sergap.id, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan pemilik PT Ayoda Multi Sarana (AMS), Kiagus Emil Fahmy Cornain (KEFC). Selain KEFC, KPK juga menetapkan Solihah (SLH), mantan Direktur Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jasa Indonesia (AJI) Persero periode 2008-2016.
Penetapan dan penahanan tersangka dugaan Tindak Pidana Korupsi tersebut terkait pembayaran komisi kegiatan fiktif agen PT AJI dalam kegiatan penutupan asuransi oil dan gas pada BP Migas KKKS tahun 2010 sampai 2012 dan 2012 sampai 2014.
“Perkara ini adalah pengembangan penyidikan dengan Tersangka Budi Tjahjono, Direktur Utama PT AJI (Persero) periode 2011 – 2016 yang saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap,” demikian keterangan tetulis Jubir KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri, yang disampaikan kepada SERGAP via WhatsApp, Senin (24/5/21) malam.
“Setelah mencermati fakta-fakta persidangan dalam perkara Tersangka Budi Tjahjono tersebut, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan pada Oktober 2020 dengan menetapkan (2) tersangka, yakni KEFC dan SLH,” katanya.
Atas perbuatan tersebut, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang[1]Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Guna proses penyidikan, setelah Tim Penyidik KPK memeriksa 46 orang saksi, maka Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap KEFC untuk 20 hari ke depan, dimulai tanggal 20 Mei 2021 sampai 8 Juni 2021 di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
Sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid 19 dilingkungan Rutan KPK, tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1.
Sementara terhadap tersangka SLH, hari ini KPK telah melakukan pemanggilan, namun yang bersangkutan mengkonfirmasi secara tertulis tidak bisa hadir karena alasan sakit.
“Karena itu, tim penyidik segera melakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang dan nantinya akan kembali kami informasikan lebih lanjut,” ujar Ali.
KPK juga mengingatkan tersangka SLH agar kooperatif hadir memenuhi panggilan dimaksud.
- Kronologi Kasus
Untuk memenuhi keinginan Budi Tjahjono selaku Direktur Utama PT AJI yang menginginkan PT AJI menjadi leader konsorsium (sebelumnya berstatus sebagai co-leader) dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2009-2012, dengan dibantu KEFS melakukan lobby dengan beberapa pejabat di BP Migas.
Dengan bantuan KEFS, Budi Tjahjono memberikan sejumlah uang dengan memanipulasi cara mendapatkan pengadaannya seolah-olah menggunakan jasa agen asuransi yang bernama Iman Tauhid Khan (ITK) yang merupakan anak buah KEFC, sehingga terjadi pembayaran komisi agen dari PT AJI kepada ITK sejumlah Rp 7,3 miliar.
Padahal terpilihnya PT AJI sebagai leader dalam konsorsium penutupan asuransi di BP MIGAS melalui beauty contest, tidak menggunakan agen. Ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka (9) dan Pasal 19 angka (2) Surat Keputusan Direksi PT AJI No. SK. 024 DMA/XI/2008 tanggal 17 November 2008 tentang Pola Keagenan Marketing Agency PT AJI.
Jumlah uang Rp 7,3 Miliar tersebut kemudian diserahkan oleh KEFC kepada budi Tjahjono sejumlah Rp 6 Miliar dan sisa Rp 1,3 Miliar dipergunakan untuk kepentingan KEFC.
Menindaklanjuti perintah Budi Tjahjono agar PT AJI tetap menjadi leader konsorsium dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2012-2014, dilakukan rapat direksi yang diantaranya dihadiri oleh SLH selaku Direktur Keuangan PT AJI.
Dalam rapat direksi tersebut diputuskan tidak lagi menggunakan agen ITK dan diganti dengan Supomo Hidjazie (SH) dan disepakati untuk pemberian komisi agen dari SH dikumpulkan melalui SLH.
Dalam proses pengadaan penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2012-2014 tersebut, Budi Tjahjono tetap menggunakan modus seolah-olah pengadaan tersebut didapatkan atas jasa agen asuransi SH dengan pembayaran komisi agen sejumlah USD600 ribu.
Kemudian uang sejumlah USD600 ribu itu, diberikan secara bertahap oleh SH kepada Budi Tjahjono melalui SLH yang dipergunakan untuk keperluan pribadi Budi Tjahjono sekitar USD400 ribu dan juga khusus bagi keperluan pribadi SLH sekitar USD200 ribu.
Terkait fakta dugaan itu, KPK akan terus mengembangkan lebih lanjut penyidikan perkara ini. (red/red)