
Tidak lama lagi kita semua warga masyarakat NTT akan merayakan pesta demokrasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur, pemimpin yang akan memimpin NTT lima tahun kedepan.
Memilih pemimpin bukan memilih pemimpi. Ada begitu banyak peristiwa, kejadian dan kisah yang telah kita alami dan telah kita lalui bersama entah itu baik atau buruk, berhasil atau gagal ya…itulah masa lalu, namun masa lalu janganlah dilupakan tetapi mari kita masyarakat NTT melihat semua yang telah terjadi di masa lalu sebagai pelajaran yang berharga agar kita mampu menata NTT di masa datang.
Pesta demokrasi bukan hanya sekedar sebuah peristiwa atau kebiasaan yang dilakukan setiap lima tahun sekali. Apabila kita sebagai masyarakat NTT masih menafsir pesta demokrasi seperti ini maka pesta demokrasi itu tidaklah membawa manfaat dan dampak bagi keberlangsungan hidup kita dan bagi roda pemerintahan di tanah NTT tercinta ini.
Mari kita melihat dan memahami pesta demokrasi ini sebagai ajang dan tempat dimana kita masyarakat NTT mampu memilih dan memilah siapa yang pantas dan berhak menjadi pemimpin NTT ini dimasa yang akan datang. Lalu pertanyaan bagi kita, seperti apakah pemimpin yang pantas dan layak untuk memimpin NTT ini? Yaitu seorang pemimpin yang kompoten, kreatif, disiplin, adil, jujur, kerja keras, beriman, nasionalis dan pancasilais. Bukan seorang pemimpin yang rakus, korupsi, pencuri dan hanya mementingkan golongan, partai, keluarga dan dirinya sendiri.
Sadar atau tidak sadar, ketika menjelang pesta demokrasi kita akan dikagetkan oleh berbagai macam isu dan berita palsu (hoaks) baik yang berkaitan dengan partai politik pengusung calon gubernur dan wakil gubernur maupun yang berkaitan dengan calon itu sendiri.
Hal ini dapat dikatakan “wajar terjadi”, karena itulah indahnya berpolitik dimana ada persaingan antara partai dan para calon untuk menduduki kursi nomor I di NTT ini, jika hal ini tidak terjadi maka pesta demookrasi kita terasa hambar dan tanpa warna. Namun satu hal yang sangat disayangkan adalah munculya isu dan berita yang berkaitan dengan politik agama, politik suku atau ras dan yang lain-lain yang terjadi secara terselubung dalam kemunafikan hal ini yang berakibat pada pecahnya persatuan dan kesatuan yang telah terjalin di tanah tercinta ini.
NTT adalah salah satu propinsi di Indonesia yang terkenal dengan hidup toleransi yang sangat tinggi bukan hanya pada segi religi/agama tetapi berlaku di semua lini kehidupan. Meskipun terdiri dari masyarakat yang majemuk dimana terdiri dari suku, budaya, agama, adat istiadat dan bahasa yang berbeda namun hidup toleransi tidak berubah. Satu kebanggan untuk kita masyarakat NTT. Pertanyaan untuk kita renungkan bersama dalam masa penantian pemimpin baru ini, apakah hidup toleransi yang ada di NTT, ini tetap terjaga dan dihidupkan atau akan menjadi kenangan yang menghuni hati dan ingatan kita orang NTT berhadapan dengan isu politik yang terus beredar.
