
sergap.id, LABOLEWA – Kepala Desa Labolewa, Marselinus Ladho, mencabut sekitar 30an tiang bendera milik Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang di tanam di sepanjang jalan masuk menuju area waduk Lambo, di Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupetan Nagekeo.
Aksi pencabutan bendera milik para aktivis tolak waduk Lambo itu diikuti oleh perangkat desa dan masyarakat Labolewa.
Menurut Ladho, aksi pencabutan pada Minggu 16 Januari 2021 tersebut telah sesuai aturan.
“Sebab,,, pemasangan atribut apa saja, baik baliho atau bendera, harus mengetahui pimpinan wilayah, baik itu RT, Dusun, atau Kepala Desa. Tapi kami selaku pemerintah disini tidak tahu ada pemasangan bendera itu”, beber Ladho kepada SERGAP, Senin (17/1/22).
Ladho menjelaskan, kehadiran AMAN di Kabupaten Nagekeo untuk mengadvokasi masyarakat adat di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, yang lahannya terkena dampak pembangunan waduk Lambo.
“Kalau lokusnya di Desa Rendubutowe, kenapa benderanya dipasang di wilayah kami?”, ujar Ladho.
“Saya dapat informasi bahwa setelah pencabutan bedera itu, saya dilaporkan ke kepolisian. Ya silahkan saja, tapi saya menjalankan tugas, dan saya siap bertanggungjawab”, tegasnya.
“Untuk jelasnya, yang namanya aliansi atau apa pun bentuknya itu, berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan sebaliknya. Jadi harus ikut aturan”, pungkasnya.
Aksi tanam bendera yang dilakukan aktivis AMAN disesali juga oleh Krispin Rada, salah satu warga Labolewa.
Melalui akun facebooknya, Rada mengatakan, “Labolewa bukan Desa tanpa Pemerintah. Labolewa bukan wilayah tak bertuan. Labolewa bukan tempat bagi pihak manapun yang dengan sesuka hati berbuat apa saja. Labolewa bukan rumah dan kapling pribadimu yang tanpa permisi dan pemberitahuan bisa anda lakukan apa saja sesukamu.
Tetapi Labolewa adalah rumah dan tempat kami lahir dan dibesarkan. Disinilah kami berpijak, disinilah kami hidup. Jangan mengobrak – abrik kenyaman kami dengan kehadiran liar Anda.
Dengan demikian, maka Atribut Anda (AMAN) kami amankan dan kami akan minta pertanggungjawaban Anda secara hukum. Karena bagi kami tindakan pemasangan atribut tanpa permisi sangat tidak elok dan meresahkan.
Bagi kami Anda adalah Tamu yang miskin etika dan tidak punya tata krama. Tamu yang ngawur perlu diatur oleh tuan rumah, agar paham bahwa etika dan sopan santun itu penting dan mahal”.
Terpisah, Ketua AMAN, Philipus Kami, yang dihubungi SERGAP per telpon, Senin (17/1/22), enggan memberi komentar soal aksi pencabutan bendera itu.
“Saya no comment. Itu saja”, ucapnya.
Sebelumnya, kepada media, Kami menjelaskan, sesungguhnya masyarakat Rendu, Ndora, dan Lambo tidak menolak waduk. Hanya saja, masyarakat meminta lokasi waduk dipindahkan ke lokasi alternatif di Malawaka dan Lewo Pebhu. Bukan di Lewo Se seperti sekarang ini. Sebab di Lewo Se terdapat pemukiman warga, kuburan leluhur, padang ternak, dan lokasi perburuan masyarakat adat setempat. (sg/sg)