karena itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengeluarkan dua program penting di tahun 2025: pembelajaran coding dan kecerdasan buatan (AI) dari SD hingga SMA, serta Tes Kemampuan Akademik sebagai cara baru mengevaluasi pembelajaran siswa.

Coding dan AI bukan sekadar tren. Coding melatih logika dan pola pikir terstruktur, sedangkan AI mengenalkan siswa pada cara kerja teknologi dan pengambilan keputusan berbasis data. Ke depan, hampir semua bidang pekerjaan bersentuhan dengan teknologi. Jika siswa tidak dibekali dari sekarang, mereka akan kesulitan beradaptasi.

Kebijakan ini punya dasar hukum yang kuat. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan harus bermutu dan relevan dengan perkembangan zaman. Maka wajar jika materi seperti coding dan AI kini mulai masuk ke kurikulum.

Menurut rilis Kemendikdasmen, coding dan AI akan menjadi mata pelajaran pilihan. Artinya, sekolah bisa menerapkannya jika fasilitas mendukung. Wakil Menteri Fajar Riza Ul Haq menyebut, langkah ini bertujuan mencetak generasi unggul di bidang teknologi. Guru juga didorong lebih kreatif lewat pemanfaatan teknologi dalam mengajar.

Namun belajar saja tidak cukup. Kita juga butuh alat untuk mengukur hasilnya. Karena itu, Tes Kemampuan Akademik dihadirkan. Berbeda dengan Ujian Nasional, Tes Kemampuan Akademik bersifat opsional dan tidak menentukan kelulusan. Tujuannya untuk membantu guru dan sekolah memahami kemampuan akademik siswa secara menyeluruh.

Tes ini juga menjawab persoalan perbedaan standar antar sekolah. Nilai rapor sering tak bisa dibandingkan karena sistem penilaian berbeda. Dengan Tes Kemampuan Akademik, kita memiliki alat ukur yang lebih seragam untuk melihat potensi siswa di seluruh Indonesia.

Manfaat Tes Kemampuan Akademik tidak hanya bagi siswa, tapi juga untuk sekolah dan pemerintah. Hasilnya bisa digunakan dalam seleksi akademik, seperti masuk jenjang lebih tinggi atau beasiswa. Pemerintah daerah juga dilibatkan dalam pembuatan soal, khususnya untuk SD dan SMP, agar tes tetap sesuai konteks lokal.

Agar kebijakan ini berhasil, semua pihak harus terlibat: pemerintah pusat, daerah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Tanpa kolaborasi, kebijakan ini sulit mencapai hasil maksimal.

Tantangan terbesarnya adalah fasilitas. Tidak semua sekolah punya komputer dan internet. Karena itu, Kemendikdasmen menerapkan tiga pendekatan pembelajaran coding dan AI: berbasis internet, menggunakan perangkat (plugged), dan tanpa perangkat (unplugged), yang bisa dilakukan lewat permainan logika atau simulasi sederhana.

Penting juga menyampaikan kebijakan ini dengan cara yang tepat. Tes Kemampuan Akademik jangan dianggap beban baru. Coding dan AI pun harus diajarkan dengan pendekatan yang menyenangkan dan kontekstual, agar siswa tidak takut dengan pelajaran ini.

Yang tak kalah penting adalah keberlanjutan. Kebijakan ini harus berjalan terus, meskipun nanti terjadi pergantian kepemimpinan. Pendidikan adalah investasi jangka panjang, dan dampaknya baru akan terasa di masa depan.

Secara keseluruhan, pengenalan coding, AI, dan Tes Kemampuan Akademik adalah langkah besar yang bisa mengubah wajah pendidikan Indonesia. Tapi perubahan ini harus dilakukan secara kolaboratif, realistis, dan berkelanjutan. Jika dijalankan dengan baik, kebijakan ini bisa mencetak generasi yang tangguh dan siap menghadapi masa depan yang serba digital. (Penulis: Fikri Salim Azizi/Mahasiswa UIN Saizu Purwokerto)