sergap.id, KUPANG – Sejak April 2021 lalu, WhatsApp mengeluarkan kebijakan privasi baru yang menyebabkan pemilik akun WhatsApp hanya bisa menggunakan WhatsApp 7 hari kedepan, terhitung dari Sabtu (8/5/21) hingga Sabtu (15/5/21). Bagaimana cara menyikapi ini?
WhatsApp merupakan milik Facebook. Pengelolanya mulai memberitahu soal kebijakan privasi baru ke semua pengguna WhatsApp. Notifikasi yang diberikan muncul bersamaan dengan penjelasan pembaruan ketentuan dan kebijakan privasi WhatsApp.
Ada pilihan bagi pengguna di akhir notifikasi, apakah klik “Nanti” atau “Terima”. Kebijakan ini mulai berlaku 15 Mei 2021 mendatang.
WhatsApp mengimbau kepada penggunanya untuk menerima pembaruan itu agar dapat terus menggunakan WhatsApp setelah tanggal 15.
Notifikasi ini juga diterima oleh akun WhatsApp SERGAP pada Sabtu (8/5/21) malam. SERGAP pun memilih “terima” agar dapat terus menggunakan WhatsApp.
Pengamat Teknologi Informasi, Ruby Alamsyah, mengatakan, diterima atau ditolaknya kebijakan privasi baru dari WhatsApp itu terserah pengguna. Namun jika notifikasi itu ditolak, maka pengguna tidak bisa lagi menggunakan WhatsApp setelah 15 Mei 2021.
Itu artinya masa aktif WhatsApp saat ini tinggal 7 hari lagi.
Saat ini, pengguna bisa memilih untuk klik “nanti” atau menolak hingga 15 Mei 2021, dan dalam rentang waktu ini, pengguna masih bisa menggunakan WhatsApp, namun pemberitahuan kebijakan privasi baru akan terus muncul.
Sedangkan bagi mereka yang menerima dengan memilih “Terima”, maka bisa menggunakan WahtsApp setelah tanggal 15 Mei 2021. Tapi ada konsekuensi yang harus diterima, yakni akan ada beberapa fitur baru yang diterapkan WhatsApp.
Ruby memastikan bahwa percakapan di WhatsApp tidak akan bocor ke siapa pun. Sebab WhatsApp sudah menggunakan teknologi enkripsi dari ujung ke ujung (end-to-end encryption).
“Nanti para pengguna Facebook maupun WhatsApp akan ada sharing data, tapi bukan berarti data pribadi disalahgunakan untuk hal-hal negatif, tapi murni untuk bisnis mereka dalam satu grup,” ujar Ruby seperti dikutip SERGAP dari Kompas.Com, Sabtu (8/5/21) malam.
Pemerhati Keamanan Siber yang juga staf Engagment and Learning Specialist di Engage Media, Yerry Niko Borang, menegaskan, kebijakan privasi baru akan tetap berlaku meski pengguna menolaknya.
“Jika menerima, maka pengguna harus menerima datanya diambil dan digunakan oleh Facebook,” katanya.
Yerry mengaku belum mengetahui tujuan database pengguna dikumpulkan oleh WhatsApp dan Facebook.
- Jutaan Orang Tinggalkan WhatsApp
Usai WhatsApp mengumumkan perubahan kebijakan privasi datanya, jutaan pengguna aplikasi pertukaran pesan ini mulai beralih ke layanan alternatif.
Menurut firma analisis aplikasi seluler Sensor Tower, aplikasi Signal yang merupakan pesaing WhatsApp, mencatat kenaikan unduhan sebesar 17,8 juta, dalam periode 5 hingga 12 Januari, naik dari hanya 285.000 unduhan sebelumnya.
Aplikasi serupa lainnya, yakni Telegram, mencatat kenaikan 15,7 juta unduhan selama periode yang sama, dua kali lipat lebih banyak dibanding 7,6 juta unduhan sebelumnya.
Selain itu, aplikasi bertukar pesan berbayar Threema yang sebagian besar melayani negara-negara berbahasa Jerman, juga mendapati kenaikan jumlah unduhan.
Meski aplikasi ini tidak sepopuler aplikasi pertukaran pesan lainnya, namun Threema diyakini memiliki sensitivitas tinggi terhadap perlindungan data.
“Unduhan terus meningkat,” kata Kepala Pemasaran & Penjualan Threema, Roman Flepp, kepada DW.
Pada saat yang sama, unduhan WhatsApp berkurang menjadi 10,6 juta, turun dari jumlah unduhan 12,7 juta sebelumnya.
WhatsApp pun segera mengklarifikasi, dan mengumumkan bahwa mereka akan menunda pembaruan kebijakan hingga 15 Mei.
“Saya tidak terkejut bahwa orang-orang tidak benar-benar tahu apa yang harus mereka setujui dibandingkan dengan hal-hal yang sudah mereka setujui sebelumnya,” kata Supervisor Perlindungan Data Eropa Wojciech Wiewiorowski kepada DW.
“Pengumuman WhatsApp kepada penggunanya sangat singkat dan sepele,” katanya.
“Sejak orang-orang sadar akan konsentrasi pasar, dan fakta bahwa semakin sedikit perusahaan yang ada dan berarti perusahan-perusahaan itu memegang kendali lebih besar atas informasi online, situasi terkait pembagian data antar layanan menciptakan beberapa keraguan bagi pengguna,” ucapnya. (pil/kcm)