Bupati Kabupaten Sikka, Roby Idong dalam balutan busana adat Sikka.
Bupati Kabupaten Sikka, Robi Idong dalam balutan busana adat Sikka.

sergap.id, KUPANG – Status Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Pemkab Sikka yang diberikan BPK kepada Pemkab Sikka diduga sebagai gimmick atau trik BPK dan Bupati Sikka Roby Idong untuk membungkus kejahatan korupsi di Sikka.

Demikian disampaikan Koordinator TPID dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus, dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan kepada SERGAP, Selasa (21/6/22).

Menurut dia, praktek jual beli opini WTP antara oknum BPK RI dengan Pimpinan Kementerian atau Pimpinan Lembaga atau Kepala Daerah, bukan rahasia lagi. Hal ini sudah menjadi fakta sosial dan fakta hukum yang didukung dengan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berkekuatan hukum tetap dalam kasus jual beli Opini WTP di BPK RI.

“Pansus DPRD Sikka harus fokus menggali kontroversi antara LHP BPK tentang temuan penyalahgunaan dana BTT – TA 2021 yang saat ini sedang dalam proses penyelidikan dan sejumlah kasus korupsi lain yang tengah dalam tahap penyidikan dengan Opini WTP. Jika terindikasi ada KKN, maka Pansus harus merekomendasikan agar Opini WTP dibatalkan dan diproses sebagai Tipikor di Kejaksaan Negeri Sikka”, teganya.

Sebab, lanjut Selestinus, predikat WTP yang diberikan BPK bertepatan dengan beberapa pejabat di Pemda Sikka tengah menghadapi proses penyelidikan dan penyidikan dugaan kasus korupsi. Ini menimbulkan tanda tanya besar. Karena opini WTP patut diduga lahir dari sebuah transaksi KKN antara Bupati Sikka, Robi Idong, atau orang yang berada di bawah tanggung jawabnya dengan oknum BPK untuk membranding Robi Idong menuju Pilkada periode ke 2.

Opini WTP itu harus diproses hukum, karena antara opini WTP dengan temuan penyimpangan sesuai LHP BPK tidak koheren, bahkan substansinya bertentangan.

Bagaimana hal ini bisa terjadi dan diterima akal sehat, jika ada temuan BPK yang menyatakan ada penyimpangan dan penyalahgunaan dana BTT sebesar Rp. 988.765.648, tetapi status opini WTP diberikan kepada Pemkab Sikka.

Mengapa Bupati Robi Idong menerima opini WTP Ini dengan sumringah? Ini permainan anak-anak TK untuk mengecoh sesama anak TK.

Selaku Kepala Daerah yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola keuangan daerah menurut UU Nomor 17 Tahun 2003, Robi Idong seharusnya menuntut BPK RI untuk menarik kembali oponi WTP, karena temuan penyimpangan dan penyalahgunaan atau sebaliknya Robi Idong meminta BPK membatalkan LHP BPK soal temuan penyimpangan dana itu. Jika tidak, maka ini bakal menjadi bukti persekongkolan jahat antara BPK dan Robi Idong.

Pengakuan Bendahara BPBD Sikka soal penyimpangan penggunaan BTT, jelas sangat memalukan, karena Robi Idong sebagai Pengelola Keuangan Daerah disebut-sebut ada dalam antrian bersama bawahannya dan secara bersama-sama serta berlanjut diduga kuat ikut mencuri uang rakyat korban bencana. Ketelibatan Robi Idong melakukan korupsi uang recehan itu melalui Ajudannya atau Kalak BPBD Tahun 2021. Ini bukti tidak tertib dalam menatausahakan dana BTT.

Karena itu Opini WTP dari BPK untuk Pemda Sikka patut diduga sebagai gimmick bagi Robi Idong, karena antara Opini WTP dan Fakta-fakta temuan BPK bertolak belakang 180 derajat. Sehingga patut dipertanyakan siapa yang bayar siapa hingga Opini WTP yang kontroversi ini diterbitkan? Siapa yang menipu siapa dan ini jelas tidak memberikan pendidikan politik yang baik, membodohi Masyarakat dan ASN di Sikka demi gimmick sesaat Robi Idong.

Dapat dibayangkan bahwa Bupati Sikka Robi Idong pasti dengan sumringah menerima Opini WTP dari BPK RI NTT yang dinilai bakal berhasil membungkus dan mengecoh rakyat kecil, mengelabui DPRD Sikka, Kejari Sikka, Polres Sikka dan para pengamat hukum dan politik di Sikka dari kejahatan korupsi yang terjadi selama ini.

Fakta terbaru yang beredar luas ke publik menunjukan bahwa Opini WTP BPK untuk Pemda Sikka TA 2021, isinya tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum temuan penyimpangan dan penyalahgunaan dana, bahkan mengandung tipu muslihat dan kebohongan para Elit di Sikka tidak terkecuali Robi Idong, sebagaimana terbukti dari pengakuan Bendahara BPBD Sikka dan Kwitansi yang dipublish secara luas.

Fakta dimana bukti-bukti kwitansi beredar ke ruang publik bahwa Robi Idong ikut antri dalam deretan nama-nama bersama para pencuri uang rakyat warga miskin korban bencana untuk kepentingan kunjungan kerja, sungguh-sungguh memalukan dan sebagai sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Sebab Bupati Sikka, Robi Idong sudah punya anggaran khusus, silakan berfoya foya, tanpa harus terjerumus ke dalam perbuatan tercela ini.

Oleh karena itu, mengenai beredarnya kwitansi ke ruang publik dan menjadi milik publik, maka Bendahara BPBD Sikka harus diapresiasi atas sikap jujur dan berani mengungkap hal-hal yang sesungguhnya dan untuk itu ia harus dilindungi oleh LPSK, DPRD Sikka, Kajari Sikka dan Polres Sikka agar Bendahara BPBD Sikka tidak diintimidasi dan diteror oleh siapapun juga.

Kejaksaan Negeri Sikka sebaiknya membuka perkara baru dan terpisah untuk mengungkap alasan-alasan mengapa ada Opini WTP dengan LHP BPK RI soal penyimpangan dan penyalahgunaan dana APBD Sikka secara berlanjut dan bersama-sama, tetapi dicoba ditutup-tutupi dengan Opini WTP, karena itu Robi Idong, Montero yang adalah Ajudannya harus dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban secara pidana, periksa dan beri status tersangka jika cukup  bukti.

Soal kasus korupsi, Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin, tidak akan kompromi, karena itu Kejaksaan Negeri Sikka tidak boleh bawa perasaan ewuh pakewuh ketika harus memanggil Robi Idong dkk. Karena praktek mencuri uang rakyat secara bersama-sama dan berlanjut dibungkus dengan Opini WTP, sudah menjadi modus cari selamat yang sudah kuno, serta melukai rasa keadilan dan membohongi warga Sikka. (sp/sp)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini