sergap.id, MBOALOING – Perayaan Pesta Perak SMPN 2 Aesesa, Kamis (24/8/23), diawali dengan misa syukur yang dipimpin oleh Pastor Paroki St. Yohanes 23 Wewoloe, RD. Dominggus Bu’u Muka, Pr didampingi 2 Imam Konseleberan, RD. Eli Nong, Pr (Pastor Paroki Stela Maris Danga) dan Pater Ignasius Dasion, SVD.
Dalam Kotbahnya, Romo Dominggus mengatakan, salah satu tokoh dalam Injil Yohanes adalah Natanael. Ia hanya disebut 2 kali dalam dua kesempatan yang berbeda. Meskipun demikian, kisah Natanael cukup lengkap, khususnya dalam konteks perjumpaannya dengan Yesus.
Natanael berasal dari Kana yang di Galilea. Kana adalah sebuah kota kecil dan menjadi terkenal karena Yesus melakukan mujizat pertamanya; mengubah air menjadi anggur.
Dari namanya, Natanael berarti Pemberian Tuhan. Kisah pertemuannya dengan Yesus bermula dari ajakan Filipus untuk bertemu dengan Yesus yang adalah Mesias, “Kami telah menemukan Dia, yang telah disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazareth.”
Ajakan itu menimbulkan prasangka negative di hati Natanael, sehingga kepada Filipus ia katakan, “mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazareth?”
Karena memang dimata orang Kana, Nazareth tidak ada apa-apanya. Apalagi, seorang Mesias datang dari tempat yang tidak diakui oleh sebagian besar bangsa Yahudi. Namun Filipus tetap mengajaknya: Mari dan Lihatlah.
Ajakan inilah yang mempertemukan dirinya dengan Yesus dan merubah seluruh cara pandanganya dan ia pun mengakui: Yesus sebagai Mesias. “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja Orang Israel.” Ungkapan inilah yang membuat Yesus memanggilnya dengan sebutan Israel Sejati karena tidak ada kepalsuan di dalam dirinya.
Seperti Natanael: Kita dapat bertanya dalam diri kita: Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari lembaga ini (SMP Negeri 2 Aesesa). Saya sangat yakin, para guru, para orang tua, para pengurus komite, para alumni dan semua yang berjuang untuk kepentingan lembaga pendidikan ini, punya jawaban yang berbeda. Tetapi satu yang pasti, kalau bukan yang baik, kita semua tidak jadi seperti ini.
Kisah injil hari ini, sesungguhnya merangkum keseluruhan tema besar perayaan syukur kita hari ini. Filipus sebagai salah seorang rasul, dengan caranya berusaha menghantar Natanael seorang Yahudi yang berpendidikan, taat beragama dan menguasai keseluruhan kitab suci untuk bertemu dengan Yesus, yang selama ini dinantikan oleh bangsa Israel. Meyakinkan orang-orang seperti ini, butuh kerendahan hati, butuh kejernihan untuk berpikir dan menyampaikan maksud hati, dan siap ditantang dengan berbagai macam hal termasuk ditanya perihal maksud ajakannya.
Karena tentang Yesus sendiri, ia sudah mengetahui lewat Kitab Suci yang Ia baca. Tetapi hal ini, tidak membuat Filipus berkecil hati, walaupun ia sendiri, hidup bersama Sang Guru.
Apa yang ditunjukan kedua tokoh ini, menunjukan dasar dari semangat solidaritas yakni saling mengakui kelebihan yang dimiliki, saling mendukung untuk menemukan satu nilai yang dicari yakni menghantar orang kepada keselamatan.
Karakter dasar yang ditunjukan oleh Natanael adalah kritis, ia tidak cepat percaya dengan kata-kata Filipus, malahan dengan penuh tanya ia katakan: adakah sesuatu yang baik datang dari Nazareth. Sikap kritisnya ini, tidak membuatnya menjadi orang yang sombong dan menutup diri, tetapi semakin membangkitkan keinginan dalam hatinya untuk bertemu dengan Yesus. Pertemuan itulah yang menghantarnya kepada keselamatan.
Ada 2 hal yang tidak hanya disyukuri untuk saat ini, tetapi juga harus diperjuangkan, ditingkatkan dan dihidupi dilembaga pendidikan ini adalah meningkatkan semangat solidaritas dan membangun sekolah ini sebagai lembaga pendidikan yang berkarakter Pancasila. Sebuah cita-cita, harapan dan perjuangan yang tidak gampang dan tidak mudah.
Membangun solidaritas mengandaikan kita punya semangat kerekanan dalam membangun hidup bersama yang sehat dalam lembaga ini. Bagaimana semangat solidaritas dapat diajarkan dalam lembaga pendidikan seperti ini kalau di antara kita tidak sehati, tidak sama rasa, tidak senasib sepenanggungan dan masing-masing orang berpikir untuk memenangkan egonya.
Bagaimana semangat solidaritas dapat ditumbuhkembangkan kalau dilembaga ini tumbuh hidup bersama yang tidak sehat. Tidak sehat dalam hubungan sosial, karena cumalah yang cocok akan saling bergaul, yang cecok akan saling membenci. Tidak sehat dalam persaingan, karena keengganan diri untuk saling mengakui kelebihan orang lain dan menerima kekurangan diri. Tidak sehat dalam penilaian, karena kecenderungan yang kuat untuk selalu membenarkan diri dengan mempersalahkan orang lain.
Menjadikan lembaga ini, sebagai sebuah lembaga Pendidikan yang berkarakter Pancasila, tidak cukup hanya 25 tahun atau 100 tahun. Ia mesti berlangsung seumur hidup. Tentu sebagai sebuah teori sudah banyak hal yang diajarkan. Tetapi bagaimana karakter itu, mesti diaktualisasikan dalam keseharian hidup, baik untuk peserta didik, para guru, maupun kita para alumni; butuh proses yang panjang dan terus berkelanjutan selama lembaga pendidikan ini ada.
Karakter Pertama yang mesti dihayati adalah beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia. Ini bukan hanya soal keyakinan, tetapi juga penghayatan dan kesaksian hidup. Bagaimana kita menghidupi karakter ini, kalau untuk menjalankan kegiatan keagamaan tunggu mimpi baek dulu baru ikut. Kalau tidak, biar cukup pesan anak-anak yang hadir.
Karakter kedua, berkebinekaan global: menghormati keberagamaan dan juga menghargai perbedaan tetapi juga kritis untuk mengatakan sesuatu yang benar.
Karakter ketiga, bergotong-royong: kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen dari karakter gotong royong adalah kolaborasi, kepedulian dan berbagi. Kerjasama sesungguhnya menjadi hal terpenting dalam menghidupi sebuah lembaga.
Karakter keempat, Mandiri: mampu bertanggungjawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci adalah kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi. Orang mandiri sesungguhnya mampu menghadapi situasi dan siap ditempa oleh situasi yang dihadapi. Bukan tipikal yang mudah menyerah, cenderung pasrah pada nasib dan sering mencari posisi aman apabilah menhadapi situasi sulit.
Karakter kelima, bernalar Kritis: berarti mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, mampu menganalisis, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Orang yang mudah diprovokasi dan orang yang menjadi provokator, sesungguhnya menunjukan kelemahan dari daya nalarnya.
Karakter keenam, kreatif: mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan berdampak untuk kepentingan banyak orang. Kalau punya banyak ilmu tetapi tidak mampu dibagikan dan tidak bisa menghasilkan sesuatu untuk diri dan sesamanya, itu sama artinya dengan sebuah batu kilangan, diikatkan pada lehernya lalu dibuang ke laut.
Dengan merayakan HUT lembaga pendidikan ini sebenarnya kita mau melihat kembali kekuatan dan kelemahan, keberhasilan dan kegagalan yang telah kita alami.
Keberhasilan yang telah kita raih harus menjadi motivasi bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas pedagogi di lembaga ini. Sedangkan kegagalan yang kita alami jangan dilihat sebagai bencana tetapi kesempatan berahmat dalam proses pembelajaran.
Kegagalan adalah pelajaran berarti untuk meraih kesuksesan. Oleh karena itu entah berhasil atau gagal hari ini kita bersyukur atas semua yang telah kita alami bersama dalam lembaga pendidikan ini. Kita bersyukur atas persaudaraaan dan cinta yang telah kita rajut di lembaga ini. Kita bersyukur karena kita memiliki lembaga pendidikkan ini, kita bersyukur karena kita memiliki para guru, pegawai, komite, orang tua dan teman-teman yang selalu mendukung dan bekerja sama.
BACA JUGA 150 Anak Telah Jadi Sarjana, Polisi, Tentara, dan Pegawai
Sekolah kita ini dalam kurun waktu 25 tahun telah mendidik sekian banyak orang. Merekalah yang disebut alumni. Kata bahasa Latin alumnus yang jamaknya alumni sangat dekat dengan kata Latin lain yaitu lumen yang berarti terang atau cahaya, atau kata luminare yang berarti yang menerangi, yang memancarkan cahaya. Demikianlah, kiranya menjadi harapan kita bersama bahwa para alumni sekolah ini menjadi lumen (cahaya) bagi tempat dan lingkungan di mana saja mereka berada. Dengan demikian maka setiap orang yang berjumpa dengan alumni spendu Aesesa bisa juga sungguh-sungguh melihat spendu Aesesa atau jalan kehidupan di dalam diri mereka, sekaligus menghantar orang pada perjumpaan dengan spendu Aesesa yang sejati yaitu Kristus. Seperti Filipus yang menghantar Natanael untuk berjumpa dengan Yesus. Dengan demikian spendu Aesesa tidak hanya gedung sekolah atau lembaga pendidikan melainkan juga di dalam diri para alumninya sungguh-sungguh nampak sebagai kota yang bercahaya di atas gunung yang tak mungkin tersembunyi tetapi dilihat oleh banyak orang.
Satu janji Yesus kepada Natanael, yaitu: Engkau akan melihat hal-hal yang besar daripada itu. Inilah janji Tuhan yang diberikan juga kepada setiap pribadi dan juga lembaga pendidikan ini. Akan ada banyak hal besar yang dapat kita tunjukan untuk masyarakat, untuk kabupaten ini, kalau kita sanggup untuk merawat semangat solidaritas dan membangun sekolah ini sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berkarakter Pancasila. Jadikan Lembaga ini sebuah Yerusalem Baru, sebagai sebuah kota yang penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti Kristal. Untuk itu bersama pemazmur kita pun berseru: TUHAN ITU BAIK KEKAL ABADI CINTANYA. (sg/sg)