Tahun 2022 ini kami para imam tahbisan 1997 merayakan jubileum perak imamat. Saya pribadi sangat bersukacita dengan tahun jubileum ini. Saya bisa bertemu bapak Uskup, para imam, diakon, frater dan biarawan/wati.
Saya bernostalgia ria dengan teman-teman kelas dan sekolah. Saya bertemu para sahabat kenalan. Saya menjumpai umat pelayananku dulu dan para rekan kerja pastoral. Dan, tidak lupa saya berada di tengah-tengah keluarga dan sanak saudara.
Setiap kami punya cara tersendiri memaknai 25 tahun imamat ini. Kami merayakan syukuran bersama dengan perayaan ekaristi dan resepsi persaudaraan. Sebagai jubilaris kami juga mendapat kado dan hadiah. Kado itu berupa doa, sapaan penuh kasih, uang, hewan, dan barang-barang material lainnya.
Saya juga mendapat hadiah super istimewa di tahun jubileum perak imamat ini. Saya mengenal dekat tiga keluarga. Mereka menghadiahkan putera-putera terbaiknya menjadi imam Tuhan. Ketiga keluarga itu adalah Lukas Lako dan Mery Ta’i dari Watumanu, Sarasedu, Mataloko, Ngada, Mikael Dou dan Reineldis Due dari Bonewaru, Langa, Bajawa, Ngada, Marsianus Dhae dan Dominika Kego dari Boafeo, Ende.
-
Hadiah Pertama RP. JOHN MUGA O, CARM
John Muga merupakan persembahan keluarga Lukas Lako dan Mery Ta’i. Dari sisi hubungan darah, saya dan Lukas Lako masih punya hubungan kekerabatan. Nenek moyang kami (generasi kelima) masih bersaudara: kami dari Bupu Rau dan Lukas dari Ghapo Rau. Mama saya Pulcheria Mare pernah berceritera bahwa ayah dari Lukas Lako, paman Mikael Bo’u Feo pernah coba meminang mama saya Pulcheria Mare. Alasannya mereka masih “tuka ghi atau berasal dari rahim nenek moyang sama”. Mama saya tolak karena masih bersaudara (mestinya sudah diperbolehkan). Mama juga tolak karena tidak tahan dinginnya Watumanu dan awan tebal yang selalu menutup kampung.
Lukas Lako beristrikan Mery Ta’i dari kampung Bodo, Sarasedu. Lukas dan Mery “tuka ghi”, moyang mereka juga bersaudara. Begitupun kami dan Mery adalah “tuka ghi”, meski kami satu letting dengan ayahnya, kae Muga Wini. Kami dari turunan Pere Bhoko sedangkan Mery dari turunan Baghi Bhoko.
Lukas Lako adalah juga teman kelas saya di SDK Wolorowa. Kami tamatan 1981. Saya menyebut nama lengkap semua teman kelas tamatan 1981 dalam Autobiografi saya DARI NUSA BUNGA KE NEGERI ALPEN. Lukas orang seni. Dia bisa main gitar dan okulele. Dia bisa menulis huruf tali cukup bagus. Tapi sekali waktu “kelewat ombeng”. Dia menulis namanya sendiri dengan “L” besar melengkung mirip huruf “P”. Bapak Aloysius Uwa, guru bahasa Indonesia kami asal Beilele Mangulewa yang terkenal lucu coba membaca sambil guyon “Pukas Pako”. Kami semua tertawa ria karena “ombengnya tulisan Lukas dan cara lucu pak Alo Uwa”.
Lukas dan Mery menikah dan bertumbuh menjadi keluarga yang ulet kerja, rajin berdoa dan terlibat aktif dalam pelbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Mereka juga sukses dalam menata ekonomi rumah tangga dan sukses dalam pendidikan anak. Rumah mereka adalah sekolah pertama dan seminari perdana untuk anak-anaknya.
Lukas Lako dan Mery Ta’i tinggal di Watumanu. Orang Watumanu turun dari kampung asli SEDU, tetangga dari kampung SARA yang ada di sebelah barat. John Muga adalah persembahan keempat orang Watumanu/Hoga Sedu setelah RP. Eman Sangu SVD, RP. Siktus Bhari O, Carm dan RP. Meinolfus Mite SVD. Juga persembahan terbaik dari keluarga Lukas Lako dan Mery Ta’i. Sebuah keluarga hasil dari perkawinan SA RA, artinya satu darah, tuka ghi yang berkualitas. Keluarga berkualitas ini sudah menumbuhkan SEDU, tunas panggilan generasi baru.
Terima kasih Lukas dan Mery. Proficiat RP. John Muga. Persembahan orang tua dan penyerahan diri John menjadi hadiah dan tanda sukacita 25 tahun imamat saya. Selamat menjalani ziarah hidup imamat. Ada banyak doa dan harapan untuk John saat tahbisan dan misa syukur kita.
Saya ingat kata-kata teman kelas kami saat SD. Dia adalah pemain Stringbass paling gara-gara yang mengiringi koor misa perdanamu di Watumanu.
“Robe, miu tua bodha maku dhu maru, lila dhu sia. Kamu imam mesti setia hingga matahari terbenam, tetap menyala sampai fajar tiba. Kamu imam mesti mempertahankan mahkota imamatmu sampai mati. Ja menjadi imam sampai mati. Mati mulia sebagai imam”, kata Bento alias Benediktus Rewo.
Nantikan Edisi Berikut Tentang RP. Baldus Rade O, Carm dari Boafeo Ende.