Hendrikus Fahik Taek, SH

sergap.id, BETUN – Aliran dana dugaan korupsi proyek bibit bawang merah di Dinas Pertanian Kabupaten Malaka sebesar Rp 10,8 miliar diduga diterima juga oleh sebagian anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Malaka.

Karena itu Polda NTT diminta untuk mengusut kasus ini sampai ke akar-akarnya. Sebab rakyat Malaka hanya menaruh harapan penuh kepada Polda NTT dalam memberantas kasus-kasus dugaan korupsi di Malaka.

Selain Banggar, aliran dana ini juga diduga diterima sebagai fee oleh sejumlah anggota keluarga Bupati Kabupaten Malaka, Stef Bria Seran, diantaranya Yanuarius Bria Seran yang adalah adik kandung dari Stef Bria Seran yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Perijinan Kabupaten Malaka.

Wakil Ketua II DPRD Malaka, Hendrikus Fahik Taek, SH, berharap, kasus ini dapat dibuka oleh Polda NTT secara menyeluruh agar publik Malaka tahu apa yang sesungguhnya terjadi.

“Kita harap tim penyidik Tipikor Polda NTT menelusuri aliran dana proyek ini,”  ujar Hendrikus kepada SERGAP per telepon, Minggu (8/3/20) sore.

Menurut Hendrikus, pada tahun 2018 ketika kasus dugaan korupsi bibit bawang merah mulai mencuat ke publik, dirinya sedang menjabat sebagai anggota Banggar. Namun keberadaannya di Banggar saat itu tidak diperhitungkan dan tidak dilibatkan secara penuh dalam proses pembahasan APBD 2018, karena dianggap sebagai pihak yang kalah dalam politik Pilkada Malaka yang saat itu dimenangkan oleh Stef Bria Seran.

“Saat itu kami PKB ini bastak-bastaka (tidak ada apa apanya). Alasanya PKB kalah Pilkada waktu itu,” ucap politisi yang juga Anggota DPRD Malaka periode 2014-2019 tersebut.

Hendrikus berharap penyidik Polda NTT juga menyingkap dugaan aliran dana proyek bibit bawang merah yang diterima oleh Anggota Banggar maupun Anggota dan Pimpinan DPRD Malaka.

“Jika tim banggar atau yang lain juga menerima uang panas itu, ya silakan bertanggung jawab, dan harus diproses secara hukum,” tegasnya.

Dalam kasus ini negara dirugikan sebesar Rp 4,9 miliar. Uang ini diduga dibagi-bagi oleh kontraktor (CV Timindo) sebagai fee ke beberapa pejabat di Malaka, termasuk kepada sebagian anggota Banggar.

“Buka saja secara terang menderang. Sebagai mantan tim Banggar, saya sangat merasa terbeban. Polda harus buka jika aliran dana itu sampai juga ke tangan Banggar atau Anggota DPRD yang lain,” pintanya.

Sebagai pimpinan DPRD Malaka periode 2019-2024, ia mendukung penuh penyidik Polda NTT dalam mengusut tuntas kasus ini.

“Kalau ada aliran dana mengalir ke Banggar juga, penyidik harus buka, biar Tim Banggar dan DPRD (secara lembaga) tidak terbeban. Sebagai wakil rakyat, saya sangat mendukung langkah Polda NTT dalam membuka skandal korupsi ini,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi [ARAKSI], Alfred Baun, berharap, Polda NTT secepat mungkin mengumumkan kepada publik berapa total pejabat yang terlibat dalam kasus ini, berapa yang terima fee, dan berapa yang sedang diproses hukum untuk dijebloskan ke penjara?

Polda NTT tidak boleh pilih kasih dalam menetapkan tersangka. Sebab semua warga Indonesia sama di depan hukum.

Alfred menilai, saat  ini Polda NTT masih menyembunyikan nama tersangka lain. Padahal bukan rahasia lagi kalau sejumlah kerabat bupati juga menerima fee proyek tersebut.

“Sampai detik ini Polda NTT masih menutup-nutupi kasus ini. Maka kemudian kita bertanya; kenapa dan ada apa? Karena kasus ini bukan baru di tahap pengumpulan data, tetapi sudah sampai tahap penyidikan,” ucapnya.

Menurut Alfred, sesuai data yang dimiliki ARAKSI, Ketua DPRD Malaka Adrianus Bria Seran yang juga merupakan adik kandung dari Bupati Malaka Stef Bria Seran layak ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda NTT.

“Sesuai data yang dikantongi Araksi, selain itu ada juga pejabat-pejabat teknis lainya yang berjumlah 9 orang. Meraka terlibat dalam kasus bawang merah itu,” tutupnya.

Jumat (6/3/20) kemarin Polda NTT telah menahan tiga tersangka kasus bibit bawang merah, yakni Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Malaka Yustinus Nahak, dan dua Direktur CV Timindo atas nama Severinus Devrikandus Siriben dan Egidius Prima Mapamoda.

Kini ketiganya sementara ditahan di sel Mapolres Kupang Kota. (seldi/red)