sergap.id, OPINI – Suhu politik NTT hari-hari terakhir benar-benar memanas. Tapi, saya melihatnya hampir sama persis seperti 15 tahun silam, ketika almarhum Piet A. Tallo, SH (PAT) akan maju berpasangan dengan Frans Lebu Raya (FLR), Gubernur NTT sekarang.
Bedanya, tahun 2003, Gubernur – Wagub dipilih oleh anggota DPRD NTT, yang waktu itu berjumlah 55 orang. Sehingga seluruh energi dicurahkan untuk meraup suara setengah plus satu saja cukup untuk memenangkan pertarungan. Tapi, sekarang energi dibutuhkan untuk meraup suara terbanyak dari 3 jutaan lebih pemilih di NTT.
2003, PAT dan FLR digempur dengan dugaan skandal proyek. Unjukrasa dan pemberitaan media cukup habis-habisan untuk menggempur mereka. Tapi, hasil akhirnya, duet yang diusung PDIP itu memenangkan pertarungan dengan skor 28-27, pada pemilihan putaran kedua.
Kali ini, PDIP mengusung Marianus Sae, anak alam yang lahir di kampung, besar sebagai anak yatim piatu, dan sukses jadi bupati Ngada dua periode. Rival politiknya di Ngada tampaknya bertemu kepentingan dengan para lawannya di Pilgub.
Setelah kasus blokir bandara tak bisa diapa-apakan lagi, maka isu moral digelembungkan. Rumor, yang semula dimanfaatkan untuk kepentingan Pilkada Ngada, 2003, tapi tak mampu bendung langkah MS jadi Bupati periode kedua, kembali mengalir deras.
Nadanya dinaikkan hingga ke pentas nasional. Dan, Komnas HAM dijadikan simpul arena menyanyikan koor moralitas kandidat pemimpin NTT lima tahun kedepan. Apa dampaknya?
Saya kira, terhadap pencalonan di KPU, tidak punya dampak apa2. Artinya, MS tetap akan lolos menjadi Calon Gubernur berpasangan dengan Ir. Emilia Julia Nomleny, Ketua GAMKI NTT. Saat dinyanyikan di Komnas HAM, MS dan Emi Nomleni justeru sedang gencar masuk keluar kampung di kawasan Timor, TTS dan TTU.
Dari sini, kelihatan jelas bahwa langkah ke Komnas HAM adalah upaya membunuh citra MS di mata rakyat NTT. Ya, ini upaya pembunuhan karakter. Akankah berhasil? Saya koq tidak yakin. Meminjam catatan abang Justin Wejak yang menulis dari Australia, bahwa “skandal kelamin” memang sering menimpa para pemimpin dunia. Apakah mereka tidak boleh dipilih karena punya skandal masa silam? Tidak juga. Banyak juga yg sukses jadi pemimpin sekalipun berhubungan dengan lebih dari satu perempuan.
Bung Karno, misalnya, sukses memproklamasikan kemerdekaan RI. Kisah sukses seorang calon pemimpin dan komitmennya pada rakyat justeru jauh lebih kuat ketimbang dibantai dengan rumor skandal kelamin.
MS sendiri sudah memberikan klarifikasi. Bahkan, sampai berkali-kali. Tapi, para lawan politik tetap saja getol menggebuknya. Nah, ini yang membuat saya makin yakin, kalau MS bakal terus meroket. Lalu?
Saya berkeyakinan bahwa manusia yang berada di balik strategi politik 2003 dan 2018 ini, adalah orang yang sama. Setidaknya, ia berpikir bahwa figur yang didukungnya akan menjadi lebih hebat dengan cara merusak citra para lawannya.
MS EMI tidak ambil pusing dengan berbagai rumor yang dilecutkan. Mereka terus mensosialisasikan diri dan gagasan Membangun dari Desa dengan empat pilar utama pembangunan: infrastuktur, ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
MS EMI sejalan dengan Jokowi, presiden kita, membangun dari pinggiran. Maka, dengan sepeda motor trail, MS mengunjungi desa-desa yang terpencil sekalipun. Dianggap para lawan sebagai sekedar pencitraan, tapi cara berpolitik MS memang akan sulit ditiru para lawannya. Selain soal fisik yang harus prima, nyali juga harus cukup untuk bisa bertempur dengan medan yang sulit.
Sampai disini, kita tunggu saja, mana yang sampai duluan, trail atau elang. (Fredy Wahon)