Bupati Ngada, Andreas Paru, saat melaporkan Lothar Imateus Geu di Polres Ngada, Senin (20/1/25).
Bupati Ngada, Andreas Paru, saat melaporkan Lothar Imateus Geu di Polres Ngada, Senin (20/1/25).

sergap.id, BAJAWA – Bupati Kabupaten Ngada, Andreas Paru, melaporkan Lothar Imateus Geu ke Polres Ngada dengan sangkaan pencemaran nama baik.

Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman melalui Kasi Humas Polres Ngada, AKP. Sukandar, membenarkan adanya laporan tersebut.

“Kasusnya akan kita tindak lanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku”, ujar Sukandar kepada SERGAP, Selasa (21/1/25).

Pegiat media sosial tersebut dipolisikan lantaran diduga menyebarkan berita bohong melalui facebook pada Senin (20/1/25) pagi.

Awalnya pada Senin sekitar pukul 08.00 Wita, Bupati Paru memberi arahan kepada ASN saat apel pagi . Lothar kemudian mengutip penyataan Bupati dan mempostingnya di grup Facebook “Ngada Bangkit”. Namun postingan itu dianggap oleh Bupati sebagai narasi yang tidak sesuai fakta apel. Karena itu ia melaporkan Lothar ke polisi dan laporannya tercatat dengan nomor: LP/B/ 16 /I/2025/SPKT/Polres Ngada/Polda Nusa Tenggara Timur.

Lothar dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 pasal 45 Ayat (1).

Berikut posting Lothar di Ngada Bangkit dengan judul MERASA MAMPU – MAMPU MERASA “MATERI APEL KEKUATAN YG SANGAT MENARIK”

“Bpk Bupati: Saya sudah terlanjur mencintai rakyat Ngada, kita sama² lihat dan sy akan pantau dr Papua apakah 3 bulan ke depan bisa berubah tidak Ngada ditangan mereka berdua (paket MURNI)?”

“Pernyataan sikap ini semakin menegaskan bahwa Bpk AP akan bersama² dng kami masyarakat biasa mengawal janji² politik paket Murni. Sepakatlah. Namun disisi yg berbeda sejatinya Rasa Mampu yg bpk tekankan seakan² melegatimasi diri seolah2 hanya bpk yg mampu membangun Ngada. Nah pilkada baru² adalah kesempatan masyarakat Ngada mengaudit, mengevaluasi kinerja Bpk dan jajarannya… Apakah sentuhan program TNP mendarat dan menyentuh masyarakat?? Hasil Pilkada telah menjawabnya.. A Saya secara pribadi menilai Bpk AP RB dalam masa kepemimpinan mereka bukan tdk berprestasi namun belm maksimal”.

Sementara itu Maksi Leo, pegiat media sosial asal Ngada di Kupang, menyayangkan sikap Bupati yang terkesan anti kritik. Padahal apa yang dilakukan Lothar merupakan kebebasan berpendapat yang diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, terangnya.

Selain itu, lanjut Maksi, perlindungan terhadap kebebasan berpendapat juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum , Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), dan Pasal 9 Konvensi Hak Asasi Manusia dan Hak Ekonomi Sosial (KIHSP)

“Kebebasan berpendapat itu merupakan hak asasi hidup yang dijamin dan dilindungi oleh negara”, tegasnya.

Menurut Maksi, Lothar mengkritik Bupati itu memiliki dua alasan. Pertama: agar Bupati tahu bahwa dia sedang diawasi banyak orang. Kedua, agar Bupati bisa mengklarifikasi isi kritikan.

“Bukan pakai jalan pintas lapor polisi”, timpalnya.

Maksi berharap polisi bijak dan profesional menangani kasus ini.

“Jika suara pengkritik dibungkam dengan laporan polisi, maka ini adalah tanda-tanda makin melemahnya demokrasi di daerah kita”, pungkasnya. (sg/cs)