Statistisi Ahli BPS Kabupaten Flores Timur, Wisnu Widya Asmara, SST.

AIR bersih merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi umat manusia. Setiap hari manusia membutuhkan air bersih untuk kelangsungan hidupnya. Selain untuk minum, air bersih juga digunakan untuk berbagai macam sektor lain mulai dari sanitasi, kesehatan, pendidikan, bisnis maupun industri.

Bisa dibayangkan bila manusia kekurangan atau bahkan tidak memiliki akses terhadap air bersih, maka menurunnya kualitas kesehatan yang berujung pada kematian tak terhindarkan.

Hari Minggu, 22 Maret 2020 diperingati sebagai hari air sedunia. Peringatan tersebut disepakati pada tahun 1992 di Rio de Janiero, Brazil saat sidang umum PBB ke-47.

Salah satu hasil sidang tersebut memutuskan untuk memulai peringatan hari air sedunia pada tahun 1993, berfokus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih untuk semua.

Di hari air sedunia ini, PBB mengusung tema “Water and Climate Change” atau air dan perubahan iklim. Krisis perubahan iklim dunia memiliki kaitan yang tidak dapat dipisahkan dengan ketersediaan air.

Perubahan iklim secara ekstrim menjadi masalah lingkungan yang mengancam sistem penyangga kehidupan dunia yang salah satunya adalah ketersediaan air bersih yang layak. Kita perlu waspada, namun tidak harus takut dalam menghadapinya.

Perubahan iklim membuat ketersediaan air bersih menjadi lebih langka serta lebih sulit diprediksi. Sumber air yang tersedia saat ini terkesan kehilangan tingkat keandalannnya dalam mendukung ketahanan air bagi masyarakat.

Hal ini terlihat dari semakin sulitnya berbagai daerah mengatasi permasalahan terkait sumber daya air. Padahal memberikan fasilitas air bersih yang layak untuk semua merupakan salah satu tujuan nomor 6 dari Sustainable Development Goals (SDG) serta sasaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara global maupun nasional.

Pemerintah perlu meningkatkan upaya agar pencapaian target 100 persen akses air minum layak dapat terealisasi hingga 2030 nanti. Memberikan pemahaman pentingnya pemanfaatan air minum layak harus ditanamkan sejak dini kepada masyarakat. Aksesibilitas air minum layak dilihat dari empat aspek penting, yakni kuantitas, kualitas, keterjangkauan dan kontinuitas.

Secara kuantitas, akses air minum dikatakan layak apabila dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dasar harian per orang maupun kebutuhan minimum konsumsi harian per kapita pada batasan standar tertentu.

Secara kualitas, akses air minum dikatakan layak apabila paling tidak hanya dibutuhkan sekali pengolahan air sebelum dikonsumsi. Berarti air minum, secara kualitas menjadi aman untuk dikonsumsi. Dari aspek keterjangauan, akses air minum layak harus mudah dijangkau, baik dalam waktu tempuh mendapatkan air maupun harga untuk memperolehnya. Aspek kontinuitas air minum layak berarti bahwa air minum tersedia setiap saat tanpa hambatan.

Secara teknis akses air minum layak adalah air minum yang bersumber dari sumber terlindungi, yaitu air leding, air hujan, sumur bor/pompa dan sumur atau mata air terlindungi (memiliki jarak dari tempat pembuangan kotoran minimal 10 meter atau terlindungi dari kontaminasi limbah lainnya). Indikator ini digunakan untuk memantau akses penduduk terhadap sumber air berkualitas berdasarkan asumsi bahwa sumber air berkualitas menyediakan air yang aman untuk diminum bagi masyarakat. Air yang tidak berkualitas adalah penyebab langsung berbagai sumber penyakit.

Hingga saat ini, target 100 persen akan akses air minum layak untuk masyarakat belum dapat dicapai. Hampir di seluruh wilayah Indonesia belum bisa menyediakan air minum layak secara menyeluruh pada warga, salah satunya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Hingga tahun 2018 lalu, Melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat capaian akses air minum layak penduduk Nusa Tenggara Timur adalah sebesar 72,41 persen. Dengan kata lain, sebanyak 27.59 persen rumah tangga di Nusa Tenggara Timur belum memiliki akses terhadap air minum layak. Banyak penyakit yang dapat timbul saat seseorang mengonsumsi air dengan kualitas buruk atau yang tidak layak, salah satunya adalah diare.

Selama beberapa tahun terakhir, diare merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh warga NTT. Menurut data BPS, terdapat 89.689 penderita diare pada tahun 2018 yang tersebar di seluruh wilayah NTT.

Dalam beberapa tahun terakhir memang terdapat peningkatan akses air minum layak yang signifikan di NTT. Dari tahun 2015 yang hanya sekitar 54,88 persen saja masyarakat yang memiliki akses terhadap air minum layak menjadi 72,41 persen di tahun 2018.

Namun bila dilihat dari wilayah tempat tinggal, terjadi ketimpangan dalam capaian akses air minum layak bagi penduduk perkotaan dan penduduk perdesaan. Di daerah perkotaan, capaian akses air minum layak warga mencapai 90,28 persen , sedangkan di daerah perdesaan hanya sekitar 66,87 persen saja. Hal ini berarti, hampir seluruh rumah tangga di perkotaan telah memiliki akses terhadap air minum layak, akan tetapi di perdesaan, masih ada paling tidak 1 di antara 3 rumah tangga yang belum mampu mengakses air minum layak.

Adanya Hari Air Sedunia ini diharapkan menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya kesadaran bersama dalam mengatasi masalah mengenai ketersediaan air ini. Upaya dalam pengelolaan air minum layak membutuhkan sinergi bersama pemerintah daerah, masyarakat, serta unsur non pemerintah.

Dari data BPS tahun 2018 diketahui bahwa karakteristik konsumsi air minum sebagian besar penduduk NTT adalah dengan mengandalkan mata air atau sumur terlindung dan air hujan (48,91 persen), maka pekerjaan besar bagi pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan sumber-sumber air ini agar cukup dalam memenuhi kebutuhan penduduk sepanjang tahun.

Sementara bagi masyarakat, wujud kontribusi nyata yang dapat dilakukan secepatnya adalah dengan menggunakan air seperlunya saja tidak boros atau berlebihan dalam penggunaanya. Tugas lainnya bagi pemerintah daerah maupun lembaga non-pemerintah adalah dengan menggunakan air secara proporsional, sehingga ketersediaan air akan mencukupi semua pihak baik untuk keperluan industry ataupun untuk masyarakat di segala kalangan.

  • Penulis: Wisnu Widya Asmara, SST, Statistisi Ahli BPS Kabupaten Flores Timur