Pesta demokrasi adalah pesta politik, karena itu kita sebagai masyarakat NTT diajak untuk terlibat dengan aktif dalam pesta demokrasi tersebut. Terlibat aktif seperti apa dan bagaimana? Sebaga partai politik dan para calon akan berjuang dan bekerja keras untuk memenangkan pemilihan dan mendapat kursi nomor satu di NTT. Sebagai masyarakat keterlibatan aktif kita adalah mampu memilih dan memilah pemimpin yang layak menjadi pemimpin. Kehangatan suatu pesta demokrasi, tentu bukan hanya diramaikan oleh maraknya para parpol dan para calon yang memasang baliho di berbagai tempat strategis, kita juga akan mendengar atau membaca visi dan misi mereka, “kami akan meningkatkan kesejatraan rakyat”, “kami akan memperhatikan kesejatraan rakyat”, “dengan sepenuh hati kami akan berbakti untuk rakyat”, “kami akan membangun dan mensejahterakan propinsi NTT”. Patut kita memberi acungan jempol untuk semua visi dan misi itu, tetapi jangan sampai disitu saja. Sabagai rakyat mari kita lihat lebih jauh apakah semua yang dijanjikan itu terbukti. Tidak, itulah jawaban yang pantas, buktinya masih ada deara-daera di pulau Timor, Sumba, Flores sebagian besar belum menikmati fasilitas kehidupan yang memadai misalnya: jalan raya, listrik, air minum, sekolah, pengajar dan yang paling disayangkan adalah kurangnya lapangan kerja. Namun yang tak kalah pentingnya juga adalah adanya antusias masyarakat untuk menggunakan hak politiknya.
Dalam rangka menyongsong pemilihan gubernur ini, apabila semua oknum berjalan sesuai koridornya maka tidak akan ada persoalan yang terjadi dan tentu kesatuan akan terjaga. Namun sangat disayangkan, memang harapan kadang tidak berjalan sesuai dengan harapan ketika berjuang dan bekerja keras, parpol, para calon dan antek-anteknya justru menggunakan cara-cara yang haram sehingga merusak pesta demokrasi itu sendiri dan tentu akan berdampak pada hasil yang dicapai. Partai A akan mencari cara yaitu dengan melihat kelemahan partai lawan politik dan berusaha untuk menjatuhkanya, demikian pun dengan partai-partai yang lain. Calon A akan menggunakan kelemahan calon B untuk menjatuhkannya demikian pun sebaliknya. Tidak berhenti disini saja ada para calon yang mulai menggunakan agama, suku, budaya dan adat istiadat sebagai senjata untuk mendapat suara rakyat dan untuk mengalahkan partai dan calon yang lain.
Kita sebagai masyarakat yang cerdas dan bijak mari kita memilih dan memilah calon yang layak dan pantas untuk memimpin kita. Memilih pemimpin bukan karena alasan satu agama, suku, budaya dan adat istiadat yang sama tetapi memilih pemimpin yang mampu membawa NTT mencapai kejayaan dimana bukan hanya sebatas pada infrastuktur yang layak (jalan, listrik, air bersih, prasarana umum) tetapi pemimpin yang mampu merubah mental masyarakat NTT. Apa bila kita masih memilih pemimpin karena alasan-alasan seperti diatas maka kita masyarakat NTT belum merdeka dan terbebas dari sikap picik dalam memilih, pililah pemimpin yang mempunyai sifat nasionalisme, pancasilais, jujur, adil, terbuka, kerja keras, kreatif, kompoten dan berakhlak luhur. Bukan memilih pemimpin hanya karena dia agama sama, atau suku sama dengan kita. Dengan demikian pemimpin yang kita pilih dapat mengubah wajah NTT ini dari: kemiskinan, ketidakadilan, korupsi dan human trafficking serta kesenjangan-kesenjangan yang ada di muka bumi NTT. Mari kita memilih pemimpin yang bukan hanya pandai berorasi dan memapar visi dan misi tetapi pililah pemimpin yang bekerja dan bekerja untuk kepentingan rakyat NTT. Di masa penantian pemimpin baru ini marilah kita melihat dari semua calon yang ada, siapakah yang layak dan pantas menjadi pemimimpin NTT tercinta ini.
AGUSTINUS PADANG (GUCHE) / Penulis adalah mahasiswa Semester VIII Fakultas Filsafat Unwira – Kupang, tinggal di Biara Karmel San-Juan, Penfui, Kupang.