Peti jenasah Melky Anus Luan saat digotong dari kargo Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/4/18) siang.

sergap.id, KUPANG – Sabtu (7/4/18) kemarin, pukul 14.00 Wita, jenasah Melky Anus Luan tiba di Bandara El Tari Kupang setelah diterbangkan dari Malaysia.

Jenasah almarhum dijemput oleh keluarga dan sejumlah aktivis peduli masalah perdagangan orang di Kupang, diantaranya Suster Laurent asal JPIC Tarekat PI, Ketua Sinode GMIT Pendeta Mery Kolimon, dan Toesny Netta asal organisasi Jaringan Relawan Untuk Kemanusiaan (J RUK).

Sebelum dipulangkan ke kampung halamannya di Dusun Nataraen, Desa Naimana, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, almarhum terlebih dahulu didoakan secara Katolik oleh Diakon Adnan Berkanis, Pr.

Informasi yang dihimpun SERGAP dari keluarga dan kerabat almarhum, menyebutkan, Melky Anus Luan memiliki nama asli Ferdi Minggus Nahak, umur berkisar 30 tahun ke atas dan bertagama Katolik.

Namun dalam surat keterangan yang diterbitkan oleh Kedubes RI di Kuala Lumpur dan di tanda tangani oleh Sekretaris Pertama Konsuler Soeharyo Tri Sasongko pada tanggal 5 April 2018, tercatat nama Ferdi Minggus Nahak menjadi Melky Anus Luan, umur 24 tahun, dan beragama Islam.

Almarhum dinyatakan meninggal di Hospital Seri Manjung, Perak, Malaysia pada tanggal 31 Maret 2018 pukul 11.18 waktu setempat, dan penyebab kematiannya adalah Severe Sepsis Secondary To Pneumonia.

Anggota DPRD NTT, Ansel Tallo, yang mewakili keluarga Almarhum, menjelaskan, Almarhum berangkat ke Malaysia bersama istrinya pada tahun 2012.

“Almarhum sudah 6 tahun di Malaysia dan pernah kembali ke Malaka, lalu pergi lagi sampai meninggal ini. Dia memiliki isri dan dua orang anak. Yang satu ada di Malaka, dan yang satunya lagi ada di Malaysia bersama ibunya.  Istri almarhum tidak bisa ikut hantar jenasah (ke Indonesia) karena dia tidak memiliki dokumen legal,” papar Ansel.

“Saya sungguh menyayangkan,,,, orang kita pergi ilegal,,, kemudian meninggal di sana (Malaysia). Mestinya sebelum pergi urus dulu legalitas. Dan, kalau sudah selesai masa kontrak, ya pulang sudah…,” kata Ansel.

Ansel meminta polisi mengusut siapa atau Perusahaan jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) mana yang mengirim Almarhum ke Malaysia. “Kasus ini harus ada punishment yang tegas,” ucap Anggota Komisi V DPRD NTT yang membidangi Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Perpustakaan, dan Nakertrans itu.

Permintaan yang sama disampaikan juga oleh Ketua Sinode GMIT, Mery Kolimon. Menurut Mery, kasus pengiriman TKI ilegal ke luar negeri sudah menjadi masalah serius di NTT.

“Sebab sekarang ini, hampir tiap minggu, bahkan tiap hari, kita menerima anak-anak kita dalam peti jenasah. Anak-anak ini adalah korban kejahatan yang terstruktur,” ujar Mery.

Mery meminta Presiden RI, Joko Widodo melihat masalah TKI di NTT sebagai masalah nasional. “Negara kita seperti membiarkan domba di bawa ke pembataian. Kami harap, pemerintah mengagendakan ini menjadi kerja nasional,” pintanya.

Sementara itu, Suster Laurent, berharap pemerintah RI segera melakukan kerjasama dengan Malaysia untuk mengatasi masalah TKI ilegal.

“Pemerintah tidak hanya buat pernyataan menyesal saja, tapi harus tegas dalam bertindak. Kebijakan pemerintah diperbaiki untuk TKI, dan harus berjejaring dengan berbagai elemen masyarakat. Pemerintah tidak bisa kerja sendiri,” kata Suster Laurent.

Jenasah almarhum Ferdi Minggus Nahak alias Melky Anus Luan.

Informasi yang diperoleh SERGAP dari salah satu keluarga Almarhum, mengatakan, Melky akan dimakamkan pada Senin 9 April 2018. (fwl/fwl)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini