V. Nahak, warga NTT, tinggal di Spanyol.
V. Nahak, warga NTT, tinggal di Spanyol.

Di tengah isu Covid-19, warga Kabupaten Malaka masih terus disuguhkan berita proses kasus korupsi bibit bawang merah. Baru-baru ini seorang tersangka berinisial TB berhasil dibekuk di Jakarta (sergap.id, 18/4/20). Setiap kali ada tersangka baru, publik berharap semoga kasus ini segera terkuak ujung pangkalnya.

Sebelum berita tentang penangkapan TB, pertengahan Maret lalu viral berita tentang keponakan Bupati, Christian Davidson Bria Seran, yang mepolisikan Bupati Stef Bria Seran (SBS) yang adalah pamannya sendiri (sergap.id, 28/3/20). Adrianus Brias Seran, Ketua DPRD Malaka yang sering “membisu”, tampil mengklarifikasi tuduhan sang keponakan kepada kakaknya, SBS (sepangindonesia.com, 31/3/20).

  • Cendanaisasi lokal

Adegan perseteruan dan “bela-membela” tersebut menyentak publik justru karena melibatkan para kerabat (sangat) dekat. Apesnya, rakyat Malaka terpaksa menjadi penonton sebuah drama keluarga.

Adegan di atas panggung demokrasi lokal Malaka beberapa bulan terakhir ini adalah buntut dari demokrasi “kulit luar” yang berjalan separuh dekade terakhir ini.

Salah satu argumentasi yang bisa menjelaskan fenomen ini adalah apa yang disebut oleh W. R. Djati sebagai proses “cendanaisasi” lokal (Jurnal Masyarakat, 2003). Istilah ini merujuk pada rezim Orde Baru yang sangat berkuasa secara ekonomi dan politik. Pos-pos penting kekuasaan dikendalikan oleh kerabat dekat Soeharto untuk menjamin langgengnya kekuasaan.

Sesudah gerakan Reformasi ‘98 bergulir, kekuatan Golkar tidak sama sekali pupus. Justru terjadi gerak sentrifugal yang menciptakan medan-medan kekuasaan baru di daerah. Terjadi reorganisasi kekuasaan yang memunculkan “jagoan-jagoan kandang” di level Provinsi atau Kabupaten.

Modal ekonomi-politik yang telah lebih dari tiga dekade ditabung Golkar menjadi kekuatan mumpuni untuk menggerakan motor politik di daerah. Malaka adalah salah satu contohnya. Publik Malaka tahu bahwa kemenangan SBS dalam pilkada 2015 silam bukanlah hal yang terlalu mengherankan karena pasangan itu toh disokong modal politik dan ekonomi yang kuat.

Kita tidak kekurangan contoh bagaimana reorganisasi kekuasaan itu dipraktikkan di daerah-daerah di Indonesia. Teranyar, riset yang dibuat Negara Institut dalam pilkada 2019 menyebutkan hamper 80 (14,78%) wilayah di seluruh Indonesia adalah hasil dari politik dinasti (tirto.id, 21/2/20). Contoh yang paling terkenal adalah kasus Ratu Atut di Banten. Keluarga Ratu Atut nyaris menguasai seluruh kekuatan politik-ekonomi di Banten. Sebagian besar praktik politik kekerabtan ini berakhir di penjara.

Jadi, tumbangnya sosok Soeharto dalam gerakan Reformasi ‘98 tidak benar-benar membawa habitus politik baru. Dinasti politik yang hari ini mengendalikan daerah-daerah termasuk Kabupaten Malaka adalah residu dari proses politik Orde Baru.

Dalam bahasa sederhana, kalau daerah-daerah lain selangkah lebih maju dan sudah mulai menikmati dampak Reformasi plus dinamikanya, maka daerah seperti Malaka masih terus digerayangi oleh intrik-intrik gaya Orde Baru.

