
sergap.id, MBAY – Dua alat berat milik Dinas PUPR Kabupaten Nagekeo dipakai oleh AM, Sekretaris Dinas (Sekdis) PUPR Nagekeo untuk pembangunan rumah pribadinya.
Alat berat yang dipakai adalah Ekskavator dan Beko Loader.
Eskavator dipakai untuk menggali pondasi rumahnya pada Juli 2020 lalu, sedangkan Bekoloder dipakai untuk mengumpulkan material saat pengerjaan cor dek lantai dua rumahnya yang berlokasi di Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, pada tanggal 13 hingga 17 Agustus 2020.
Sejumlah sumber di PUPR yang meminta identitas mereka dirahasiakan mengatakan, Bekoloder dipakai sampai jam 4 pagi.
Kepala Seksi (Kasi) Peralatan Dinas PUPR Nagekeo, Anton Mega, membenarkan pemakaian alat berat milik dinas itu.
“Iya benar, kalau Eskalator ada surat permohonan ke dinas. Kalau Bekoloder tidak ada. Hanya minta bantuan sebentar, hanya satu/dua jam saja. Lain kalau satu hari,” ungkap Anton, Selasa (1/9/20) siang.
Dia menjelaskan, sesuai prosedur, bilamana ada yang ingin menyewa alat berat milik Pemerintah harus mengajukan Surat Izin permohonan pakai alat ke Dinas yang bersangkutan untuk disetujui oleh Kepala Dinas.
Setelah itu, kepala Dinas memberikan rekomendasi atau disposisi ke Kepala Bidang Binamarga atau Kepala Seksi Peralatan.
Penyewa terlebih dahulu mengisi formulir permohonan yang sudah disetujui Kepala Dinas dan terlebih dahulu membayar uang sewa alat yang ditransfer langsung melalui Bank NTT.
Dinas PUPR menyewa alat berat dengan hitungan biaya per hari.
“Kalau Eskalator per hari Rp 2.900.000, sedangkan Bekoloder Rp 3.250.000 per hari dengan bahan bakar ditanggung oleh penyewa. Kami tidak pernah pakai yang per jam,” beber Anton.
Keterangan Anton yang mengatakan bahwa alat berat tidak disewa per jam berbeda dengan pengakuan orang yang pernah menyewa Ekskavator milik PUPR.
“Saya pernah sewa, untuk gali pondasi dihitung per jam, satu jam bayar Rp 650.000, ditambah uang solar,” papar P, warga yang pernah menyewa Ekskavator PUPR.
Dihubungi terpisah, AM membantah jika dirinya menyalahgunakan kekuasaan menggunakan alat berat milik Dinas PUPR untuk kepentingan pribadinya.
“Kalau Exa, sebelum virus Corona saya tidak ingat kapan tanggalnya yang jelas nanti di kantor ada data. Saya satu hari, dan 3 orang kebetulan tetangga pake satu-satu jam. Kalau loader yang bulan Agustus dari tanggal 17-23 Agustus tidak benar. Waktu itu mo muat dari Boawae sopir trontonnya ada sakit dan solarnya tdk ada, karena besok alat mo pake di Aeramo untuk bantu pasang besi plat di Aeramo. Malam itu saya usahakan uang pribadi untuk isi solar agar malam bisa turun ke Mbay, dan malam sekitar jam 11 tiba di rumah, mereka parkir di tempat saya,” tegas AM melalui WhatsApp Selasa (1/9/02) malam.
Keesokkan harinya, kata AM, ekspedisi yang membawa besi plat dari Surabaya untuk perbaikan jembatan Wakasa belum masuk, sehingga alat diparkir di rumahnya. Karena menunggu ekspedisi belum masuk, operator iba dengan saya, mereka bantu, kebetulan pindah/geser material untuk dorong dekat molen itu, dan besoknya saat ekspedisi masuk langsung ke Aeramo.
AM tidak menampik jika Ia memanfaatkan Bekoloder.
“Begini Om, kegiatan cor sampai subuh betul, menggunakan alat liftnya pa Rony, tapi operator pulang duluan karena masih minum-minum sekitar jam 11 atau 12 saya tidak ingat karena menunggu makan malam,” ungkapnya.
Ketika ditanya apakah penggunaan Bekoloder yang sampai subuh itu menggunakan surat permohonan resmi ke dinas sama seperti tetangganya? AM tidak menjawab!
Kejadian itu disayangkan oleh Anggota DPRD Nagekeo, Antonius Moti.
Menurut Moti, semestinya alat berat milik dinas dipergunakan untuk kepentingan daerah atau disewakan kepada beberapa kontraktor supaya dapat menambah income daerah.
”Kenapa ASN PU boleh pakai alat berat untuk kepentingan diri sendiri, sedangkan masyarakat ada minta untuk urusan orang banyak tidak bisa. Kemarin orang di SMUN Boanio ada minta alat berat bilang tidak ada, mau pake untuk baguskan jembatan di Aeramo alasan macam-macam. Sudah banyak yang mengadu ke saya soal ini,” kata Moti dengan nada tinggi.
Menurut dia, seharusnya ada Standard Operasional Prosedur (SOP), bukan untuk pribadi. Pemerintah harus tegas terhadap ASN yang menggunakan fasilitas negara itu.
Seperti yang dilakukan AM itu sudah menyalahi aturan. Sebab aset milik negara memiliki SOP, sehingga bilamana ada penyalahgunaan wewenang, tentu harus disiapkan sanksinya, baik itu sanksi ringan maupun berat.
“Jadi sebagai anggota dewan yang mempunyai fungsi pengawasan kita minta Aparat penegak hukum agar bisa turun kroscek, karena ada banyak pejabat ASN yang menggunakan alat berat tanpa ada biaya alias gratis. Karena ini sudah menyalahgunakan wewenang dan merugikan daerah. Periksa mereka, semua dokumen permohonan, bukti transfer pembayaran uang alat, jangan-jangan rekayasa semua itu,” pinta Moti (SN/SN)