Ketua Fraksi Gerindra yang juga Anggota Banggar DPRD Kabupaten TTU, Fabianus One Alisiono.
Ketua Fraksi Gerindra yang juga Anggota Banggar DPRD Kabupaten TTU, Fabianus One Alisiono.

sergap.id, KEFA – Ketua Fraksi Gerindra yang juga Anggota Banggar DPRD Kabupaten TTU, Fabianus One Alisiono, mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dibawah kepemimpinan Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dan Josep Nae Soi (JNS) gagal memberi solusi terhadap polemik penetapan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang APBD TTU 2020.

Menurut politisi yang akrab disapa Afa ini, sesungguhnya proses pembahasan APBD TTU 2020 sudah final pada tanggal 29 Desember 2019 lalu.

Polemik ini muncul ketika pada tanggal 30 Desember 2019, Bupati TTU Ray Fernandez, mengajukan keberatan dan meminta DPRD mengamandemen keputusan DPRD tanggal 29 Desember 2019 itu.

Persoalan ini lantas dibawa ke Pemprov NTT dengan tujuan agar Pemprov memberi solusi terhadap polemik penetapan APBD 2020 yang sedang terjadi.

Sayangnya, Pemprov NTT melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT, Ben Polo Maing, dan Kepala Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT, Zakarias Moruk, hanya berjanji akan memfasilitasi pertemuan antara Bupati dan DPRD guna bisa duduk bersama dan bersepakat menyudahi polemik penetapan APBD 2020.

“Tapi kenyataannya tidak ada. Bahkan saat mereka mau terbitkan Perkada, Sekda (Polo Maing) mengundang pimpinan DPRD dengan Bupati ke Kupang. Isi surat (undangan) bukan untuk penandatanganan Perkada, tapi sampai di Kupang, Sekda umumkan bahwa ini penyelesaian Perkada. Ini kan tidak bagus to?,” beber Afa kepada SERGAP, Selasa (11/2/20) malam.

Karena itu Afa merasa dibohongi oleh Polo Maing dan Zakarias Moruk.

“Ini kegagalan Pemerintah Provinsi NTT yang nota bene perwakilan Pemerintah Pusat di daerah. Kita sudah sidang selesai, bukan sidang tidak selesai. Tanggal 29 itu sidang habis, tanggal 30 Bupati buat surat kepada Pimpinan DPRD, tembusan ke Gubernur yang isinya meminta DPRD mengandamen keputusan APBD 2020, terutama tiga item kegiatan, yakni proyek perumahan, pengadaan tenaga kontrak (termasuk guru), dan pengadaan hand traktor,” ujarnya.

Menurut Afa, polemik Perkada berawal dari pemerintah mengusulkan Rp 84 miliar untuk bangun perumahan. DPRD pun menyetujuai Rp 75 miliar. Tapi Bupati menolak. Bupati inginkan Rp 84 miliar itu disetujui DPRD.

Padahal persetujuan DPRD itu mengacu pada rendahnya penyerapan anggaran dalam urusan perumahan, yakni Tahun Anggaran (TA) 2016 nol persen, 2017, 2018, 2019 hanya Rp 2 miliar.

Anehnya di 2020 permintaan naik menjadi Rp 84 miliar.

Versi Bupati, usulan Rp 84 miliar itu berdasarkan  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sementara DPRD berpatokan pada kinerja pemerintah.

“Kalau kinerja jelek, kenapa paksakan DPRD harus setujui Rp 84 miliar itu? Kalau pun berdasarkan RPJMD, kenapa program pembuatan patung Kristus Raja dengan biaya Rp 100 miliar tidak dikerjakan sama sekali? Sanksi kepada Bupati apa? Kita setujui anggaran itu berdasarkan penyerapan anggaran di tahun-tahun kemarin. Bukan tanpa alasan,” tegas Afa.

Kata Afa, hal yang sama juga terjadi pada program perekrutan tenaga kontrak (teko). Dalam sidang DPRD TTU tahun 2018 (bersamaan dengan suksesi Pilgub NTT) tidak ada item guru kontrak atau teko yang diusulkan untuk dibahas. Begitupun dalam sidang perubahan 2018. Tapi tiba-tiba pemerintah merekrut 1187 teko dan membayar gaji mereka selama tiga bulan, terhitung Oktober, November dan Desember 2018.

Persoalan ini kemudian di bawa ke Gubernur NTT. Gubernur lantas mengeluarkan rekomendasi agar pembayaran gaji teko disesuaikan dengan aturan yang berlaku.

“Bupati telan bulat-bulat ini rekomendasi gubernur. Dia datang langsung bayar gaji teko untuk tiga bulan punya. Nah pertanyaannya kapan lu (bupati) rekrut itu teko? Jika dihitung dari waktu pembayaran gaji teko, berarti teko direkrut pada bulan September. Padahal saat itu perekrutan tidak ada sama sekali. Kog bisa bayar gaji teko dengan total anggaran Rp 5,9 miliar?,” beber Afa.

“Anehnya lagi, di 2019 teko tidak diusulkan ke DPRD. Padahal itu harus diusulkan dengan anggaran kira-kira Rp 25 miliar. Tapi dia (bupati) tidak usul. Yang diusul ke DPRD saat itu (2019) hanya 505 teko di Dinas Pendidikan (TTU). Tapi dalam perjalanan Bupati membuat Peraturan Bupati membayar gaji 1187 teko dengan anggaran Rp 17 miliar lebih,” paparnya.

Karena itu, lanjut Afa, di tahun 2020 ini, DPRD menolak usulan teko yang disampaikan pemerintah.

“Kita tolak di 2020 ini karena dasarnya 2018 dan 2019 itu. Lu (bupati) tidak usul, tapi tiba-tiba ada teko dan lu bayar gaji teko. Lalu bayar gaji teko pun hanya 3 bulan saja. Berarti setiap Januari lu (bupati) pecat teko?,” kata Afa.

Menurut Afa, anggaran untuk teko sebanyak 1187 orang itu tidak tercover di APBD 2019. Namun Bupati membuat Peraturan Bupati (Perbup) membayar gaji teko sejak Januari 2019.

“Cilaka tidak? Negara kita mau jadi apa kalau cara kerjanya begini? Ini namanya kerja sesuka hati,” timpalnya.

Yang terakhir, kata Afa, soal Traktor. DPRD menolak permintaan pengadaan hand traktor untuk dibagikan kepada masyarakat, karena traktor-traktor yang sudah ada, semuanya dalam keadaan rusak.

“Nah lu (bupati) minta hand traktor untuk apa? Nilainya Rp 3 miliar lebih. Jangan karena (ada kepentingan) politik, baru kamu ajukan. Kenapa tahun kemarin kamu tidak ajukan?,” ujar Afa.

Afa mengaku, saat ini BPKP NTT sedang melakukan audit penggunaan APBD 2019 di TTU.

“Hasil pemeriksaan BPK tahun 2018 tidak dipublis. Lucu to? Nah sekarang BPK sedang periksa lagi, kita tunggu saja hasilnya. Apakah seperti 2018 atau ada temuan?,” sindir Afa.

Afa mengatakan, jika polemik Perkada tidak disikapi secara tegas, maka Perkada-Perkada ikutan akan muncul di tahun-tahun berikut. Yang menjadi korban adalah masyarakat.

“Kami tidak terima selama gaji 6 bulan tidak apa-apa. Tapi bagimana dengan kepentingan masyarakat? Karena sanksi dari adanya Perkada ini jelas merugikan masyarakat. Kalau tidak disikapi secara tegas, maka bupati bisa seenaknya saja. Bupati bisa bikin perkada terus. Nah pengawasan terhadap Perkada bagaimana?,” pungkasnya.

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.

Menanggapi polemik Perkada TTU, Gubernur VBL meminta semua pihak untuk berpikir jernih dan bekerja sungguh-sungguh, agar masyarakat tidak dikorbankan.

“Sanksi Perkada, ini dong OPD, DPRD, serta Pemerintahan pada umumnya, selama 6 bulan tidak gajian. Perkada itu artinya bahas – bahas anggaran tidak jadi,” ucap VBL dalam Rapat Kerja bersama Bupati TTU, para Camat, Lurah, Kades, tenaga kesehatan dan tenaga pendidik se Kabupaten TTU di Balai Binmaffo, Rabu (12/02/20).

“Cara berpikir pemerintah harus bangkit. Mari kita bangun cara berpikir yang benar. Kerja dengan benar dan sungguh-sungguh,” pinta VBL. (cis/sel)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini