Frans Lebu Raya
Frans Lebu Raya semasa hidup.

sergap.id, KUPANG – Nusa Tenggara Timur sekarang ini dikenal secara nasional sebagai Provinsi Koperasi. Adanya penilaian ini tentu tidak serta merta. Lalu bagaimana ceritanya?

Koperasi telah hadir di tanah air sejak abad ke 20, dimulai dari usaha kecil yang dilakukan oleh rakyat-rakyat kecil pula.

Di tahun 1908, Dr. Sutomo yang punya peran penting di dunia koperasi mendirikan Budi Utomo. Kemudian pada tahun 1915, munculah peraturan tentang koperasi. Setelah itu, di tahun 1927, dibentuk Serikat Dagang Islam untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusaha-pengusaha pribumi, dan dua tahun kemudian, yakni di tahun 1929, Partai Nasional Indonesia (PNI) memperjuangkan penyebaran koperasi di Indonesia.

Ketika Jepang menjajah Indonesia tahun 1942, Jepang mendirikan koperasi yang bernama Kumiyai. Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1947 setelah Indonesia merdeka, gerakan koperasi di Indonesia mengadakan kongres koperasi IX di Tasik, dan di saat kongres itu, dicetuskanlah Hari Koperasi Nasional di tanggal 12 Juli.

Semangat koperasi pun terus meluas hingga ke Provinsi NTT. Klimaksnya, pada tahun 2008, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, mencanangkan NTT sebagai provinsi koperasi.

Hasilnya, sejak itu koperasi memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian NTT. Perkembangan koperasi meningkat tajam hingga mencapai ribuan lembaga, dan aset yang dimiliki mencapai ratusan miliar rupiah, seperti yang dimiliki Koperasi Kredit Obor Mas dan Koperasi Kredit Pintu Air.

Itu sebabnya, pada tahun 2013 lalu, ada lima koperasi di NTT yang memperoleh penghargaan tingkat nasional, dan tujuh koperasi lainnya mendapat penghargaan tingkat provinsi.

Karena itu, sejumlah analis menyebut, era kepemimpinan Frans Lebu Raya lebih berhasil dari yang sekarang. Setidaknya masyarakat pernah mengecap keberhasilan itu lewat progam-program yang pro rakyat, termasuk program ‘Anggur Merah’.

Jasa Frans Lebu Raya ini patut dihargai, karena sukses memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat NTT hingga di kampung-kampung yang hingga sekarang masih terisolir dari dunia modern.

  • Gerakan Koperasi

Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah, menganjurkan pemerintah memilih sejumlah koperasi yang maju dan bertahan di era disrupsi ekonomi sebagai objek percontohan.

Menurutnya, banyak contoh yang bisa diberikan koperasi untuk para pengusaha kecil lainnya yang tengah terpuruk akibat pandemi COVID-19, antara lain strategi bisnis, sistem kerja, semangat gotong-royong anggota, kejujuran pengurus, etika organisasi, dan semua keberhasilan koperasi-koperasi.

Semua itu hendaknya disosialisasikan oleh pemerintah lewat media TV, media cetak, media online, media sosial, agar ribuan pengusaha kecil dan menengah yang kini terpuruk akibat pandemi bisa mencontohkannya.

”Lewat gerakan sosialisasi dan pembelajaran seperti ini, gerakan koperasi bukan hanya akan lebih dikenal di usianya yang ke-74 ini, tapi juga bisa dicontoh dan menjadi sokoguru perekonomian nasional yang bisa melawan kapitalisme,” kata Ahmad Basarah dalam keterangannya, Sabtu (24/7/2021).

Hal itu disampaikan Basarah dalam Webinar bertema ”Dengan Hari Koperasi Nasional, Kita Simak Kontribusi Koperasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional’ yang diselenggarakan oleh Institut Koperasi Indonesia.

Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu, sistem koperasi telah tumbuh di Indonesia, jauh sebelum era kemerdekaan, dimulai oleh Patih Raden Aria Wiria Atmaja pada 1896. Lewat gerakan koperasi itu, Raden Aria hendak membendung jeratan para rentenir yang mencekik perekonomian para pegawai negeri.

Namun, Basarah menyayangkan meski telah tumbuh lama di Nusantara, tidak ada satu pun koperasi di Indonesia masuk dalam 300 koperasi besar di dunia versi International Cooperative Alliance (ICA) pada tahun 2020 lalu.

”Kondisi ini tentu memprihatinkan, ekonomi kita lebih mengesankan kapitalisme ketimbang kekeluargaan. Padahal para founding fathers seperti Bung Karno sejak awal sudah mengusulkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan rakyat, Mohammad Yamin menolak paham liberalisme dan demokrasi ala Barat, sedang Bung Hatta menekankan perlunya membangun koperasi untuk melawan kapitalisme,” tegas Basarah.

Ketua DPP PDI Perjuangan itu menambahkan, semua pihak seharusnya mendorong tumbuhnya koperasi di Indonesia, sebab koperasi adalah sistem perekonomian yang paling sesuai dengan ideologi Pancasila.

Menurutnya, asas kekeluargaan dan kolektivisme yang diatur dalam Pasal 33 UUD 45 sangat dijaga kuat di dalam koperasi. Apalagi jika koperasi itu didasari atas prinsip ketuhanan, misalnya dalam anggaran dasar sebuah koperasi diatur anjuran berinfak dan bersedekah kepada semua anggotanya setiap kali mereka bertransaksi.

”Jika sistem perekonomian serupa ini dikembangkan, disosialisasikan dengan baik dan benar, lalu ditiru oleh banyak orang, saya yakin koperasi di Indonesia akan tumbuh besar dan melawan sistem kapitalisme yang terasa menggurita di Tanah Air,” imbuhnya

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyambut baik usul Basarah. Dia menyebut sosialisasi menjadi penting, sebab jumlah koperasi di Indonesia terbanyak di dunia, namun skup mereka masih kecil-kecil.

”Di NTT, 50 persen penduduknya berkoperasi, di Kalbar 20 persen penduduknya berkoperasi. Karena itu mereka perlu pemberdayaan dan pembelajaran, antara lain sosialisasi itu,” jelas Teten.

Teten menjelaskan ada tiga disrupsi yang menjadi tantangan perkembangan koperasi saat ini, yakni disrupsi sosial berupa perubahan aktivitas masyarakat dalam berbisnis di era pandemi, disrupsi geografi akibat munculnya generasi milenial di tengah masyarakat, dan disrupsi teknologi.

”Baru 0,7 persen dari total koperasi yang menerapkan teknologi digital, padahal anak muda banyak berkecimpung dalam teknologi digital ini,” ungkap Teten.

Teten juga menyebut citra koperasi tidak selamanya bagus karena sejumlah koperasi melakukan maladministrasi dan tindakan tidak simpatik lainnya, misalnya korupsi, keributan di antara pengurus, koperasi papan nama yang dibuat hanya untuk menampung bantuan pemerintah.

Ada juga koperasi yang justru melilit rakyat, koperasi yang menghisap ekonomi masyarakat dengan bunga yang mencekik leher, dan lain-lain. Kementerian yang dipimpinnya juga telah menjalin kerja sama dengan Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menertibkan citra koperasi itu.

Guru Besar Universitas Katolik Parahyangan, Johanes Gunawan, membenarkan nuansa kapitalisme lebih kentara dalam perekonomian nasional ketimbang nuansa ekonomi kekeluargaan yang diperjuangkan para founding fathers.

Dia menyebut pada 2018 saja, ada 29.554 perusahaan tumbuh di Indonesia, mempekerjakan enam juta pekerja dengan nilai output mencapai lebih dari Rp 61 triliun. Sebaliknya, jumlah koperasi pada 2019 mencapai 123.048 unit, tapi jumlah hasil usahanya hanya sekitar Rp 6 miliar. (pil/jol)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini