Jenazah RF saat akan diberangkatkan dari RS Siloam Kupang ke Baubau, Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Senin (2/7/21) sore.
Jenazah RF saat akan diberangkatkan dari RS Siloam Kupang ke Baubau, Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Senin (2/7/21) sore.

sergap.id, KUPANG – Sekitar pukul 11.30 Wita, RF, bocah perempuan umur 7 tahun yang hendak menyebrang jalan di jalan trans timor, Tanah Merah, Desa Baubau, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, ditabrak mobil avanza yang melintas di jalan itu dengan kecepatan tinggi.

RF yang kritis karena tabrakan maut itu kemudian dilarikan keluarga ke RS Siloam Kupang. Namun beberapa menit setelah tiba di RS, korban menghembuskan nafas terakhirnya. Saat itu kepada keluarga korban, dokter mengatakan, korban meninggal akibat laka lantas. Dokter kemudian mempersilahkan keluarga korban membawa pulang korban ke rumah duka.

Namun beberapa menit kemudian, dokter yang sama menyampaikan bahwa korban positif covid-19 berdasarkan hasil swab.

Jawaban dokter yang dualisme ini membuat keluarga marah hingga mengakibatkan terjadi keributan di depan IGD RS Siloam Kupang.

Tak lama setelah itu, anggota Satgas Kota Kupang dan aparat Polres Kupang Kota berdatangan ke RS Siloam Kupang dan menenangkan situasi.

Sementara di depan IGD, tampak ibu kandung korban terus menagis histeris karena belum iklas menerima kepergian anaknya yang cantik jelita itu.

Di bagian lain di depan IGD, terlihat juga perwakilan keluarga korban sedang berdiskusi dalam situasi sedikit tegang dengan Satgas Covid-19 Kota Kupang, diantaranya Sekretaris Pol PP Kota Kupang, Alan Girsang.

Girsang menganjurkan agar korban diurus mengikuti protokol Covid-19. Namun perwakilan keluarga korban tak sepakat. Sebab menurut mereka, RF meninggal karena kecelakaan, bukan karena covid.

“Anak kami ini meninggal karena kecelakaan. Lantas dilarikan kesini (RS Siloam Kupang). Awalnya dokter bilang mati akibat benturan keras karena lakalantas. Tiba-tiba beberapa menit kemudian beri pernyataan tambahan bahwa anak kami ini positif covid hasil swab. Covid bagaimana? Swab bagaimana kok cepat sekali. Hanya 4 menit hasil swab sudah keluar? Setahu saya untuk dapat hasil swab itu berjam-jam. Lagi pula anak kami (RS) ini tidak punya riwayat sakit. Dia dibawa kesini (RS Siloam Kupang) karena ditabrak mobil, bukan karena sakit covid atau sakil dalam,” beber paman kandung korban, Daniel Foeh (50), kepada SERGAP di depan IGD RS Siloam Kupang, Senin (2/8/21), pukul 12.00 Wita.

Usai menjelaskan kepada SERGAP, Daniel menemui dokter guna memastikan bagamana kronologi hingga ponakannya divonis terpapar covid. Namun disaat yang sama, Marta Mesak, ibu kandung korban, menggendong jasad anaknya dari ruang IGD RS Siloam dan langsung berjalan kaki menuju mobil pikap milik keluarganya yang diparkir di pinggir jalan di depan RS Siloam. Sementara keluarganya yang lain mengikutinya dari belakang.

Tapi Marta bersama jazad dan keluarganya dihadang oleh sejumlah anggota polisi dari Polres Kupang Kota. Polisi kemudian meminta keluarga korban bersabar agar korban dikeremasi secara baik untuk kemudian dibawa pulang mengikuti protokol covid-19.

Namun Marta dan sanak saudaranya tak mau. Mereka tetap ngotot ingin segera membawa pulang jazad anaknya ke rumah mereka di Baubau.

Menghadapi kondisi ini, polisi tak patah semangat. Mereka terus membujuk keluarga korban agar jazad RF dibawa kembali ke kamar jenazah RS Siloam untuk dimandikan dan dimasukan ke dalam peti mati sesuai protokol covid-19.

Tapi lagi-lagi keluarga korban tidak mau. Mereka tetap bertahan di halaman luar rumah sakit sambil menggendong jazad RF. Mereka pun menolak jazad FR dimandikan di RS Siloam Kupang.

Waka Polres Kupang Kota bersama Kasat Sabara Polres Kupang Kota, Iptu David Neto, serta Kasat Lantas Polres Kabupaten Kupang, Iptu Ilham, dan Kapolsek Oebobo, terus membujuk keluarga korban untuk bersabar menunggu petunjuk pimpinan Satgas Covid-19 Provinsi NTT dan Kabupaten Kupang agar tepat tindakan yang diambil dalam kasus kematian RF.

Karea almarhumah adalah warga Kabupaten Kupang yang meninggal di wilayah Kota Kupang, maka menurut Ketua BPBD Kota Kupang, Jimy Didok, yang berhak menentukan almarhumah dikubur dimana adalah kewenangan Satgas Provinsi NTT.

Namun koordinasi yang dibangun oleh Jimy Didok bersama jajaran Polres Kupang Kota tak membuahkan hasil.

Karena itu, dua jam kemudian, untuk kedua kalinya, keluarga korban kembali berusaha secara paksa membawa pulang jazad korban dengan mobil pikap. Mereka sempat berhasil menerobos blokade polisi dan berjalan keluar dari halaman rumah sakit sekitar 50 meter. Tapi persis di depan klontong es buah yang berada di seberang jalan depan RS Siloam, mereka dihadang oleh puluhan polisi muda dari Polres Kupang Kota.

Disini sekitar 20 menit terjadi dorong mendorong antara aparat dengan keluarga korban.

Karena kalah jumlah, akhirnya keluarga korban mengalah dan masuk kembali ke dalam halaman RS Siloam Kupang. Disini polisi kembali berusaha bernegoisasi dengan keluarga korban agar korban dikremasi sesuai protokol covid-19. Namun keluarga tetap menolak. Keluarga korban pun terus bertahan di halaman luar RS Siloam Kupang sambil menggendong jazad RF.

Karena telah hilang sabar, ibu kandung korban sempat membuka penutup wajah anaknya yang penuh memar dan luka akibat kecelakaan, dan ia tunjukan kepada polisi dan petugas covid Kota Kupang sambil berkata, “Kalau kamu mau makan anak ini, ambil sudah. Keterlaluan kamu ini, masa anak saya dibuat seperti ini. Kalau pejabat mati, kamu tidak persulit. Tapi kami rakyat kecil ini, kamu bikin banyak aturan. Dia (RF) ini bukan binatang. Tolong pengertian bapak-bapak. Dia ini meninggal karena kecelakaan, bukan karena covid. Anak saya ini dicovidkan oleh rumah sakit. Karena anak saya tidak ada penyakit bawaan. Dia murni meninggal karena ditabrak mobil pak…”.

Mendengar itu, Waka Polres Kupang Kota dan Kasat Lantas Polres Kabupaten Kupang kembali mendekati ibu korban dan berusaha menenangkannya.

Namun ibu kandung korban tetap bringas. Ia bahkan satu kali berusaha ambil batu untuk lempar petugas covid dan satu kali berusaha untuk bunuh diri. Tapi usahanya berhasil dihalangi oleh Kasat Lantas Polres Kabupaten Kupang.

Tak lama kemudian, sebuah mobil dobel kabin masuk ke halaman rumah sakit dan di bak belakangnya terlihat ada sebuah peti jenazah ukuran untuk anak kecil. Saat itu pun, Kasat Lantas Polres Kabupaten Kupang langsung memberitahu kepada keluarga korban untuk tenang karena peti jenazah telah tiba.

Keluarga korban kemudian diarahkan ke kamar mayat untuk mengisi jazad ke dalam peti. Namun sampai di kamar mayat, keluarga korban melarang orang lain selain keluarga korban untuk mengisi jazad RF ke dalam peti. Disitu pula seorang petugas covid diusir keluar dari kamar mayat.

Setelah jazad dimasukan ke dalam peti, keluarga langsung mengusung peti dan membawanya keluar dari kamar mayat. Sampai di luar, keluarga korban tetap memikul peti jenazah selama hampir 30 menit lamanya. Karena ternyata pihak RS Siloam Kupang tidak menyediakan mobil ambulance.

Karena itu, sempat terjadi perang mulut antara petugas covid-19 Kota Kupang bagian penguburan jazad covid-19 dengan pihak RS Siloam. Bahkan seorang anggota polisi juga ikut marah-marah karena RS Siloam tidak menyiapkan mobil ambulance. “Ini rumah sakit atau apa?”, sergahnya.

Di tengah pertengkaran itu, tiba-tiba seorang pria yang sedari tadi merasa iba dengan korban dan keluarga korban berujar, “Sudah… Diam sudah. Pakai mobil ambulance Kota Kupang punya saja. Biar beta yang bawa sendiri”.

Pria itu kemudian melangkah pergi ke arah barat RS Siloam dan menuju sebuah mobil ambulance Kota Kupang yang diparkir di samping rumah sakit itu. Tak lama kemudian, terdengar mobil distarter dan berjalan pelan menuju ke halaman depan RS Siloam.

Setelah mobil berhenti dan pintu belakang dibuka, keluarga langsung memasukan peti jenazah ke mobil itu, namun tetap dalam pengawalan ketat keluarga korban yang lain.

Saat peti jenazah dimasukan ke mobil ambulance, waktu telah menunjukan pukul 17.00 Wita. Setelah itu, dipandu mobil Kasat Lantas Polres Kabupaten Kupang, mobil jenazah yang diikuti 3 mobil pikap milik keluarga korban menuju Baubau.

“Dari jam 12 pak kita tarik ulur disini (RS Siloam Kupang). Sekarang baru kita bisa pulang bawa jenazah. Itu artinya jasad anak kami ini disandera selama 5 jam di rumah sakit ini. Entah apa alasannya. Kalau karena koordinasi antara satgas kota, kabupaten, dengan provinsi, maka koordinasi macam apa sampai lama begini? Koordinasi apanya, karena saya lihat dari tadi, petugas hanya berdiri diam saja. Memangnya koordinasi pakai bathin? Kasihan kami rakyat kecil ini pak. Kenapa kami selalu dipersulit? Kenapa pejabat yang mati tidak begini, kenapa…?,” ujar Selfi Ledoh (46), mama kecil almarhumah RF.  (pel/cis)

2 Komentar

  1. Sekarang ma sakit jangan coba2 ke rumah sakit nanti mati krn penyebab lain juga bilang covid-19? Pusing dengan orang bagian rumah sakit skrg. Sangat tidak manusiawi sekali skrg.

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini