
sergap.id, KUPANG – Pada tahun 1519, sebuah kapal Portugis bernama Victoria yang dipimpin oleh Ferdinand Magellan berlayar dari Spanyol melewati Samudera Atlantik, menyusuri Amerika, melintasi Samudera Pasifik, hingga sampai ke Asia.
Saat itu, Ferdinand Magellan berlayar bersama Kapten Juan Sebastian del Cano dan sastrawan Italia Pigafetta.
Tujuan mereka adalah mencari rempah-rempah, dan selama berada di Asia, salah satu pelabuhan yang disinggahi adalah Pelabuhan Kupang dan Pelabuhan Seba di Pulau Sabu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Di Kupang dan Sabu mereka memperoleh Cendana Putih dan Cendana Merah yang ditukar dengan Sutra dan Porselin dari Cina.
Kala itu Sutra dan Porselin sangat mahal di Pasar Eropa dan menjadi barang termahal di Kupang dan Sabu.
Dari Kupang dan Sabu, kapal Victoria terus berlayar menuju Maluku dan Philipna. Di Filipina, Ferdinand Magellan sempat berbaur dengan penduduk lokal dan mengajarkan agama Katolik. Akan tetapi, ada penduduk pribumi yang tidak menerima kedatangannya, sehingga terjadi bentrokan pada tanggal 27 April 1521. Dalam bentrokan ini Ferdinand Magellan bersama beberapa awak kapal meninggal dunia. Rombongan kapal yang tersisa yang dipimpin oleh Kapten Sebastian del Cano kemudian melanjutkan pelayaran kembali ke Spanyol.
Bukti-bukti persinggahan kapal Victoria di pelabuhan Kupang dan Sabu saat ini tersimpan di Museum Kupang, diantaranya porselin, lentera, teleskop, dan beberapa barang kuno lain, serta replika kapal viktoria yang dilengkapi dengan meriam.
“Kapal ini adalah kapal pertama yang berhasil mengelilingi dunia selama tiga tahun. Kapal ini juga adalah kapal pertama yang memasuki wilayah NTT. Mereka menyinggahi Kupang dan Sabu. Di Kupang dan Sabu, awak kapal melakukan barter cendana merah dan cendana putih dengan Sutra dan Porselin yang berasal dari Cina, serta lampu Lentera, teleskop, dan lain sebagainya yang berasal dari Eropa”, ujar Diki Agus, petugas Museum Kupang, Senin (18/7/22).
Walau Ferdinand Magellan tidak bisa kembali ke Spanyol akibat terbunuh di Philipina, namun informasi tentang kekayaan alam di Pulau Timor dan Flores menyebar cepat di Sponyol dan Portugis. Karena itu pada tahun 1556 Raja Portugis Henricus XVII mengirim 10 kapal lengkap dengan pasukan bersenjata ke kepulauan nusa tenggara. Mereka kemudian mendarat di Pulau Solor dan membangun benteng pertahanan yang dikenal dengan nama benteng Lohayong atau Port Henricus.
Namun di Pulau Solor bangsa Portugis hanya berkuasa selama 57 tahun. Sebab pada tanggal 21 April 1613, Benteng Lohayong berhasil direbut oleh Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC.
Bangsa Portugis akhirnya lari ke Pulau Timor Barat dan membangun benteng pertahanan di muara sungai teluk Kupang yang dikenal dengan nama Port Crocodia.
Selama di Kupang, selain membangun benteng-benteng pertahanan di pedalaman Pulau Timor, Bangsa Portugis juga melakukan perkawinan campur dengan anak Raja-Raja di Timor sembari menyebarkan agama Katolik melalui misionaris-misionaris yang diutus ke kampung-kampung.
Tapi kehadiran Bangsa Portugis di Timor Barat hanya bertahan selama 40 tahun. Sebab pada tahun 1653 VOC berhasil mengusir Portugis dari Port Concrodia dan benteng pertahanan lain di pedalaman Timor Barat.
Sejak VOC menduduki Port Concrodia, VOC menyebut wilayah sekitar Port Concrodia dengan nama Koepan yang penamaannya diambil dari nama Raja Lai Kopan yang sekarang dikenal dengan nama Kupang, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur atau NTT.
Saat berkuasa di Timor Barat, VOC melakukan penaklukan terhadap raja-raja di Timor Barat sekaligus menguasai kekayaan alam dan memonopoli jalur perdagangan rempah-rempah. Sementara Portugis tersingkir ke Timor Timur atau Timor Portugis yang kini telah terbentuk menjadi negara berdaulat dengan nama Republik Demokratika Timor Leste.
Portugis akhirnya secara resmi menetapkan Timor Timur sebagai koloninya pada tahun 1702 dan berkuasa hingga tahun 1975.
Pada tahun 1859, Pulau Timor dibagi menjadi dua daerah kekuasaan, yakni Timor Timur dikuasai Portugis, sedangkan Timor Barat dikuasai Belanda. Pembagian ini berdasarkan Perjanjian Lisbon pada tahun 1859.
Pada tahun 1975, militer Fretelin berhasil mengusir Portugis dari Timor Timur. Fretelin sempat berkuasa dan menjalankan pemerintahan sendiri selama 4 bulan. Namun kekuasaan mereka runtuh setelah invasi Indonesia ke Timor Timur melalui Operasi Seroja sejak tanggal 7 Desember 1975.
24 tahun kemudian, tepatnya 30 Agustus 1999, Timor Timur berhasil memerdekakan diri menjadi negara sendiri melalui referendum kemerdekaan yang dimenangkan kubu pro kemerdekaan.
Saat ini Timor Leste mendapat sokongan penuh dari Portugis atau Portugal bersama Australia dan Amerika Serikat.
Karena pendudukan Portugis dan Belanda yang sangat lama di NTT membuat 5,5 juta penduduk NTT saat ini didominasi oleh pemeluk agama Katolik dan Protestan. (red1/cipar)