sergap.id, JAKARTA – Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan, pelantikan kepala daerah terpilih pada Pilkada 2024 diundur ke tanggal 13 Maret 2025. Penyebabnya, Mahkamah Konstitusi (MK) harus lebih dulu menyelesaikan seluruh perselisihan hasil Pilkada.

Seharusnya, jika merujuk pada Perpres Nomor 80 tahun 2024, maka pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih hasil Pilkada 2024 harusnya jatuh pada tanggal 7 Februari 2025. Sedangkan pelantikan Bupati dan Wali Kota terpilih dijadwalkan pada 10 Februari 2025.

“Betul (pelantikan mundur) karena MK baru akan menyelesaikan seluruh perselisihan Pemilu itu 13 Maret 2025,” kata Rifqinizamy kepada wartawan, Kamis (2/1/23).

MK baru akan mengeluarkan seluruh surat yang menyatakan tidak ada sengketa kepada seluruh gubernur, bupati dan wali kota terpilih setelah PHPU selesai.

Rifqinizamy menambahkan, kepala daerah yang tidak menggugat maupun yang digugat ke MK harus dilantik secara berbarengan. Menurutnya, bisa saja pelantikan langsung digelar pada hari MK memutuskan seluruh sengketa Pilkada.

“Yang sengketa dan tidak sengketa di MK itu pelantikannya harus serentak. Itulah prinsip dasar Pilkada serentak,” jelasnya.

“Karena itu yang tidak sengketa pun harus menunggu selesainya yang bersengketa di MK. Makanya pelantikannya 13 Maret 2025,” tutup politikus NasDem itu.

  • 10 PHP NTT

Di NTT sendiri ada 10 perselisihan hasil pemilihan (PHP) Pilkada 2024 yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut berasal dari Kabupaten Manggarai Barat, Belu, Rote Ndao, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Timor Tengah Selatan (TTS), Flores Timur, Alor, Sikka, dan Sabu Raijua.

Dari 10 itu ada dua kasus dugaan pidana, yakni dari Kabupaten Belu dan Manggarai Barat yang juga ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Pembina Sentra Gakkumdu NTT yang juga Dirreskrimum Polda NTT, Patar Silalahi, menjelaskan, meskipun sengketa tersebut sudah didaftarkan ke MK, namun penanganan pidana oleh Sentra Gakkumdu tetap berjalan. MK dan Gakkumdu memproses kasus sesuai ranah masing-masing.

“Untuk di NTT, ada 10 kasus yang didaftarkan ke MK, sementara dua di antaranya juga diproses oleh Sentra Gakkumdu, yaitu di Kabupaten Belu dan Manggarai Barat,” tegasnya.

Dia menjelaskan, di Manggarai Barat ada dugaan penggelembungan suara. Sementara di Belu ada dugaan penipuan data diri yang dilakukan Calon Wakil Bupati terpilih, Vicente Hornai Gonsalves, yakni tidak mencantumkan data lengkap bahwa dirinya merupakan mantan narapidana yang pernah dihukum 11 bulan penjara karena kasus melarikan anak di bawah umur.

Sejauh ini proses penyidikan masih berjalan di Sentra Gakkumdu Belu dan Manggarai Barat. Penyidikan terhadap Kasus Belu diperkirakan selesai pada 7 Januari 2025. Sementara Manggarai Barat 9 Januari 2025.

Dikutip dari detik.com, Ahli hukum pidana dari Universitas Widya Mandira Kupang, Mikael Feka, menyebut, sesuai Pasal 7 Ayat 2 UU Pilkada, pasangan calon wajib menyampaikan data diri secara jujur kepada penyelenggara pemilu. Termasuk mantan narapidana dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun, dan wajib mengumumkan kepada publik melalui media massa yang terverifikasi oleh Dewan Pers.

Jika syarat formal seperti itu tidak terpenuhi, MK berwenang mendiskualifikasi pasangan terpilih. (mc/dc)