Mesti diakui tumbuhnya dinasti politik punya kaitan erat dengan kegagalan partai dalam menjalankan program kaderisasi. Kandasnya kaderisasi ini menyebabkan partai dipenjara oleh ketokohan politik. Di Indonesia problem ini seperti lingkaran setan yang sulit diputuskan. Akibatnya, partai-partai terjebak dalam pragmatisme politik. Demi mendapat jatah dalam pembagian kekuasaan ramai-ramailah partai mendukung figur-figur kuat.

  • Demokrasi dikarantina

Studi yang dibuat Eisenstadt S.N. dan Roniger Luis (1984) menyebutkan empat alasan mengapa kerabat dekat menjadi prioritas dalam distribusi kekuasaan, yakni kepercayaan, kesetiaan, solidaritas dan proteksi.

Postulatnya kira-kira demikian: para kerabat akan jauh lebih menjaga kepercayaan, setia dan solider untuk menjaga nama baik keluarga besar ketimbang orang lain.

Dengan demikian, kita patut berbaik sangka bahwa hal ini pula yang menjadi argumen mengapa Bupati SBS dikelilingi oleh keluarga dan kerabat dekatnya sendiri dalam menjalankan roda kekuasaannya.

Namun, dalam demokrasi lokal praktik ini mempersempit ruang partisipasi publik sekaligus menegasikan salah satu prinsip dasar demokrasi, yakni kesetaraan politik. Dinasti politik juga hanya akan memperkokoh gejala oligarki di daerah yang berpotensi melemahkan mekanisme check and balance karena jabatan-jabatan politik didominasi oleh para kerabat dekat.

Praktik ini jelas kontraproduktif dengan ikhtiar membangun sistem demokrasi modern. Dominasi kekuasaan oleh sekelompok elit lokal atau keluarga pada akhirnya akan menimbulkan kerawanan terjadinya berbagai bentuk penyalahgunaan (korupsi) kekuasaan politik maupun ekonomi.

Berita tentang “drama keluarga” yang menghiasi media-media lokal NTT yang melibatkan kerabat dekat mencerminkan rapuhnya demokrasi yang sedang dibangun di Malaka. Niat baik Pemerintah untuk membangun Malaka terperangkap oleh dinasti politik yang mengelilinginya.

Publik sedang disugukan sebuah tontonan yang tidak elok dalam kultur demokrasi. Ada sinyal bahwa akumulasi kekuasaan di tangan keluarga menyumbat kanal-kanal demokrasi yang memungkinkan kritik yang berimbang dan terbuka.

Bukti dari “setengah mampusnya” dinamika demokrasi lokal itu nyata dalam lemahnya suara para wakil rakyat dalam konsolidasi politik di Malaka. Pimpinan DPR yang diduduki adik kandung Bupati seolah menjadi pantomim dalam demokrasi lokal.

Ada satu fenomen lain lagi yang menarik untuk disimak. Mengapa lembaga-lembaga dan para tokoh yang getol menyuarakan kasus korupsi di Kabuaten bungsu di NTT ini justru berasal dari luar daerah? Pertanyaannya: mengapa putra-putri daerah Malaka sendiri tampak bisu dan gagap di hadapan kasus-kasus ini? Atau jangan-jangan ini sinyal bahwa orang sedang takut “dicopot” kalau bersuara?

Warga seolah-olah hidup di Wuhan pada masa karantina covid-19; takut nongol karena kamera pengawas berada di mana-mana. No nok dei!

  • Penulis: V. Nahak, warga NTT, tinggal di Spanyol.

1 Komentar

  1. sebuah daerah dikatakan maju krn slalu mendpt kritikan pedas bhkan mematikan dr luar terutama wargax yg tinggal di luar daerah krn bobrokx seorg pemimpin slalu menutupi ap lg org trdekat..solusix disaat pemilu nti rakyat hrs cerdas jgn takut diintimidasi dll klo mau daerah kita trcinta ini maju ayo jgn takut bersuara..

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini