
sergap.id, OPINI – Sebuah pesan WhatsApp disertai dengan Rekaman video YouTube diterima oleh TPDI, mengkonfirmasi praktek Islamisasi di NTT yang disebut-sebut dilakukan oleh Ustad Nababan dan oleh sebuah kelompok yang menamakan Pejuang Subuh Sumba, di Sumba, patut diwaspadai gerakannya.
Praktek Islamisasi yang diduga dilakukan oleh kelompok Pejuang Subuh Sumba, Ustad Nababan dll di NTT, semakin lama, semakin meresahkan umat beragama setempat, karena konon dilakukan dengan cara membujuk umat beragama setempat pindah agama dengan iming-iming materi.
Padahal secara Etika, praktek Islamisasi di tengah masyarakat yang sudah beragama, terlebih-lebih dengan iming-iming fasilitas, tidak dapat dibenarkan, karena berpotensi mengganggu kerukunan umat beragama, toleransi dan kohesi sosial masyarakat, serta bertentangan dengan SKB Mendagri dan Menteri Agama No. 1 Tahun 1979.
Proses Islamisasi di NTT sudah mengusik toleransi warga lokal yang sudah menjadi penganut Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu, karena langsung masuk ke kantong-kantong pemukiman warga NTT yang sudah beragama, dan disebut-sebut menggunakan pola pendekatan materi, uang, beasiswa dll.
Pola pendekatan Pejuang Subuh Sumba dan Ustad Nababan dalam Islamisasi di NTT diduga memiliki agenda terselubung yaitu penyebaran paham radikal, apakah penganut Wahabi, HTI atau kelompok radikal lain, sehingga Pemda NTT, Gereja, NU, Muhamadiyah, dll, perlu melakukan penyelidikan dan penertiban, sebelum memicu konflik sosial yang kelak akan mengganggu toleransi di NTT.
Islamisasi yang dilakukan oleh Pejuang Subuh Sumba, Ustad Nababan berbeda, karena menyasar pada warga NTT yang sudah menganut agama Kristen, Katholik dll., berbeda dengan pola yang dilakukan oleh NU atau Muhamadiyah, yaitu secara natural, yaitu dengan semangat kerukunan, tanggang rasa, saling menghargai sesama umat beragama dll., sehingga toleransi dan kohesi sosial masyarakat tetap terjaga.
Pemerintah Daerah di NTT, Gereja dan Pimpinan semua Agama di NTT harus menyikapi soal Islamisasi oleh Ustad Nababan, Pejuang Subuh Sumba, dkk. Karena pola penyebarannya disebut-sebut melalui iming-iming modal, yaitu pindah agama dan mendapat fasilitas materi dan kehidupan yang eksklusif dengan target hijaukan NTT, karena itu perlu ditertibkan.
Praktek Islamisasi, model Pejuang Subuh Sumba, Ustad Nababan dll. yang dilakukan dengan pola, memanfaatkan kondisi umat Kristiani yang masih miskin dengan iming-iming uang dan fasilitas biaya, beasiswa pendidikan tinggi hingga S1, jika masuk Islam, cepat atau lambat akan melahirkan kelompok kecil yang eksklusif, sehingga mengganggu toleransi, merusak budaya dan adat istiadat lokal di NTT.
Karena itu, Pemda NTT, Gereja, NU, Muhamadiyah, dll. perlu meningkatkan kerjasama, memperkuat partisipasi umat beragama dengan budayanya yang kuat untuk menolak praktek Islamisasi dengan pendekatan uang di kantong-kantong masyarakat NTT yang sudah menganut agama Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu di NTT.
Islamisasi di tengah umat penganut agama lain, dengan iming-iming fasilitas tertentu, bertentangan dengan budaya, tatakrama dan adat istiadat NTT, juga bertentangan dengan SKB Menteri Agama dan Mendagri No. : 1 Tahun 1979 Tentang Tata Cara Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia.
- Penulis: Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores
Informasi ini perlu didalami oleh FKUB, lembaga adat dan lembaga Gereja di NTT. Semua ustad yang berwajah baru perlu diikuti ceramah, kotbahnya. Ceramah, Kotbah ustad yg sdh lama lahir dan dibesarkan di NTT selama puluhan bahkan ratusan tahun tidak pernah melenceng dari dinamika kehidupan umat beragama di NTT.Ini harus dipertahankan. Didapat data bahwa ada ustad yg salah berkarya di NTT dan itu valid, segera diambil langkah konkrit. Lapor polisi. Aman dan damai di NTT tetap dirawat dan terlestarikan. NTT, provinsi yang paling toleran dalam menghayati kehidupan beragama tetap abadi selamanya.
Apapun bentuk nya marilah kita sama2 menjaga keharmonisan dalam beragama demi keutuhan NKRI dan kedamaian di bumi ibu pertiwi
Salute dan apresiasi sebesar-besarnya untuk keberanian memuat tulisan /0pini seperti ini.Sudah lama kondisi seperti ini cukup meresahkan masyarakat NTT, akan tetapi hematvsaya belum pernah ada opini yang menggugat kondisi ini. Masyarakat NTT pada umumnya selalu terbuay dan selalu dininabobikan dengan slogan toleransi dan seolah-olah tabu terhadap oponi2 alternatif yang mengguggat seperti ini.
Hemat saya, sudah waktunya masyarakat NTT diedukasi untuk berani mengidentifikasikan dirinya sebagai masyarakat pluralis yang bebas dari intrik-intrik penyebaran agama tertentu secara radikal.
tulisan ini hanyalah sebuah opini.
cara menulis yang hanya mengulang-ulang kalimat yang sama.
harusnya, sebagai koordinator TPDI harus turun kelapangan langsung untuk mengecek kebenaran WhatsApp dan video itu.
saya beranggapan bahwa Opini ini hanya mengada-ada dan mencari sensasi.