
sergap.id, LEREK – Mantan Penjabat Kepala Desa (Kades) Lerek, Hendrikus Patal Watun, diduga menyalahgunakan dana desa sebesar Rp 500 juta lebih selama tiga tahun terakhir, mulai tahun 2019 hingga 2021.
Pada tahun 2019, Hendrikus menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) dengan Kades saat itu Yohanes Laba.
Hendrikus kemudian dilantik oleh Mantan Bupati Lembata, Almarhum Eliazer Yentji Sunur menjadi Penjabat Kades Lerek selama dua tahun, sejak 2020 sampai 2021.
Mantan Anggota Dewan Permusyawaratan Desa (DPD) Lerek, Maria Woli, bersama Anggota DPD Lerek, Rudolfus Gala, dan Tokoh Masyarakat Lerek, Kristo Tolar, mengatakan, pada tahun 2019 dan 2021, Yohanes dan Hendrikus diduga melakukan tindak pidana korupsi dana desa, diantaranya pengadaan sepeda motor senilai Rp 36 juta, pengelolaan hutan (reboisasi) milik desa senilai Rp 21 juta, pembayaran upah kerja untuk pekerjaan jalan rabat di tiga titik sebesar Rp 297 juta lebih, belanja perjalan dinas Kades Rp 4,5 juta, pengadaan dinamo pompa air sebesar Rp 131 juta lebih, dan biaya pemeliharaan mesin pompa air sebesar Rp 106 juta.
Maria menjelaskan, untuk upah pekerjaan jalan di titik pertama sepanjang 46 meter sebesar Rp 110.679.660, seharusnya Hendrikus hanya membayar upah kerja sebesar Rp 87.700.00 dan sisa lebih perhitungan anggaran atau SiLPA sebesar Rp 20.979.660.
“Setelah kami cek di lapangan, item pertama itu 46 meter x Rp 150 ribu meter lari x 13 RT, dan yang harus dibayar hanya Rp 87.700.000. Tapi realisasi yang terbaca di LPPKD 2019, itu dibayar 100 persen. Begitu juga di titik kedua yang seharusnya hanya dibayar Rp 7.800.000, tapi dibayar 100 persen atau senilai Rp 21.947.000. Termasuk di titik tiga senilai Rp 164.389.425 yang seharusnya hanya dibayar Rp 112.125.425, tapi dalam LPPKD realisasinya 100 persen dan saldo (SILPA) nihil”, papar Maria kepada SERGAP di Lerek, Selasa (12/4/22).
“Saat ini kami sedang mencari laporan pertanggungjawaban keuangan pada tahun 2020. Kami menduga, praktek yang sama terjadi juga di tahun 2020”, pungkasnya.
Rudolfus menambahkan, yang aneh dari realisasi pembelian dinamo mesin pompa air itu adalah dalam perencanaan hanya Rp 16 juta, tapi realisasi pembelian sebesar Rp 131 juta lebih.
“Pembelian dinamo itu dilakukan sejak tahun 2021 lalu, tapi sampai hari ini barangnya belum ada. Begitu juga sepeda motor yang pembeliannya sejak tahun 2019, tapi sampai tahun 2022 ini sepeda motornya belum dibeli”, bebernya.
Sementara itu, Kristo Tolar, mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan surat pengaduan ke Kejaksaan Negeri Lembata agar kasus ini segera dilidik.
“Karena masyarakat sangat dirugikan. Dalam laporan uang desa terpakai habis, tapi barangnya tidak ada”, tegasnya.
Terpisah, Hendrikus yang ditemui SERGAP di kediaman Camat Atadei, Maranus De Moor di Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata, Rabu (13/4/22), mengakui beberapa dugaan yang disampaikan Maria cs.
“Iya, sepeda motor itu belum dibeli. Uangnya (Rp 36 juta) masih ada di saya. Sementara soal dinamo itu, kami sudah panjar Rp 70 juta. Sedangkan uang sisanya saat ini masih ada di Bendahara. Rp 70 juta itu kami panjar ke PT Citra Inti Bersama tanggal 15 Desember 2021”, ujarnya.
Kini dugaan ‘makan uang’ yang dilakukan Hendrikus selama tiga tahun terakhir itu menjadi pergunjingan warga setiap hari. Warga mendesak aparat penegak hukum segera menangani masalah ini.
“Pantas selama ini desa kita tidak maju-maju, ternyata ada tikus yang menggerogoti uang desa”, ujar Frans, warga Lerek. (cis/che)