
sergap.id, BESIKAMA – Setelah mendapatkan tugas tambahan atau merangkap jabatan, dua staf Sekretariat DPRD Kabupaten Malaka diduga menggelapkan dana desa Tahun Anggaran 2019 senilai Rp 1 miliar lebih.
Dua staf yang dipercaya Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran, itu adalah Kepala Bagian Keuangan dan Pengawasan Sekretariat DPRD Malaka, Pius Kehi, dan Kepala Bagian Sekretaris Sekretariat DPRD Malaka, Vinansius Bian Seran.
Kehi ditunjuk menjadi Penjabat Kepala Desa Motaulun, sedangkan Bian Seran ditunjuk sebagai Penjabat Kepala Desa Maktihan.
Kehi diduga menggelapkan dana pembangunan MCK 13 unit senilai Rp 143.084.600, dan diduga ‘mengedit’ dana renovasi 12 rumah warga miskin senilai Rp 202.182.700.
Namun dugaan masyarakat ini dibantah oleh Kehi. Ia mengaku semua pekerjaan sudah diselesaikan dengan benar.
“Pembangunan yang menggunakan ADD di desa itu sudah dirampungkan, termasuk renovasi 21 unit rumah layak huni dan pembangunan 13 unit MCK bersumber anggaran desa (TA) 2019,” kata Kehi kepada SERAGAP di Betun, ibukota Malaka, Rabu (22/4/2020).
Namun fakta lapangan menunjukan pekerjaan MCK dan renovasi rumah tersebut belum selesai.
Kehi mengaku penyidik Tipikor Polres Malaka sudah turun ke lokasi untuk melihat langsung keadaan proyek itu.
“Tidak ada korupsi (Dana Desa). Itu hanya ada kekeliruan masyarakat,” tegasnya.
Sementara Bian Seran diduga menggelapkan dana pembangunan desa Tahun Anggaran 2019. Untuk memuluskan aksinya, ia diduga membuat laporan pertanggungjawaban fiktif tentang pengelolaan dana desa 2019.
Mantan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Maktihan, mengatakan, pada tahun 2019 lalu, banyak program dan pengelolaan dana desa tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat. Dana tersebut diduga lebih banyak mengalir ke kantong Bian Seran.
Mantan Anggota BPD yang enggan namanya ditulis SERGAP itu, meminta jaksa dan polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan agar hasil dugaan korupsi tersebut bisa dikembalikan ke kas negara.
Menurut dia, di Desa Maktihan banyak item pembangunan yang hingga tahun 2020 ini belum tuntas, dan pengerjaannya diduga sarat KKN. Anehnya dugaan ini didiamkan saja oleh pihak-pihak terkait.
Misalnya pertama; soal dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan usaha tani senilai Rp 400.894.000. Hingga kini belum tuntas. Dalam pelaksanaannya pun proyek ini dikerjakan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ada. Akibatnya, kualitas kerjanya jauh dari baik.
Kedua; proyek pembangunan rumah gedung Posyandu sebesar Rp 72.652.200,00. Sampai sekarang belum bisa dinikmati oleh warga desa.
Ketiga; pembangunan rumah layak huni sebanyak 7 unit senilai Rp 104.166.200. Seharusnya setiap penerima rumah bantuan menerima Rp 14 juta lebih, tetapi sampai sekarang belum 100 persen warga yang menerima bantuan material dan uang itu. Bahkan ada satu unit rumah yang sama sekali belum dibangun.
Keempat; pembangunan Sumur Bor senilai Rp 51.500.000. Hingga kini tak diketahui dimana sumur bor itu dibangun.
Kelima, pembangunan Jamban Sehat senilai Rp 75.973.800. Hingga kini ada 2 unit yang belum tuntas, dan yang lainnya tak diketahui dimana jamban itu dibuat.
Bian Seran saat dihubungi Senin (27/4/20) meminta SERGAP menunggu di Kantor Setwan Malaka. Namun setelah menunggu seharian ia tak pernah menampakan batang hidungnya.
Hingga berita ini diturunkan, Bian Seran tak bisa dihubungi. Berulangkali ditelpon, namun nomor kontaknya mati. Dari seberang hanya terdengar pesan Telkomsel, “nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi”. (Sel/Sel)